Ahlan wa Sahlan

" Selamat Datang di Blog Manto Abu Ihsan,...Silahkan kunjungi juga ke www.mantoakg.alazka.org

Manto Abu Ihsan " Hadir untuk perubahan"

Manto Abu Ihsan " Hadir untuk perubahan"
H.Sumanto, M.Pd : " Siap membantu dalam kegiatan Motivation Building, Spiritual Power, Get Big Spirit and Character Building."

Wednesday, December 16, 2009

KISAH SEPUTAR HIJRAH ROSULULLAH SAW

Ali ra Menggantikan Rasulullah Saw
Quraisy berencana membunuh Muhammad, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Medinah. Ketika itu kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Ketika perintah dari Allah Swr datang supaya beliau haijrah, beliau meminta Abu Bakr supaya menemaninya dalam hijrahnya itu. Sebelum itu Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah b. Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan.
Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Demikianlah, ketika pemuda-pemuda Quraisy mengintip ke tempat tidur Nabi Saw, mereka melihat sesosok tubuh di tempat tidur itu dan mengira bahwa Nabi Saw masih tidur.

Bersembunyi di Gua Thaur
Menjelang larut malam, Rasulullah Saw keluar tanpa setahu mereka. Bersama-sama dengan Abu Bakr beliau bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Hanya empat orang yang tahu keberadaan beliau berdua, yaitu Abdullah b. Abu Bakr, Aisyah dan Asma (puteri-puteri Abu Bakr), serta pembantu mereka ‘Amir b. Fuhaira. Bila hari sudah sore Asma, datang membawakan makanan buat mereka. Abdullah setiap hari berada di tengah-tengah Quraisy untuk memantau perkembangan yang terjadi untuk disampaikan pada beliau pada malam harinya. ‘Amir tugasnya menggembalakan kambing Abu Bakr’, memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah b. Abi Bakr kembali dari tempat mereka bersembunyi di gua itu, datang ‘Amir mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus jejaknya.
Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka. Pemuda-pemuda Quraisy membawa pedang dan tongkat sambil mondar-mandir mencari ke segenap penjuru. Ketika itu mereka bergerak menuju ke gua tempat sembunyi. Lalu orang-orang Quraisy itu datang menaiki gua itu, tapi kemudian ada yang turun lagi. “Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?” tanya kawan-kawannya. “Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir,” jawabnya. “Saya melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui tak ada orang di sana.”
Demikanlah, kalau saja mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat beliau berdua. Tetapi orang-orang Quraisy itu makin yakin bahwa dalam gua itu tak ada manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di mulut gua. Tak ada jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya tanpa menghalau dahan-dahan itu. Ketika itulah mereka lalu surut kembali. Rasulullah s.a.w. tinggal dalam gua selama tiga hari tiga malam. Tentang cerita gua ini dikisahkan dalam firman Allah Swt:
“Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu berkomplot membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau. Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah adalah Perencana terbaik.” (Qur’an, 8: 30) “Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia berkata kepada temannya itu: ‘Jangan bersedih hati, Tuhan bersama kita!’ Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.” (Qur’an, 9: 40)

Pada hari ketiga, ketika keadaan sudah tenang, unta kedua orang itu didatangkan. Asma datang makanan. Dikisahkan, Asma merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan, sehingga ia lalu diberi nama “dhat’n-nitaqain” (yang bersabuk dua). Mereka kemudian berangkat.
Karena mengetahui pihak Quraisy sangat gigih mencari mereka, maka perjalanan ke Yathrib itu mereka mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah b. ‘Uraiqit – dari Banu Du’il – sebagai penunjuk jalan, membawa mereka ke arah selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang berada di atas kendaraan. Memang, Rasulullah Saw sendiri tidak pernah menyangsikan, bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi “jangan kamu mencampakkan diri ke dalam bencana.” Allah menolong hambaNya selama hamba menolong dirinya dan menolong sesamanya.

Suraqa
Ketika itu Quraisy mengadakan sayembara, barangsiapa bisa menyerahkan Muhammad akan diberi hadiah seratus ekor unta. Mereka sangat giat mencari Rasulullah Saw. Ketika terdengar kabar bahwa ada rombongan tiga orang sedang dalam perjalanan, mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang sahabatnya. Suraqa b. Malik b. Ju’syum, salah seorang dari Quraisy, juga ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Tetapi ia ingin memperoleh hadiah seorang diri saja. Ia mengelabui orang-orang dengan mengatakan bahwa itu bukan Muhammad. Tetapi setelah itu ia segera pulang ke rumahnya. Dipacunya kudanya ke arah yang disebutkan tadi seorang diri.
Demikian bersemangatnya Suraqa mengejar Nabi Saw hingga kudanya dua kali tersungkur ketika hendak mencapai Nabi. Tetapi melihat bahwa ia sudah hampir kedua orang itu, ia tetap memacu kudanya karena rasanya Muhammad sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Suraqa merasa itu suatu alamat buruk jika ia bersikeras mengejar sasarannya itu. Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil:
“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.” Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada Suraqa. Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang. Sekarang bila ada orang mau mengejar Nabi Saw, maka dikaburkan olehnya, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.

Perjalanan Hijrah Rasul Saw
Selama tujuh hari terus-menerus rombongan Rasulullah Saw berjalan, mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir dengan perasaan kuatir. Hanya karena adanya iman kepada Allah Swt membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman. Ketika sudah memasuki daerah kabilah Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang. Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekati.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya.

Masyarakat Madinah
Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian kaum Muslimin di kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin bahkan berani mempermainkan berhala-berhala kaum musyrik di sana. Seseorang yang bernama ‘Amr bin’l-Jamuh mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat, diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan. ‘Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Yathrib biasa dipakai tempat buang air. Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada ‘Amr mencarinya sampai diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat ‘Amr itu, dan diapun setiap hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: “Kalau kau memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau.” Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi. Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang manusia, iapun masuk Islam.

Mesjid Quba’
Ketika rombongan Rasulullah Saw sampai di Quba’, mereka tinggal empat hari ia di sana dan membangun mesjid Quba’. Di tempat ini Ali b. Abi-Talib ra menyusul, setelah mengembalikan barang-barang amanat – yang dititipkan oleh rasulullah Saw – kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Ali ra menempuh perjalanannya ke Yathrib dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk menyusul saudara-saudaranya seagama.

Sampai di Madinah (Yathrib)
Demikanlah akhirnya rombongan Rasulullah selamat sampai Madinah. Hari itu adalah hari Jum’at dan Muhammad berjum’at di Medinah. Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut Wadi Ranuna itulah kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang. Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri supaya ia tinggal pada mereka.
Tetapi ia dengan halus meminta maaf kepada mereka. Kembali ia ke atas unta betinanya, dipasangnya tali keluannya, lalu ia berjalan melalui jalan-jalan di Yathrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan memberikan jalan sepanjang jalan yang diliwatinya itu. Seluruh penduduk Yathrib, baik Yahudi maupun orang-orang pagan menyaksikan adanya hidup baru yang bersemarak dalam kota mereka itu, menyaksikan kehadiran Rasulullah Saw, seorang pendatang baru, orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama itu saling bermusuhan, dan saling berperang.
Sesampainya ke sebuah tempat penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim dari Banu’n-Najjar, unta itu berlutut (berhenti). Ketika itulah Rasul turun dari untanya dan bertanya: “Kepunyaan siapa tempat ini?” tanyanya. “Kepunyaan Sahl dan Suhail b. ‘Amr,” jawab Ma’adh b. ‘Afra’. Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan membicarakan soal tersebut dengan kedua anak itu supaya mereka puas. Dimintanya kepada Muhammad supaya di tempat itu didirikan mesjid. Muhammad mengabulkan permintaan tersebut dan dimintanya pula supaya di tempat itu didirikan mesjid dan tempat-tinggalnya.

HIJRAH : Antara Sejarah, Hikmah dan Makna

PENDAHULUAN
Tidak terasa tahun baru 1431 H akan segera tiba. Setahun sudah kita bergelut dengan waktu, di tahun 1430 H. Waktu laksana air yang mengalir ke hilir yang tak pernah lagi kembali ke hulu. Kadang ia membangkitkan gairah dan semangat, kadang ia melenakan kita. Kadang kita tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya. Oleh karenanya kita harus menghargai setiap kesempatan yang ditawarkan sang waktu, sebelum ditarik dari kita, karena kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya. Peribahasa Arab mengatakan “ Waktu laksana pedang, jika tidak mampu memanfaatkan waktu, maka kamu akan terhunus olehnya “. Tahun Hijriah, ditetapkan pertama kali oleh Kholifah Umar bin Khotob ra, sebagai jawaban atas surat Wali Abu Musa Al-As’ari. Kholifah Umar menetapkan Tahun Hijriah untuk menggantikan penanggalan yang digunakan bangsa Arab sebelumnya, seperti Kalender Tahun Gajah, Kalender Persia, kalender Romawi, dan kalender-kalender lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa besar Jahiliyah. Kholifah Umar memilih peristiwa Hijrah sebagai taqwim Islam, karena Hijrah Rosululllah saw dan para sahabat dari Makkah ke Madinah merupakan persitiwa paling monumental dalam perkembangan dakwah. Professor Fazlu Rahman menyebut Hijrah sebagai marks of the beginning of Islamic calendar and the founding of Islamic community. Oleh karenanya, penting mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa Hijrah, baik individu, masyarakat ataupun negara
INDIVIDU
1. Meluruskan Niat
“Al-Muhajaroh” (Hijrah) sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah. Dan Hijrah di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Rasyid Ridho, harus dengan sebenar-benarnya. Artinya orang yang berhijrah dari negerinya adalah untuk mendapatkan ridho Allah dengan menegakkan agama-Nya yang merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Allah
Dalam sejarah, ada seorang sahabat yang berhijrah karena ingin menikahi ummu Qois, bukan karena niat ikhlas taat kepada Allah dan Rosulnya. Maka Rosulullah saw bersabda :“Bahwasannya semua amal itu tergantung niatnya, dan bahwasannya apa yang diperoleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rosulnya maka hijrahnya itu akan diterima oleh Allah dan Rosulnya, dan barang siapa yang hijrahnya, karena mencari dunia atau karena wanita yang akan nikahinya maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang diniatkannya dalam hijrahnya itu. (HR Bukhori dan Muslim)
Hikmah yang harus kita ambil adalah bahwa segala aktifitas ibadah dan dakwah kita hanya semata-mata karena Allah, bukan karena yang lain, misalnya untuk mengisi waktu luang, atau sekedar nambah ilmu dan wawasan. Sehingga kita akan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan dakwah ini.
2. Ketaatan adalah Kewajiban, Bukan Pilihan
Allah swt berfirman :Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : Dalam keadaan bagaimana kamu ini? Mereka menjawab, Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah). Para Malaikat berkata : Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu? Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali (Annisa 97).Ayat diatas turun sehubungan dengan kasus lima orang pemuda muslim yang bergabung dengan kafir Makkah, lalu mati mengenaskan di perang badar oleh pasukan kaum muslimin. Tempat mereka adalah neraka jahannam sebagaimana firman Allah di atas. Persoalan ini berkaitan dengan sikap mereka yang tidak mau berhijrah bersama Rosulullah dari Makkah ke Madinah. Mereka tidak mau mengerti akan makna hijrah sebagaimana yang dilaksanakan Rosulullah dan para sahabatnya yang setia dan taat. Mereka mengira bisa melakukan siasat dan strategi sendiri dengan cara menyembunyikan keislamannya dengan tetap bergabung bersama-sama kafir Qurasy. Padahal Allah dan rosulNya telah memerintahkan hijrah. Maknanya adalah ketaatan terhadap Allah dan rosulNya, adalah kewajiban yang harus dijalankan, bukan suatu pilihan.
3. Yakin dengan Pertolongan Allah swt.Hijrah adalah rancangan dan strategi untuk melanjutkan perjuangan Dakwah Islam. Allah swt berfirman “Dan orang-orang yang beriman, berpindah dan berjuang di jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat perlindungan (kepada orang-orang yang berhijrah) dan memberikan pertolongan, itulah orang-orang yang sebenarnya beriman. Mereka beroleh ampunan dan rezeki yang berharga (Al-Anfal 74).Perjuangan yang dilalui Rosulullah dan para sahabat di Makkah tidaklah mulus dan ringan, tetapi jalan itu penuh onak dan duri, dan sangat berat sekali. Beliau dan kaum mukminin menerima berbagai cobaan, cercaan, teror, penyiksaan, propapaganda dan pembunuhan. Hal ini tidak hanya menimpa diri rosulullah, tetapi juga para sahabatnya. Kita tahu, kisah Bilal, keluarga Yasir (Yasir, Sumayah, Ammar bin Yasir), Abu Fakihah (budak Bani Abdid-Dar), Khabab bin Al-Art (budak Ummu Umar), dll. Daftar orang-orang yang disiksa karena mempertahankan agama Allah masih panjang. Bahkan Rosulullah dan para sahabat diboikot ekonomi selama tiga tahun, sehingga kekurangan pangan, kelaparan dan timbulnya penyakit. Bahkan diantara mereka ada yang menjadi syahidah sebelum peristiwa hijrah Nabi. Oleh karenanya Hijrah adalah salah satu pertolongan Allah untuk mengembangkan dakwah, setelah berjuang dengan sekuat tenaga, dengan sepenuh jiwa dan segenap hartanya
4. Kecintaan Terhadap RosulullahPeristiwa hijrah memberikan tauladan bagi kita, betapa para sahabat lebih mencintai rosulullah dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ali bin Abi Tholib, menggantikan tempat tidur rosulullah ketika malam itu beliau berangkat Hijrah dan kita tahu konsekuensi apa yang akan ditanggung oleh sahabat Ali ra.. Sedangkan Abu Bakar, menyertai rosulullah dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah. Al Bukhori meriwayatkan dari Anas, dari Abu Bakar, dia berkata : “Aku bersama Nabi saw di dalam gua. Kudongakkan kepala, dan kulihat kaki beberapa orang. Aku berkata, ‘Wahai Nabi Allah, andaikata mereka melongokkan pandangannya, tentu mereka akan melihat kita. Nabi saw berkata “ apa pikiranmu wahai Abu Bakar tentang dua orang, sedang yang ketiga adalah Allah”. Kekhawatiran Abu Bakar bukan sekedar tertuju pada nasib dirinya, tetapi yang paling pokok adalah kekhawatiran terhadap nasib Rosulullah.
Dalam hal ini dia berkata “Jika aku terbunuh, maka aku hanyalah seorang manusia, namun jika engkau yang terbunuh, maka umat tentu akan binasa. (Siratir-Rosul, SyaikhAbdullah Annajdy).
BAGI MASYARAKAT DAN NEGARA
1. Mengoptimalkan peran MasjidLangkah pertama yang dilakukan rosulullah adalah membangun masjid. Masjid yang dibangun bukan sekedar sebagai tempat sholat semata, tetapi juga sebagai madrasah tempat transfer ilmu dan bimbingan, sebagai balai pertemuan, tempat memepersatukan berbagai kabilah, sebagai tempat mengatur segala urusan, dan sekaligus sebagai gedung parlemen untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.
2. Persaudaraan dan PersatuanBerkenaan dengan peristiwa hijrah, rosulullah juga berhasil mempersatukan suku Aus dan Suku Kahraj yang sebelumnya saling bermusuhan. Mereka dipersatukan dengan dasar aqidah islam. Rosulullah juga mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Persaudaraan ini semata-mata berdasarkan aqidah yang sama. Langkah ini untuk menegaskan, bahwa ikatan persatuan dan persaudaraan kaum muslimin haruslah berdasarkan aqidah, bukan berdasarkan kesukuan, kedaerahan, kemaslahatan, kebangsaan dan sebagainya yang bermuara pada ikatan kejahiliyahan.
Makna persaudaraan ini menurut Muahmmad Al-Ghazaly, agar fanatisme Jahiliyah menjadi cair dan tidak ada sesuatu yang dibela kecuali Islam. Disamping itu, agar perbedaan-perbedaan keturunan, warna kulit dan daerah tidak mendominasi, agar seseorang tidak merasa lebih unggul dan merasa lebih rendah kecuali karena ketaqwaanya.
Rosulullah saw menjadikan persaudaraan ini sebagai ikatan yang benar-benar harus dilaksanakan, bukan sekedar ucapan semata, lalu setelah itu hilang tak berbekas. Al-Bukhory meriwayatkan bahwa tatkala Muhajirin tiba di Madinah, maka Rosulullah saw mempersaudarakan antara Abdurrahman bin ‘Auf dengan Sa’d bin Ar-Rabi’.
Sa’d berkata kepada Abdurrahman : ”Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya dikalangan Anshor. Ambillah separoh hartaku itu menjadi dua. Aku juga mempunyai dua istri. Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya habis, maka kawinilah ia”. Itulah gambaran indah, dari persaudaraan mereka. Ini menunjukkan kaum Anshor yang rela berkorban, mencintai, dan menyayangi saudaranya. Maka kaum Muhajirin tidak menerima dari saudaranya Anshor, kecuali sekedar makanan yang bisa menegakkan tulang punggungnya.
3. Masyarakat Jahiliyah Menjadi Masyarakat Islam.
Awal Rosulullah di Yastrib, Rosulullah memulai aktifitas membangun pilar-pilar masyarakat berdasarkan Islam. Pranata, tradisi, dan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat semua harus berdasarkan Islam. Sistem jahiliyah (sistem di luar islam) diganti, sehingga menjadi masyarakat Islam. Realitas kondisi masyarakat sekarang adalah sama dengan masyarakat jahiliyah. Semua aturan, pranata, tradisi dan perilaku tidak berdasarkan Islam. Oleh karena itu masyarakat sekarang perlu “berhijrah” untuk membuang jauh sistem jahiliyah menjadi sistem islam.
4. Tonggak berdirinya Negara Islam
Rosulullah segera menyusun Piagam Madinah sebagai konstitusi negara berlandaskan aqidah Islam, dan menjadikan hukum-hukum Allah sebagai hukum yang berlaku bagi masyarakat. Piagam ini diawali dengan kalimat “Bismillahirrahmaanirrahiim” yang mencerminkan piagam ini dibuat dalam konteks ketaqwaan kepada Allah swt. Dan pasal terakhir dari piagam ini berbunyi “Perkara apapun yang kalian perselisihkan, harus dikembalikan kepada Allah swt dan Muhammmad saw. Maka dengan hijrah Rosulullah dan para sahabatnya ke Madinah, dengan ditetapkannya Piagam Madinah, dengan diterapkannya hukum Islam dan Rosulullah saw sebagai pemimpin, maka peristiwa hijrah adalah awal ditegakkannya Negara Islam. Oleh karena itu kita harus yaqin dengan tegaknya kembali Kekuasaan Islam, sebagaimana firman Allah swtDan Allah telah berjanji kepada orang -orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh diantara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan orang-orang mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Sungguh-sungguh akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoiNya untuk mereka; dan sungguh-sungguh akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka dalam ketakutan, menjadi aman sentosa (QS Annur, 55)
5. Tonggak Kebangkitan Dakwah
Setelah hijrah Rosulullah dari Makkah ke Madinah, perkembangan dakwah Islam begitu pesat. Sebagai gambaran, periode Makkah ibarat menarik tali busur ke belakang sebagai ancang-ancang , sedangkan periode Madinah bagaikan anak panah lepas dari tali busurnya. Dakwah Islam menyebar ke segala penjuru dan mereka berbondong-bondong masuk Islam dari berbagai wilayah. Inilah wujud dari janji Allah. Pada perkembangan selanjutnya Islam meliputi seluruh Jazirah Arab, termasuk Syam dan Yaman. Islam juga menyebar sampai Persia dan Romawi. Islam juga sampai Afrika dan Eropa, dan terakhir kekuasaan Islam menguasai dua pertiga wilayah dunia. Sungguh suatu pencapaian yang sangat menakjubkan
PENUTUP
Peristiwa hijrah Rosulullah memang telah berlalu selama 1428 tahun. Tetapi makna dan spirit hijrah harus tetap tertanam dalam hati dan jiwa kaum muslimin. Kaum muslimin harus ”berhijrah” dengan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah menuju kepada ketaatan kepada Allah swt, sebagaimana sabda Rosulullah saw:”Orang yang berhijrah adalah yang (meninggalkan) apa-apa yang dilarang oleh Allah swt. (HR Bukhori)
Tahun Baru Hijriah segera menjelang, akankah berlalu begitu saja?
Wallohu a’lam bi ashshowab

Di balik Hikmah Hijrah

MAKNA HIJRAH
Para pembaca mungkin sedikit banyak sudah mengetahui bagaimana proses hijrah Rasulullah saw bersama sahabatnya Abu Bakar ra. ke Madinah.

Semua kita tahu bahwa Rasulullah berhasil sampai di negri tujuan hijrah, Madinah Munawwarah. Kita juga tahu Rasulullah bersama para sahabat dan kaum muslimin berhasil membangun sebuah peradaban dan memiliki kekuasaan yang jangkauannya cukup luas. Kita sama-sama tahu di masa Rasulullah, Islam telah tersebar ke banyak negri. Tapi ada satu hal yang mungkin kita perlu cermati bersama.
Memang kemenangan dan keberhasilan tergantung pada pertolongan Allah. Tapi pertolongan Allah tidak turun begitu saja, sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah saw ketika berhijrah.
Rasulullah terlebih dahulu melakukan berbagai usaha. Rasulullah saw meminta Ali bin Abi Thalib ra. untuk tidur di peraduan beliau saw dan menggunakan selimut beliau.
Beliau saw juga sudah memperhitungkan bahwa musuhnya akan mengejar ke arah Madinah. Untuk itu ia dan sahabatnya Abu Bakar besembunyi di Gua Tsur yang letaknya berlawanan dengan arah Madinah. Rasulullah dan Abu Bakar tinggal di gua ini selama tiga hari.
Untuk menghilangkan jejak perjalanan Rasulullah dan Abu Bakar ra. ke Gua Tsur, mereka meminta Amir bin Fuhairah, mantan budak Abu Bakar untuk menggembalakan kambing di sekitar dan sepanjang jalan ke gua. Selain itu susu kambingnya dapat mereka ambil pula.
Selama tiga hari bersembunyi di gua, Rasulullah dan Abu Bakar tidak kekurangan makanan. Karena Asma, putri Abu Bakar senantiasa menyuplai makanan buat mereka.
Untuk mengetahui keadaan lawan, Rasulullah saw menyuruh Abdullah bin Abu Bakar menginap bersama mereka di gua. Sebelum matahari terbit, Abdullah sudah berada lagi di Mekkah. Sehingga Rasulullah dapat mengetahui rencana para kafir Quraisy yang terus mengejar dan ingin membunuhnya.
Setelah dirasa keadaan cukup aman, Rasulullah dan Abu Bakar meninggalkan gua Tsur dan meneruskan perjalanan ke arah selatan. Setelah melewati daerah pantai dan daerah sepi yang nyaris tak pernah dilewati orang, mereka berbalik ke arah utara menuju Madinah.
Berbagai upaya yang dilakukan Rasulullah ini, hanya merupakan usaha manusia semata yang dilakukan secara maksimal. Adapun mengenai keberhasilan dan kegagalan merupakan hak Allah yang menentukannya.
Buktinya, walaupun Ali bin Abu Thalib diminta Rasulullah menggantikan posisinya di tempat tidur beliau, tetap saja ada yang mengetahui bahwa Rasulullah telah tidak di rumahnya. Pada saat itulah pertolongan Allah turun. Allah menutup mata dan hati para kafir Quraisy yang mengepung rumah Rasulullah saw.
Meskipun sudah memperhitungkan secara matang, tetap saja para kafir Quraisy berhasil sampai di mulut Gua Tsur –tempat Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi-. Namun karena adanya kekuasaan Allah yang mampu menggetarkan hati orang-orang kafir. Mereka tidak melongok ke dalam gua. Kekuasaan Allah pulalah yang memerintahkan burung merpati untuk bertelur di pintu gua. Allah pulalah yang berperan dengan memerintahkan laba-laba untuk merangkai sarangnya menutupi pintu gua.
Rasulullah dan Abu Bakar sudah memilih jalan yang aman menuju Madinah, tetap saja Suraqah bin Naufal mampu menemukan mereka. Lagi-lagi hanya karena pertolongan Allah yang menyebabkan kaki kuda Suraqah terperosok sehingga menyebabkan tak sanggup menangkap dan membunuh Rasulullah saw.
Begitulah perjuangan. Ia tak hanya cukup dengan kerja keras dan usaha maksimal, tapi juga memerlukan bantuan dari Allah. Sebaliknya, bantuan dari Allah tak bisa turun begitu saja. Ia memerlukan usaha yang maksimal. Dua faktor ini ibarat mata keping uang yang tak bisa dipisahkan.
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad (47):7)

Sunday, December 6, 2009

SUMANTO - ABU IHSAN: Membangun Kekuatan Spiritual

Silahkan anda link ke sini

Membangun Kekuatan Spiritual

MEMBANGUNKAN KEKUATAN SPIRITUAL

Spritualiti dalam diri seseorang Muslim adalah perasaan tunduk dan tawadhuk kepada Allah Sang Pencipta; pada kekuasaan dan ilmuNya yang muncul lantaran kesedarannya terhadap hubungannya dengan Nya.

Spiritualiti yang meningkat akan menjadikan seorang muslim sentiasa hidup dalam suasana iman.Dia pun akan semakin tegas dan istiqomah dalm sikap dan langkah hidupnya.Dia akan semakin terikat dengan syariat Allah swt dengan perasaan redha dan tenteram.Perasaan redha dan tenteram dengan syariat Allah swt, itu akan menjadikannya kuat dalam menghadapi segala persoalan hidup.

Dikisahkan bahawa ketika mendengar khabar tentang kedatangan pasukan Quraisy yang jumlahnya cukup besar sedang menuju di Badar dengan memberikan pukulan yang mematikan terhadap Muhammad dan kawan-kawannya, Rasulullah saw sebagai kepala Negara sekaligus panglima perang, bermusyawarah dengan para sahabatnya dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Rasulullah saw bersabda kepada mereka, “Makkah telah melontarkan bahagian besar kekuatannya.”

Rasulullah pun bersabda, “Bagaimana pendapat kalian?”

Saad bin Muadz ra salah seorang pemimpin Ashar mengatakan, “ Kami bukanlah orang-orang Yahudi yang mengatakan kepada Musa, ‘ Pergilah engkau bersama Tuhanmu berperang, sementara kami tinggal di sini! ’ Namun kami adalah orang yang mengatakan, ‘Pergilah Anda bersama Tuhan Anda berperang dan kami akan berangkat menyertai anda berdua…!’ Oleh itu, sekalipun engkau berjalan memerangi musuh ke Barkul Ghumud (suatu daerah di Yaman) , pasti kami akan menyertaimu, wahai Rasulullah !”

Rasulullah saw pun gembira dengan pernyataan yang menunjukkan keberanian dan semanagat tempur yang tinggi. Dalam pertempuran itu kaum muslim menang dan berhasil membunuh 70 orang Quraisy termasuk tokoh-tokohnya seperti Abu Jahal, Umayyah, Utbah, dan Syaibah bin Rabiah, serta menawan 70 lainnya. (lihat : Ibnu Katsir, Al BIdayah wa an-Nihayah, 3/14-15)

Itulah kekuatan yang muncul lantaran kesedaran akan hubungan dengan Allah swt. Hal ini juga tampak pada kesungguhan kaum muslim di dalam Perang Mu’tah yang jumlahnya cuma 3000 orang ketika bertempur melawan 200 000 pasukan Romawi dan gabungan pasukan Arab di daerah Utara.Tiga orang Panglima yang diutus Rasulullah saw pada saat itu , Jenderal Zaid bin Haritsah, Jenderal Ja’far bin Abi Talib, dan Jenderal Abdullah bin Rawahah gugur sebagai syuhada setelah bertempur dengan kekuatan yang luar biasa . Salah seorang di antara ketiga panglima itu, Jenderal Abdullah bin Rawahah memberikan dorongan yang menghasilkan kekuatan Spiritual yang sungguh luar biasa. Sebab sebelumnya terjadi musyawarah untuk mengambil langkah yang tepat , mengingat kekuatan yang dihadapi kaum muslim sangat besar sekali. Abdullah bin Rawahah mengharapkan agar pasukan tidak berundur dan meminta bantuan pasukan kepada Rasulullah. Dia berkata, “Wahai kaum muslim, sesungguhnya yang paling kami sukai pada saat kalian keluar(dari benteng/kota Madinah untuk berjihad) adalah kalian mencari syahadah (mati syahid), kita tidak memerangi manusia dengan jumlah personal, juga tidak memerangi mereka dengan kekuatan dan banyaknya pasukan yang kita miliki, kita tidak memerangi mereka melainkan denagn agama yang dengannya Allah telah memuliakan kita. Kerana itu , berangkatlah . Sesungguhnya hasil dari perang ini hanyalah satu diantara kebaiakn : Menang atau mati syahid !” ( Lihat : Ibnu Katsir, Al bidayah wa an Nihayah, III/428)

Spiritualiti seorang Muslim menghasilkan rasa takut kepada Allah ( khasyiatullah). Rasa takut kepada Allah swt, itu menjadikannya memiliki kekuatan dan ketegaran yang luar biasa. Ketika kaum muslim dikepung dalam Perang Ahzab, orang-orang munafik cuba menakut-nakuti mereka. Namun, kaum Muslim tidak gentar sama sekali.

Para ulama yang benar-benar konsisten dengan ilmu yang mereka miliki adalah orang yang takut kepada Allah. Khasyitullah yang mereka miliki itu membuat mereka memiliki kekuatan spiritual sehingga berani dan merasa ringan menyampaikan nasihat kebenaran kepada para penguasa.

Suatu ketika salah seorang murid seorang ulama besar Al-Izz bin Abdus Salam bertanya kepada gurunya tatkala gurunya menasihati seorang penguasa, “ Wahai guru, apakah Anda tidak takut kepadanya?” Al-Izz menjawab, “Demi Allah, wahai anakku, sungguh aku telah menghadirkan kewibawaan Allah swt, dalam diriku sehingga penguasa(sultan) itu dihadapanku seperti seekor kucing.” (Lihat: Fauzi Sanqarith, Taqarrub ila Allah)

Kekuatan spiritual bukanlah mistik atau kesaktian yang muncul kerana membaca zikir-zikir tertentu. Bukan itu, kekuatan itu muncul lantaran keyakinan akan takdir allah, keyakinan akan ajal, sikap tawakal yang benar, dan keyakinan bahwa Allah swt pasti akan menolong orang-orang Mukmin ( Lihat : QS Ar Rum : 47)

Keyakinan akan mendapatkan pertolongan dan perlindungan Allah swt akan tertanam dalam diri seorang muslim manakala dia dekat denganNya. Bagaimana caranya?

Dalam sebuah hadis qudsi Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya Allah telah berfirman :

Siapa yang memusuhi Kekasihku (waliku) maka Aku akan menyatakan perang kepadanya.Tidaklah mendekat kepadaKu seorang hambaKu dengan sesuatu yang lebih Kusukai daripada dia menjalankan kewajipan yang telah Kufardhukan .Tidak henti-hentinya seorang hambaKu mendekat kepadaKu dengan melakukan amalan-amalan sunnah hingga Aku menyukainya . Bila Aku telah suka kepadanya, maka Akulah yang akan menjadi pendengarannya, penglihatannya dan tangannya yang digunakan , dan menjadi kaki yang dijalankannya.Apabila dia memohon kepadaKu pasti Kukabulkan, dan jika dia berlindung kepadaKu pasti Kulindungi.
(HR Al Bukhari.Lihat : Imam An Nawawi, Riyadh Ash Shalihin Bab Mujahadah)

Kalau kesedaran spiritual kaum Muslim telah mencapai taraf itu, InsyaAllah kaum Muslim memiliki kekuatan tiada tandingan.

Saturday, December 5, 2009

Character Building in Islam

Character Building in Islam


Ethics, Morality and Character: Moral System in Islam
By III&E

Islam has laid down some universal fundamental rights for humanity as a whole, which are to be observed and respected under all circumstances. To achieve these rights, Islam provides not only legal safeguards, but also a very effective moral system. Thus, whatever leads to the welfare of the individual or the society is morally good in Islam and whatever is injurious is morally bad. Islam attaches so much importance to the love of God and love of man that it warns against too much formalism. We read in the Qur'an:

It is not righteousness that you turn your faces towards the East or West; but it is righteousness to believe in God and the Last Day and the Angels, and the Book, and the Messengers; to spend of your substance, out of love for Him, for your kin, for orphans, for the needy, for the wayfarer, for those who ask, and for the freeing of captives; to be steadfast in prayers, and practice regular charity; to fulfil the contracts which you made; and to be firm and patient in pain and adversity and throughout all periods of panic. Such are the people of truth, the God-conscious. (2:177)

We are given a beautiful description of the righteous and God-conscious man in these verses. He should obey salutary regulations, but he should fix his gaze on the love of God and the love of his fellow-men.

We are given four directions:

a) Our faith should be true and sincere,

b) We must be prepared to show it in deeds of charity to our fellow-men,

c) We must be good citizens, supporting social organizations, and

d) Our own individual soul must be firm and unshaken in all circumstances.

This is the standard by which a particular mode of conduct is judged and classified as good or bad. This standard of dudgement provides the nucleus around which the whole moral conduct should revolve. Before laying down any moral injunctions, Islam seeks to firmly implant in man's heart the conviction that his dealings are with God, who sees him at all times and in all places; that he may hide himself form the whole world, but not from Him; that he may deceive everyone but cannot deceive God; that he can flee from the clutches of anyone else, but not from God's.

Thus, by setting god's pleasure as the objective of man's life, Islam has furnished the highest possible standard of morality. This is bound to provide limitless avenues for the moral evolution of humanity. By making Divine revelations as the primary source of knowledge, it gives permanence and stability to the moral standards which afford reasonable scope for genuine adjustments, adaptations and innovations though not for perversions, wild variation, atomistic relativism or moral fluidity. It provides a sanction to morality in the love and fear of God, which will impel man to obey the moral law even without any external pressure. Though belief in God and the Day of Judgement, it furnishes a force which enables a person to adopt the moral conduct with earnestness and sincerity, with all the devotion of heart and soul.

It does not, through a false sense of originality and innovation, provide any novel moral virtues, nor does it seek to minimize the importance of the will-know moral norms, nor does it give exaggerated importance to some and neglect others without cause. It takes up all the commonly known moral virtues and with a sense of balance and proportion it assigns a suitable place and function to each one of them in the total scheme of life. It widens the scope of man's individual and collective life - his domestic associations, his civic conduct, and his activities in the political, economic, legal, educational, and social realms. It covers his life from home to society, from the dining-table to the battle-field and peace conferences, literally from the cradle to the grave. In short, no sphere of life is exempt from the universal and comprehensive application of the moral principles of Islam. It makes morality reigh supreme and ensures that the affairs of life, instead of dominated by selfish desires and petty interests, should be regulated by norms of morality.

It stipulates for man a system of life that is based on all good and is free from all evil. It encourages the people, not only to practice virtue, but also to establish virtue and eradicate vice, to bid good and to forbid wring. It wants that their verdict of conscience should prevail and virtue must be subdued to play second fiddle to evil. Those who not respond to this call are gathered together into a community and given the name Muslim. And the singular object underlying the formation of this community (Ummah) is that it should make an organized effort to establish and enforce goodness and suppress and eradicate evil.

Here we furnish some basic moral teachings of Islam for various aspects of a Muslim's life. They cover the broad spectrum of personal moral conduct of a Muslim as well as his social responsibilities.

God-Consciousness

The Qur'an mentions this as the highest quality of a Muslim:

The most honorable among you in the sight of God is the one who is most God-conscious. (49:13)

Humility, modesty, control of passions and desires, truthfulness, integrity, patience, steadfastness, and fulfilling one's promises are moral values that are emphasized again and again in the Qur'an:

And God loves those who are firm and steadfast. (3:146)

And vie with one another to attain to your Sustainer's forgiveness and to a Paradise as vast as the heavens and the earth, which awaits the God-conscious, who spend for charity in time of plenty and in time of hardship, and restrain their anger, and pardon their fellow men, for God loves those who do good. (3:133-134)

Establish regular prayer, enjoin what is just, and forbid what is wrong; and bear patiently whatever may befall you; for this is true constancy. And do not swell your cheek (with pride) at men, nor walk in insolence on the earth, for God does not love any man proud and boastful. And be moderate in your pace and lower your voice; for the harshest of sounds, indeed, is the braying of the ass. (31:18-19)

In a way which summarizes the moral behavior of a Muslim, the Prophet (PBUH) said:

My Sustainer has given me nine commands: to remain conscious of God, whether in private or public; to speak justly, whether angry or pleased; to show moderation both when poor and when rich; to reunite friendship with those who have broken off with me; to give to him who refuses me; that my silence should be occupied with thought; that my looking should be an admonition; and that I should command what is right.

Social Responsibility

The teachings of Islam concerning social responsibilities are based on kindness and consideration of others. Since a broad injunction to be kind is likely to be ignored in specific situations, Islam lays emphasis on specific acts of kindness and defines the responsibilities and rights within various relationships. In a widening circle of relationship, then, our first obligation is to our immediate family - parents, spouse, and children - and then to other relatives, neighbors, friends and acquaintances, orphans and widows, the needy of the community, our fellow Muslims, all fellow human beings, and animals.

Parents

Respect and care for parents is very much stressed in the Islamic teaching and is a very important part of a Muslim's expression of faith.

Your Sustainer has decreed that you worship none but Him, and that you be kind to your parents. whether one or both of them attain old age in your life time, do not say to them a word of contempt nor repel them, but address them in terms of honor. And, out of kindness, lower to them the wing of humility and say: My Sustainer! Bestow on them Your mercy, even as they cherished me in childhood. (17:23-24)

Other Relatives

And render to the relatives their due rights, as (also) to those in need, and to the traveler; and do not squander your wealth in the manner of a spendthrift.

Neighbors

The Prophet (PBUH) has said:

He is not a believer who eats his fill when his neighbor beside him is hungry.

He does not believe whose neighbors are not safe from his injurious conduct.

Actually, according to the Qur'an and Sunnah, a Muslim has to discharge his moral responsibility not only to his parents, relatives and neighbors, but to the entire mankind, animals and trees and plants. For example, hunting of birds and animals for the sake of game is not permitted. Similarly, cutting down trees and plants which yield fruit is forbidden unless there is a pressing need for it.

Thus, on the basic moral characteristics, Islam builds a higher system of morality by virtue of which mankind can realize its greatest potential. Islam purifies the soul from self-seeking egotism, tyranny, wantonness and indiscipline. It creates God-conscious men, devoted to their ideals, possessed of piety, abstinence, discipline and uncompromising with falsehood. It induces feelings of moral responsibility and fosters the capacity for self-control. Islam generates kindness, generosity, mercy, sympathy, peace, disinterested goodwill, scrupulous fairness and truthfulness towards all creation in all situations. It nourishes noble qualities from which only good may be expected

Tuesday, December 1, 2009


குஞ்சுங்கன் கேர்ச கே இஸ்லாமிக் இன்டர்நேஷனல் ஸ்கூல் Singaoure

Saturday, June 6, 2009

Artikel

Karekteristik Ayah

1. Keteladanan
Suatu pagi, saya terperanjat ketika melihat cara putriku memakai sepatunya. Ia langsung memasukkan kakinya ke dalam sepatu tanpa melepas talinya. Rupanya selama ini ia memperhatikan bagaimana cara saya memakai sepatu. Karena malas membuka simpul tali sepatu, sering kali saya langsung memakainya tanpa membuka dan mengikat simpul tali sepatu.� Saya berusaha melarangnya dengan memberikan penjelasan bhw cara memakai sepatu seperti itu bisa mengakibatkan sepatu cepat rusak.� Namun hasilnya nihil. Ini merupakan satu contoh nyata bhw anak, terutama pada usia dini, mudah sekali mencontoh orangtuanya.� Tidak perduli apakah itu benar atau salah. Nasehat kita tidak ada manfaatnya, jika kita tetap melakukan apa yang kita larang.�
Apakah kita sudah memberikan teladan yang terbaik kepada anak-anak kita? Apakah kita lebih sering nonton TV dibandingkan membaca Al-Quran atau buku lain yang bermanfaat? Apakah kita lebih sering makan sambil jalan dan berdiri dibandingkan sambil duduk dengan membaca Basmallah? Apakah kita sholat terlambat dengan tergesa-gesa dibandingkan sholat tepat waktu? Apakah bacaan surat kita itu-itu saja?
Allah SWT berfirman dalam surat ash-shaff 61:2-3:
"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?� Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. "
Allah SWT juga mengingatkan untuk tidak bertingkah laku seperti Bani Israil dalam firmanNya dalam surat Al-Baqoroh 2:44
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?"
2. Kasih Sayang dan Cinta
Kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang yang tulus merupakan dasar penting bagi pendidikan anak.� Anak-anak usia dini tidak tahu apa namanya, tapi dengan fitrahnya mereka bisa merasakannya.� Lihatlah bagaimana riangnya sorot mata dan gerakan tangan serta kaki seorang bayi ketika ibunya akan mendekap dan menyusuinya dengan penuh kasih sayang.� Bayi kecilpun sudah mampu menangkap raut wajah yang selalu memberikan kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang dengan tulus, apalagi mereka yang sudah lebih besar.�
Dia berkata: "Aku sedang berada di dekat Rasulullah SAW.� Pada saat itu aku melihat al-Hasan dan al-Husein sedang digendong beliau.� Salah seorang diantara keduanya kencing di dada dan perut beliau.� Air kencingnya mengucur, lalu aku mendekati beliau.� Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan kedua anakku, jangan kau ganggu mereka sampai ia selesai melepaskan hajatnya.'� Kemudian Rasulullah SAW membawakan air." Dalam riwayat lain dikatakan, 'Jangan membuatnya tergesa-gesa melepaskan hajatnya.'
Bagaimana dengan kita? Sudahkan kita ungkapkan kecintaan kita yang tulus kepada anak-anak kita hari ini?
3. Adil
Siapa yang belum pernah dengar kata sibling rivalry dan favoritism? Jika belum dengar, maka ketahuilah! Siapa tahu kita termasuk orang yang telah melakukannya.� Seringkali kita terjebak oleh perasaan kita sehingga kita tidak berlaku adil, misalnya karena anak kita yang satu lebih penurut dibandingkan anak yang lain atau karena kita lebih suka anak perempuan daripada anak laki-laki dll.
Rasulullah SAW bersabda: "Berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu dalam pemberian." (HR Bukhari)
Masalah keadilan ini dikedepankan untuk mencegah timbulnya kedengkian diantara saudara.� Para ahli peneliti pendidikan anak berkesimpulan bahwa faktor paling dominan yang menimbulkan rasa hasad/ dengki dalam diri anak adalah adanya pengutamaan saudara yang satu di antara saudara yang lainnya.
Anak sangat peka terhadap perubahan perilaku terhadap dirinya.� Jika kita lepas kontrol, sesegera mungkin untuk memperbaiki, karena anak yang diperlakukan tidak adil bisa menempuh jalan permusuhan dengan saudaranya atau mengasingkan diri (menutup diri dan rendah diri).
4. Pergaulan dan Komunikasi
Seringkali kita berada dalam satu ruangan dengan anak-anak, tapi kita tidak bergaul dan berkomunikasi dengan mereka.� Kita asyiik membaca koran, mereka asyiik main video game, atau nonton TV.
Banyak ahadith yang menggambarkan bagaimana kedekatan pergaulan Rasulullah SAW dengan anak-anak dan remaja.� Beliau bercanda dan bermain dengan mereka.
Begitu pula dengan buku bacaan dan permainan lainnya.� Repotnya ada sebagian ayah yang tidak mau berkumpul dengan anak-anak, terutama yang menjelang dewasa karena takut� kehilangan wibawa atau kharismanya.� Ini pandangan yang keliru.� Yang lebih tepat adalah kita jaga keseimbangan, artinya kita tidak boleh terlalu kaku� dalam memegang kekuasaan dan kharisma, tetapi juga tidak boleh terlalu longgar.
5. Bijaksana Dalam Membimbing
Rasulullah SAW bersabda: "... Binasalah orang-orang yang berlebihan ..."�� (HR Muslim).�
Jadi metoda yang paling bijaksana dalam mendidik dan mengarahkan anak adalah yang konsisten dan� pertengahan - seimbang, yakni tidak membebaskan anak sebebas-bebasnya dan tidak mengekangnya; jangan terlalu sering menyanjung, namun juga jangan terlalu sering mencelanya. Bila ayah memerintahkan sesuatu kepada anaknya, hendaknya ayah melakukannya dengan hikmah, penuh kasih sayang, dan tidak lupa membumbuinya dengan canda seperlunya.� Jelaskan hikmah dan manfaatnya, sehingga anak termotivasi untuk melakukannya.� Jangan lupa juga untuk memperhatikan kondisi anak dalam melaksanakan perintah atau aturan tersebut.
Imam Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa melatih pribadi perlu kelembutan, tahapan dari kondisi yang satu ke kondisi yang lain, tidak menerapkan kekerasan, dan berpegang pada prinsip pencampuran antara rayuan dan ancaman.
6. Berdoa
Para nabi selalu berdoa dan memohon pertolongan Allah untuk kebaikan keturunannya.
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. " (Ibrahim:35) "Segala puji bagi Allah yang telah menganugrahkan kepadaku di hari� tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku." (Ibrahim:39- 40)

Friday, March 27, 2009

Artikel

Cara Pria Mengungkapkan Rasa

Berbagi adalah cara kita mengurangi beban perasaan. But please, jangan buru-buru mencapnya tidak bisa berempati bila reaksi si dia tidak sesuai harapan. Fakta2 di bawah ini akan membantu Anda2 para wanita untuk memahami isi hati pasangan anda.
1. SUSAH NGOMONG Memang susah meminta lelaki bicara. Ia sebenarnya berbicara seperti Anda, namun sayang lawan bicaranya bukan Anda, melainkan dirinya sendiri. Gaya bicara perempuan dan lelaki memang beda. Perempuan bicara di luar kepala, artinya orang lain bisa mendengar. Sementara lelaki berbicara di dalam kepalanya, artinya tidak ada yang tahu ataupun mengerti selain dirinya sendiri. Pantas…
2. STRES = BUNGKAM Lelaki tak memiliki wilayah otak yang kuat untuk berbicara. Itu sebabnya, ketika sedang merasa tertekan, mereka lebih memilih bungkam dan berhenti bicara. Ia akan menggunakan otak kanannya untuk mencari solusi dan mengunci otak kirinya yang berfungsi mendengar atau berbicara di saat yang bersamaan.
3. MAIN JADI PELARIAN Lelaki yang merasa tertekan biasanya akan mengundang atau mengajak lelaki lain untuk melakukan sesuatu seperti bermain golf, games, atau mengutak-atik mobil. Sambil menikmati permainan, mereka menguras otak kanannya untuk memecahkan masalah. Kok? Bagi mereka dengan merangsang wilayah kecakapan spesialnya (kemampuan menggambarkan bentuk, koordinat, proporsi dan geografis objek dalam pikiran) akan mempercepat penyelesaian masalah.
4. TAK TAHAN KELUHAN Sejak kecil, mereka dididik untuk menyembunyikan kelemahannya. Tegar dan memiliki kemampuan mengontrol emosi, itulah bayangan mereka tentang lelaki sejati. Tidak mengherankan apabila pada akhirnya mereka kurang memiliki toleransi terhadap keluhan, apalagi rengekan. Jika pasangannya mengeluh, ia merasa harus membantu. Jika frekuensi keluhan pasangannya sangat tinggi, maka ia akan merasa gagal membahagiakan pasangannya. Akibatnya, dia akan menarik diri dari kehidupan Anda.
5. SULIT MENANGIS Hati boleh teriris-iris, tapi menangis di depan Anda? No way! Sejak kecil lingkungan sudah melarang mereka untuk menangis. Memori ini membekas di kepala hingga dewasa. Lelaki akan benar-benar menangis hanya ketika mereka membuka segmen emosi yang ada di dalam otak. Sayangnya segmen tersebut jarang dibuka dan mereka lupa kuncinya. Akibatnya, mereka nyaris tak pernah meneteskan air mata di depan publik. Mungkin hanya laki-laki dalam sinetron saja yang royal air mata.
6. PANTANG UNGKAP PERASAAN Anda mungkin selalu bertanya-tanya, mengapa laki-laki selalu ingin tampil gagah? Mengapa ia tidak bisa sedikit saja menunjukkan pada Anda bagaimana perasaannya. Sekali lagi, itulah pria. Ketika marah atau bingung, ia lebih memilih untuk menahannya sendiri dan mengasingkan diri.
7. Mr. PENGENDALI EMOSI Pria akrab dengan emosi yang ditekan, kemarahan yang tidak terpecahkan, dan ketidak mampuan menyatakan perasaannya. Anak lelaki melihat karakteristik lelaki sejati dengan keberhasilan materi, ketenangan, kekuatan fisik dan psikologi. Lelaki jantan dalam pandangan mereka adalah pakar dalam mengendalikan diri.
8. GENGSI CURHAT Jika perempuan dapat dengan mudah curhat kepada teman perempuannya, lelaki merasa gengsi untuk bercerita tentang masalah pribadi dengan teman sesamanya. Memang kedengarannya aneh, tapi mereka menganggap teman sejenisnya sebagai saingan dan ia merasa tak nyaman menceritakan kelemahannya. Kalaupun ia akan menceritakan, ia akan lari ke teman perempuan. Jika di dunia ini sudah tak ada lagi perempuan, barulah mereka akan bicara pada teman lelakinya.
9. BENCI DIKASIHANI Ketika Anda melihat wajah kekasih Anda kecewa, sedih atau bete, tentu Anda ingin segera membantunya. Tapi, jangan coba-coba melakukan ini jika ia tidak minta bantuan. Niat baik perempuan untuk membantu lelaki yang sedang bermasalah tidak selalu positif. Karena umunya bantuan perempuan akan membuat dia merasa tertekan. Ia akan merasa kemampuannya dipertanyakan.
10. CEPAT MELUPAKAN MASALAH Anda mungkin seringkali bertengkar dengan pasangan. Terkadang bukan pertengkarannya yang bikin dongkol, tapi babak setelah pertengkaran itu terjadi. Gimana nggak sebel, Anda masih sakit hati, eh dia bersikap seolah tidak perduli. Mereka bukannya sok tidak peduli, tapi mereka tidak sadar bahwa perasaan Anda terluka, atau menganggap persoalan telah selesai. Lelaki memang sulit memahami sakit hati Anda karena perasaannya tidak terlalu peka. Ia menganggap kata-kata yang dilontarkannya saat bertengkar tidak menyinggung perasaan Anda sama sekali.

Monday, March 2, 2009

Info

8ALASAN
SMAI ALAZKA MENJADI
RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL ( RSBI)

1. Tahun 2008/2009 SMAI Alazka menerapkan Model Pembelajaran Moving Class dan Tahun 2009/2010 SMAI Alazka akan menerapkan Sistem SKS, Siswa bisa lebih cepat lulus.
2. Proses Pembelajaran berbasis IT
3. Kurikulum yang dikembangkan berbasis pada pembentukan karakter ( Character Building )
4. Kurikulum Cambridge menjadi Kurikulum Suplemen Mapel MIPA & TIK
5. Sudah melakukan Kerjasama dengan MMU Malaysia dan sekarang baru penjajakan Sister School dengan sekolah-2 di malaysia & Singapura.
6. Semua ruang terpasang LCD & semua guru memiliki Lap Top serta menggunakan dalam pembelajaran.
7. Memiliki jaringan Internet dan dapat di akses melalui Wirelles ke semua PC & Lap Top, sebagai sumber Belajar.
8. Telah merancang pembelajaran berbasis WEB, dg menjadikan Web Alazka media Informasi dan juga setiap guru Memiliki Blog Spot di internet.














Info

8
ALASAN
KENAPA KITA MEMILIH SMAI ALAZKA

1. Hasil Akreditasi tahun 2007 terbaik se Jakarta Utara dengan Nilai 96,05. Dan terbaik Se-DKI untuk komponen Kurikulum.
2. Hasil UAN Tahun 2007/2008 meraih peringkat ke 29 dari 405 sekolah SMA Se-DKI dengan rata-rata 8,10.
3. Tahun Pelajaran 2007/2008 terdapat 48,1% lulusan SMAI Alazka di terima PTN ( 8 orang di UI & 4 Orang melalui jalur PMDK)
4. Tiga Tahun terakhir telah menjuarai 1 kali even tingkat internasional, 10 Kali tingkat Nasional dan 30 kali tingkat DKI.
5. Memiliki Jam Layanan Belajar 1 jam setiap hari.
6. Tahun 2008/2009 SMAI Alazka menerapkan Model Pembelajaran Moving Class
7. Tahun 2004 berdasarkan SK Dinas Dikmenti No. 206a/2004 SMAI Alazka di tetapkan menjadi Sekolah Plus Unggulan Nasional. Kemudian pada Tahun 2006 Dikmenti kembali menetapkan SMAI Alazka menjadi Sekolah Berstandar Nasional( SSN), berdasarkan SK No. 460/2006. Kemudian pada tahun 2008 melalui MOU dengan Diknas Dikementi Jakarta kembali SMAI ALAZKA di Kukuhkan menjadi Sekolah Katagori Mandiri / Sekolah Standar Nasional ( SSN)
8. Tahun Pelajaran 2009/2010 SMAI ALAZKA Menuju Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional.

Monday, February 23, 2009

GAIRAHCINTA&UKHUAH


Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwwah

sumber : KH Rahmat Abdullah (Alm)Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya saling memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya saling bermusuhan akhirnya saling berkasih sayang. Sangat dalam pesan yang disampaikan Kanjeng Nabi SAW : "Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih yang kau cintai." (HSR Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari). Ini dalam kaitan interpersonal. Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve kecuali reserve syar'i yang menggariskan aqidah "La tha’ata limakhluqin fi ma’shiati’l Khaliq". Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam berma'siat kepada Alkhaliq. (HSR Bukhari, Muslim, Ahmad dan Hakim).Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu adalah : "Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah garis rahabatus’ shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak (upper) tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan diri).Bagi kesejatian ukhuwah berlaku pesan mulia yang tak asing di telinga dan hati setiap ikhwah : "Innahu in lam takun bihim falan yakuna bighoirihim, wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi" (Jika ia tidak bersama mereka, ia tak akan bersama selain mereka. Dan mereka bila tidak bersamanya, akan bersama selain dia). Karenanya itu semua akan terpenuhi bila ‘hati saling bertaut dalam ikatan aqidah’, ikatan yang paling kokoh dan mahal. Dan ukhuwah adalah saudara iman sedang perpecahan adalah saudara kekafiran (Risalah Ta'lim, rukun Ukhuwah).Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah Karena bersaudara di jalan ALLAH telah menjadi kepentingan dakwah-Nya, maka "kerugian apapun" yang diderita saudara-saudara dalam iman dan da'wah, yang ditimbulkan oleh kelesuan, permusuhan ataupun pengkhianatan oleh mereka yang tak tahan beramal jama'i, akan mendapatkan ganti yang lebih baik. "Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da'wah ini. Ada yang sejak 20 tahun terakhir dalam kesibukan yang tinggi, tidak pernah terganggu oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da'wah atau oleh urusan yang merugikan da'wah. Mengapa ? Karena sejak awal yang bersangkutan telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da'-wah dan menepiskan kepentingan lainnya. Ini jauh dari fikiran nekad yang membuat seorang melarikan diri dari tanggungjawab keluarga.Ada seorang ikhwah sekarang sudah masuk jajaran masyaikh. Dia bercerita, ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing, untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana yang kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu. Mereka mengontrak rumah petak sederhana. "Begitu harus berangkat (berdakwah-red) mendung menggantung di wajah pengantinku tercinta", tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan bingung, seakan doktrin da’wah telah mengelupas. Kala itu jarang da’i dan murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij sang abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik panggilan ibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?" Sekarang yang membingungkan justru "Zauji au da’wati" : Isteriku atau da’wahku ?".Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00. Dia katakan pada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam da’wah. Apa pantas sesudah da’wah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan da’wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya tapi kita pun cinta Allah". Dia pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari. Beberapa tahun kemudian setelah beranak tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan anak-anaknyalah yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal dirumah? Sekarang ini keluarga da’wah tersebut sudah menikmati berkah da’wah.Lain lagi kisah sepasang suami istri yang juga dari masyarakat da’wah. Kisahnya mirip, penyikapannya yang berbeda. Pengantinnya tidak siap ditinggalkan untuk da’wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absen dalam pertemuan kader (liqa’). Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna waahluna : kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (Qs. 48:11). Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya harus hadir dalam tugas-tugas da’wah". Pada giliran berangkat keesokan harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. "Wah ia yang sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?". Maka ia pun absen lagi dan dimuhasabah lagi sampai dan menangis-nangis lagi. Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika harus berangkat ternyata ujian dan cobaan datang kembali dan iapun tak hadir lagi dalam tugas-tugas dak-wah. Sampai hari ini pun saya melihat jenis akh tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum da’wah, baik halaqah atau pun musyawarah yang keseluruhannya penuh berkah. Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh ikhwah berwajah jernih berhati ikhlas ? Saya tak tahu apakah mereka menemukan sesuatu yang lain, "in lam takun bihim falan takuna bighoirihim".Di Titik Lemah Ujian Datang Akhirnya dari beberapa kisah ini saya temukan jawabannya dalam satu simpul. Simpul ini ada dalam kajian tematik ayat QS Al-A’raf Ayat 163 : "Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka tidak bersabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji mereka karena kefasikan mereka". Secara langsung tema ayat tentang sikap dan kewajiban amar ma’ruf nahyi munkar. Tetapi ada nuansa lain yang menambah kekayaan wawasan kita. Ini terkait dengan ujian.Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari belajar, tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan sepanjang hanya ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian kesabaran, keikhlasan, keteguhan dalam berda’wah lebih sedikit waktunya dibanding berbagai kenikmatan hidup yang kita rasakan. Kalau ada sekolah yang waktu ujiannya lebih banyak dari hari belajarnya, maka sekolah tersebut dianggap sekolah gila. Selebih dari ujian-ujian kesulitan, kenikmatan itu sendiri adalah ujian. Bahkan, alhamdulillah rata-rata kader da’wah sekarang secara ekonomi semakin lebih baik. Ini tidak menafikan (sedikit) mereka yang roda ekonominya sedang dibawah.Seorang masyaikh da’wah ketika selesai menamatkan pendidikannya di Madinah, mengajak rekannya untuk mulai aktif berda’wah. Diajak menolak, dengan alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang dan kalau berda’wah, da’wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian mereka bertemu. "Ternyata kayanya kaya begitu saja", ujar Syaikh tersebut.Ternyata kita temukan kuncinya, "Demikianlah kami uji mereka karena sebab kefasikan mereka". Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum’at jam 11.50 datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da’wah datang orang menyibukkan mereka dengan berbagai cara. Tapi kalau mereka bisa melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti kapal pemecah es. Bila diam salju itu tak akan me-nyingkir, tetapi ketika kapal itu maju, sang salju membiarkannya berlalu. Kita harus menerobos segala hal yang pahit seperti anak kecil yang belajar puasa, mau minum tahan dulu sampai maghrib. Kelezatan, kesenangan dan kepuasan yang tiada tara, karena sudah berhasil melewati ujian dan cobaan sepanjang hari.Iman dan Pengendalian Kesadaran Ma’iyatullah Aqidah kita mengajarkan, tak satupun terjadi di langit dan di bumi tanpa kehendak ALLAH. ALLAH berkuasa menahan keinginan datangnya tamu-tamu yang akan menghalangi kewajiban da’wah. Apa mereka fikir orang-orang itu bergerak sendiri dan ALLAH lemah untuk mencegah mereka dan mengalihkan mereka ke waktu lain yang tidak menghalangi aktifitas utama dalam da’wah? Tanyakan kepada pakarnya, aqidah macam apa yang dianut seseorang yang tidak meyakini ALLAH menguasai segalanya? Mengapa mereka yang melalaikan tugas da’wahnya tidak berfikir perasaan sang isteri yang keberatan ditinggalkan beberapa saat, juga sebenarnya batu ujian yang dikirim ALLAH, apakah ia akan mengutamakan tugas da’wahnya atau keluarganya yang sudah punya alokasi waktu ? Yang ia beri mereka makanan dari kekayaan ALLAH ?Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam berukhuwah, yang gerah dan segera ingin pergi meninggalkan kewajiban liqa’, syuro atau jaulah. Bila mereka bersabar melawan rasa gerah itu, pertarungan mungkin hanya satu dua kali, sesudah itu tinggal hari-hari kenikmatan yang luar biasa yang tak tergantikan. Bahkan orang-orang salih dimasa dahulu mengatakan "Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majlis ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang". Sayang hal ini tidak bisa dirampas, melainkan diikuti, dihayati dan diperjuangkan. Berda’wah adalah nikmat, berukhuwah adalah nikmat, saling menopang dan memecahkan problematika da’wah bersama ikhwah adalah nikmat, andai saja bisa dikhayalkan oleh mereka menelantarkan modal usia yang ALLAH berikan dalam kemilau dunia yang menipu dan impian yang tak kunjung putus.Ayat ini mengajarkan kita, ujian datang di titik lemah. Siapa yang lemah di bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji di bidang keuangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang keuangan, jangan berani-berani memegang amanah keuangan kalau kamu lemah di uang hati-hati dengan uang. Yang lemah dalam gengsi, hobi popularitas, riya’ mungkin– dimasa ujian – akan menemukan orang yang terkesan tidak menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin diuji dengan jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun.Yang lemah dalam kejujuran mungkin selalu terjebak perkara yang membuat dia hanya ‘selamat’ dengan berdusta lagi. Dan itu arti pembesaran bencana.Kalau saja Abdullah bin Ubay bin Salul, nominator pemimpin Madinah (d/h Yatsrib) ikhlas menerima Islam sepenuh hati dan realistis bahwa dia tidak sekaliber Rasulullah SAW, niscaya tidak semalang itu nasibnya. Bukankah tokoh-tokoh Madinah makin tinggi dan terhormat, dunia dan akhirat dengan meletakkan diri mereka dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW ? Ternyata banyak orang yang bukan hanya bakhil dengan harta yang ALLAH berikan, tetapi juga bakhil dengan ilmu, waktu, gagasan dan kesehatan yang seluruhnya akan menjadi beban tanggungjawab dan penyesalan.Seni Membuat Alasan Perlu kehati-hatian – sesudah syukur – karena kita hidup di masyarakat Da’wah dengan tingkat husnuzzhan yang sangat tinggi. Mereka yang cerdas tidak akan membodohi diri mereka sendiri dengan percaya kepada sangkaan baik orang kepada dirinya, sementara sang diri sangat faham bahwa ia tak berhak atas kemuliaan itu. Gemetar tubuh Abu Bakar RA bila disanjung. "Ya ALLAH, jadikan daku lebih baik dari yang mereka sangka, jangan hukum daku lantaran ucapan mereka dan ampuni daku karena ketidaktahuan mereka", demikian ujarnya lirih. Dimana posisi kita dari kebajikan Abu Bakr Shiddiq RA ? "Alangkah bodoh kamu, percaya kepada sangka baik orang kepadamu, padahal engkau tahu betapa diri jauh dari kebaikan itu", demikian kecaman Syaikh Harits Almuhasibi dan Ibnu Athai'Llah.Diantara nikmat ALLAH ialah sitr (penutup) yang ALLAH berikan para hamba-Nya, sehingga aibnya tak dilihat orang. Namun pelamun selalu mengkhayal tanpa mau merubah diri. Demikian mereka yang memanfaatkan lapang hati komunitas da’wah tumbuh dan menjadi tua sebagai seniman maaf, "Afwan ya Akhi".Tetapi ALLAH-lah Yang Memberi Mereka Karunia Besar Kelengkapan Amal Jama’i tempat kita ‘menyumbangkan’ karya kecil kita, memberikan arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan ini telah melahirkan kebesaran bersama. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama’i kita, tanpa harus mengklaim telah berjasa kepada Islam dan da’wah. "Mereka membangkit-bangkitkan (jasa) keislaman mereka kepadamu. Katakan : ‘Janganlah bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi kekuatan Islam, (sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu karunia besar dengan membimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang jujur" (Qs. 49;17).ALLAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da’wah. Ini adalah karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa, lalu – karena ketidakpuasan yang lahir dari konsekwensi bergaul dengan manusia yang tidak maksum dan sempurna – menung-gu musibah dan kegagalan, untuk kemudian mengatakan : "Nah, rasain !" Sepantasnya bayangkan, bagaimana rasanya bila saya tidak bersama kafilah kebahagiaan ini?.Saling mendo’akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak nampak motivasi lain bagi saudara yang berdoa itu. ALLAH akan mengabulkannya dan malaikat akan mengamininya, seraya berkata : "Untukmu pun hak seperti itu", seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah dan jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yang saling mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman dan cinta fi'Llah.Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.[]

Tuesday, February 17, 2009

PERANGBADAR

Perang Badar Kubra (bagian 1) Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com - Rasulullah saw. dan generasi awal umat ini benar-benar menyadari bahwa masyarakat paganis ekstrim dari keturunan Quraisy –dan semua kelompok yang sejenis dengannya– tidak akan pernah membiarkan umat Islam begitu saja memperoleh kebebasan beragama mereka di Kota Yatsrib, setelah sebelumnya mereka diusir beramai-ramai dari Kota Makkah dan sekitarnya. Untuk ini, umat Islam pun mempersiapkan segalanya. Di Kota Madinah mereka berlatih agar mereka tidak lagi dilecehkan. Selain agar orang musyrikin maupun kabilah-kabilah lainnya, sadar akan kekuatan Islam yang selama ini tersebunyi. Inilah yang sekiranya dapat menggetarkan mereka sehingga mereka tidak menyerang umat Islam di Kota Madinah. Lebih dari itu, hal ini agar masyarakat Quraisy paham bahwa orang-orang Muhajirin yang selama ini lari dari tekanan penindasan bukanlah pada posisi yang lemah dan hina. Namun kini mereka telah berubah menjadi satu komunitas yang kuat yang mampu menggetarkan dan patut diperhitungkan.
Latihan dan Persiapan Berkala
Rasulullah saw. segera melatih para sahabatnya dan mengutus mereka untuk melakukan pengintaian di sekitar Kota Madinah secara berkala. Tujuannya adalah sebagai latihan, eksplorasi, dan persiapan peperangan. Beberapa tugas yang pernah beliau delegasikan kepada para sahabat antara lain:
1. Pasukan yang dipimpin oleh Hamzah bin ‘Abdul Muththalib. Mereka sebanyak 30 orang penunggang dari kalangan Muhajirin. Mereka diutus hingga daerah Al-‘Iish di tepi laut.
2. Pasukan yang dipimpin oleh ‘Ubaidah bin Harits. Mereka sebanyak 60 orang penunggang dari kalangan Muhajirin sampai ke daerah Raabigh.
3. Pasukan yang dipimpin oleh Sa’d bin Abi Waqqash dengan kekuatan pengintai berjumlah 80 orang Muhajirin dan bertugas sepanjang jalan yang menghubungkan Makkah dan Madinah.
4. Perang Wuddan. Pasukan di bawah pimpinan Rasulullah saw. berjumlah 200 orang penunggang dan pejalan kaki berjalan hingga daerah Wuddan. Pada peperangan ini Rasulullah saw. mengadakan perjanjian dengan Bani Dhamrah. Salah satu tujuan peperangan ini adalah untuk membangun sebuah aliansi dengan kabilah-kabilah yang selama ini menguasai jalur yang menghubungkan antara Kota Makkah dan Madinah.
5. Perang ‘Usyairah. peperangan dengan jumlah pasukan sebanyak 200 orang penunggang dan pejalan kaki di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. Tujuan dari peperangan ini adalah untuk menunjukkan kekuatan kaum muslimin di hadapan orang-orang musyrikin serta membangun kesepahaman dengan kabilah-kabilah yang terdapat di daerah jalur perdagangan orang Quraisy di antara Kota Makkah dan Madinah.
6. Perang Buwaath. Peperangan dengan jumlah pasukan sebanyak 200 orang penunggang dan pejalan kaki di bawah kemimpinan Rasulullah saw. Tujuannya adalah untuk bisa sampai ke daerah Buwaath dari sisi gunung Radhwa ke jalur perdagangan Quraisy di antara kota Makkah dan Madinah, selain untuk menekan kegiatan perdagangan mereka.
7. Pasukan di bawah pimpinan ‘Abdullah bin Jahsy. Pengintaian berkekuatan delapan orang dari kalangan Muhajirin. Bersama itu, ‘Abdullah membawa sepucuk surat dari Rasulullah saw. Beliau berpesan untuk tidak membuka surat tersebut kecuali dua hari setelah mereka melakukan perjalanan. Ketika surat itu dibuka, di dalamnya terdapat tulisan, ”Jika engkau telah membaca surat ini, maka teruslah berjalan hingga engkau sampai di sebuah pohon kurma yang terletak di antara Makkah dan Thaif. Lalu perhatikan gerak-gerik orang Quraisy dan berikan informasinya kepada kami.”[1] Abdullah segera berangkat hingga akhirnya ia sampai di sebuah pohon kurma. Sebuah kafilah Quraisy lewat dan langsung di serang oleh kaum muslimin. Pada peperangan ini, orang-orang musyrikin yang tewas antara lain ‘Amr bin Hadhrami, sementara kaum muslimin berhasil menawan dua orang dari kalangan musyrikin, namun yang keempat berhasil melarikan diri.
8. Perang Badar Pertama. Prediksi Rasulullah saw. dan para sahabat tentang kaum musyrikin benar-benar menjadi sebuah kenyataan. Tak lama setelah beliau menetap di Kota Madinah, orang-orang musyrikin di bawah pimpinan Karz bin Jabir Al-Fihry melakukan penyerangan terhadap ladang pengembalaan hewan milik orang Madinah dan merampas beberapa ekor unta dan kambing milik kaum muslimin. Rasulullah saw. pun segera bergerak untuk mengusir agresor tersebut dan merebut kembali unta maupun kambing milik kaum muslimin yang sempat mereka rampas. Pasukan perang kaum muslimin di bawah pimpinan Rasulullah saw. ketika itu bergerak sampai ke daerah Wadi Sufyan, dekat dengan Badar. Namun demikian mereka tidak dapat mengejar agresor musyrikin sehingga mereka pun harus kembali tanpa ada peperangan.
Latar Belakang Perang Badar Kubra
Perang Badar yang meletus antar kaum muslimin dan orang-orang musyrik dipicu oleh beberapa sebab, di antaranya:
1. Pengusiran Kaum Muslimin dari Kota Makkah Serta Perampasan Harta Benda Mereka
Genderang perang terhadap kaum muslimin sebenarnya sudah ditabuh oleh orang-orang musyrikin sejak Rasulullah saw. mengumandangkan risalah dakwah yang ia bawa. Mereka menghalalkan darah kaum muslimin dan harta benda mereka di kota Makkah, khususnya terhadap orang-orang Muhajirin. Mereka rampas rumah dan kekayaan kaum Muhajirin. Orang islam pun melarikan diri dan menukarnya dengan keridhoan Allah swt. Kita dapat melihat sendiri bagaimana orang kafir Quraisy merampas dan menguasai harta benda Shuhaib sebagai imbalan diizinkannya ia untuk berhijrah ke Madinah. Kita pun dapat menyaksikan bagaimana mereka menduduki rumah-rumah dan peninggalan kaum muslimin yang ditinggal oleh pemiliknya.
2. Penindasan Terhadap Umat Islam Hingga Kota Madinah
Apa yang dilakukan orang Quraisy terhadap umat Islam ternyata tidak hanya ketika mereka berada di Kota Makkah. Di bahwa pimpinan Kurz bin Habbab Al-Fihri, mereka memprovokasi kaum musyrikin lainnya untuk menyerang, menteror, dan menguasai harta benda milik kaum muslimin yang ada di Kota Madinah (sebagaimana yang terjadi pada Perang Badar Shughra). Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila orang-orang musyrik menerima balasan atas semua permusuhan dan penindasan mereka terhadap umat Islam selama ini. Mereka begitu sadar bahwa banyak kepentingan dan hasil perdagangan mereka yang akan berpindah ke tangan orang-orang Islam di sana, selain bahwa kini Islam telah memiliki pasukan dan wilayah yang mampu memberikan perlawanan atas kewenang-wenangan, menegakkan kebenaran dan menumbangkan kebatilan meskipun orang-orang yang berhati durjana tidak menyukainya.
3. Memberi Pelajaran Kepada Quraisy dan Mengembalikan Harta Benda Milik Umat Islam
Oleh karena itu, begitu Rasulullah saw. mendengar bahwa kafilah dagang Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb dan ‘Amr bin Al-‘Ash bersama 40 orang bergerak dari Syam membawa harta orang-orang Quraisy yang keseluruhannya mencapai seribu ekor unta, maka beliau pun segera mengajak kaum muslimin untuk bergerak mendatanginya. Rasulullah saw. mengatakan, ”Ini adalah perdagangan Quraisy. Maka keluarlah kalian, semoga Allah swt. akan memberikannya kepada kalian.”[2] Mendengar seruan ini, sebagian kaum muslimin menyambutnya sementara yang lainnya merasa sedikit berat dengannya. Mereka menggangap bahwa ketika itu Rasulullah saw. tidak bermaksud mengumandangkan sebuah peperangan. Karena beliau mengatakan, ”Barangsiapa yang saat ini memiliki tunggangan, maka hendaklah ia ikut bersama kami.” Beliau tidak menunggu sahabat yang tunggangannya tidak ada pada saat itu.
Sekilas Sejarah Perang Badar
Ibnu Ishaq berkata, ”Rasulullah saw. pergi pada beberapa malam di bulan Ramadhan bersama sahabat-sahabatnya.” Ibnu Hisyam berkata, ”Beliau pergi pada hari Senin setelah delapan hari dari bulan Ramadhan. Beliau mengangkat ‘Amr bin Ummi Maktum (dalam riwayat namanya adalah ‘Abdullah bin Ummi Maktum) untuk menjadi imam di Madinah, dan mengangkat Abu Lubabah sebagai pemimpin sementara kota Madinah.”
Jumlah pasukan kaum muslimin pada saat itu hanyalah 313 orang: 240-an orang dari kalangan Anshor, sisanya dari kalangan Muhajirin. Mereka membawa 2 ekor kuda dan 70 ekor unta. Sementara panji kaum muslimin di bawa oleh Mus’ab bin ‘Umair. Peristiwa Badar sendiri meletus pada hari Jumat pagi tanggal 17 Ramadhan.[3]
Prediksi Abu Sufyan tentang Pasukan Islam
Waktu itu Abu Sufyan terkenal sebagai seorang yang begitu ambisius dan cerdik. Ia selalu memperhitungkan segala macam kemungkinan dan resiko yang dapat terjadi. Ia tahu benar apa yang telah dilakukan penduduk Quraisy terhadap kaum muslimin selama ini. Ia pun begitu menyadari akan kekuatan umat islam yang semakin hari semakin mengalami peningkatan dan perkembangan. Ia mengorek informasi dari setiap rombongan orang yang ditemuinya sebagai bukti kekhawatirannya atas perdagangannya berikut harta orang-orang Quraisy yang dibawanya. Hingga akhirnya ia mendengar kabar dari beberapa orang yang ditemuinya bahwa Nabi Muhammad telah memobilisasi sahabat-sahabatnya untuk mencegat rombongan yang sedang membawa harta perdagangan. Mendengar hal ini, ia pun segera berhati-hati dan mengambil jalur perjalanan yang lain seraya mengirim utusan kepada penduduk Quraisy yang ada di Kota Makkah untuk meminta bantuan.
Mobilisasi Suku Quraisy
Abu Sufyan menyewa Dhamdham bin ‘Amr Al-Ghifari agar segera menemui orang-orang Quraisy dan memberitahu mereka situasi yang tengah terjadi. Ia pun bergegas menunggangi untanya. Dengan berteriak ia berkata, ”Wahai orang-orang Quraisy! Harta kalian bersama Abu Sufyan terancam oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Kulihat kalian tidak akan memperolehnya. Tolonglah… tolonglah!”[4] Mendengar berita ini, fanatisme mereka pun berkobar. Mereka begitu khawatir akan perdagangan mereka. Dengan cepat mereka bergerak. Semuanya pergi kecuali Abu Lahab bin ‘Abdul Muththalib. Ia mengirim Al-‘Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah sebagai pengganti. Orang-orang Quraisy sepakat untuk bersama-sama pergi baik dalam keadaan susah maupun lapang. Di depan barisan mereka terdapat biduan wanita yang bernyanyi mendendangkan hinaan dan celaan bagi umat Islam.
“Dan (ingatlah) ketika setan memperindah perbuatan-perbuatan mereka dan membisikkan bahwa tidak ada yang akan mengalahkan kalian pada hari ini, dan aku akan benar-benar menjadi pelindung kalian.”
Selamatlah Kafilah Dagang Quraisy
Abu Sufyan tidak hanya berpangku tangan menanti uluran bantuan dari penduduk Quraisy. Ia curahkan segenap kepiawaian yang ia miliki agar mereka tidak jatuh ke tangan kaum muslimin. Semua informansi dan peristiwa yang ada ia kumpulkan dan dianalisis hingga akhirnya ia tahu kapan pasukan muslimin pergi menghadang kafilah dagang mereka.
Diriwayatkan bahwa Abu Sufyan bertemu dengan Majdi bin ‘Amr dan bertanya kepadanya, ”Apakah engkau berjumpa dengan seseorang?” Ia menjawab, ”Aku tidak menjumpai seorang pun yang tidak kukenal kecuali dua orang penunggang unta yang berhenti di bukit itu. Kemudian mereka mengambil air dan meletakkannya di tempat air mereka lalu pergi.” Abu Sufyan mendatangi tempat tersebut dan mengambil beberapa buah sisa kotoran hewan mereka. Lalu ia pisahkan dan di dalamnya terdapat biji. Ia berkata, ”Demi Tuhan, ini adalah makanan hewan penduduk Yatsrib (Madinah).” Ia pun akhirnya tahu bahwa kedua orang tersebut tak lain adalah sahabat Nabi Muhammad saw. dan pasukan kaum muslimin ternyata sudah begitu dekat dari tempat.”[5] Abu Sufyan segera kembali ke tengah kafilah sambil memukuli mukanya. Ia alihkan jalur perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, yaitu pesisir pantai demi menghindari daerah Badar menuju ke kiri sehingga kafilah pun terselamatkan.
Sikap Keras Kepala Kaum Musyikin untuk Berperang
Pasukan musyrik Quraisy bergerak dengan penuh kesombongan di tengah hamparan padang pasir, di antara sekian banyak kabilah Arab yang terdapat di sepanjang jalur yang menghubungkan Kota Makkah dan Madinah diiringi nyanyian biduan wanita. Mereka begitu bangga dengan kekuatan dan pasukan yang ada. Mereka bermaksud hendak menyelamatkan Abu Sufyan dan kafilah dagang dari tangan umat Islam. Namun ternyata kafilah tersebut telah terselamatkan. Abu Sufyan sendiri yakin bahwa ia telah berhasil menyelamatkan kafilah dagang mereka dari kepungan dan incaran umat Islam. Ia pun mengirim pesan kepada pasukan Quraisy, ”Sesungguhnya kalian keluar untuk melindungi perdagangan, orang-orang, dan harta benda kalian. Mereka semuanya telah terselamatkan. Maka kembalilah!” Utusan Abu Sufyan pun akhirnya bertemu dengan pasukan Quraisy di perjalanan. Ia sampaikan berita selamatnya kafilah dagang mereka. Mendengar berita ini Abu Jahal berkata, ”Demi Tuhan! Kita tidak akan kembali kecuali setelah sampai di Badar dan tinggal di sana selama tiga hari. Kita akan memotong hewan sembelihan, memberi makan, menuangkan khamr, dan mendengarkan lagu dari para biduan. Dan orang-orang Arab pun akan mendengar ekspedisi dan perkumpulan kita ini sehingga mereka akan senantiasa segan kepada kita untuk selama-lamanya

Tuesday, February 10, 2009

VALENTINE

VALENTINE HARI RAYA MENGENANG PENDETA !!Diterbitkan Oleh : Dept. Riset & InformasiYayasan Al-Sofwa (www.alsofwah.or.id) telpon : 78836327, fax : 78836326Pada suatu pagi Desy mengejutkan teman-temannya dengan setangkai bunga merah yang ia letakkan di atas dadanya, serta merta mereka menyambutnya dengan senyuman sambil bertanya, "Dalam rangka apa ini?". Desy menjawab, "Tidakkah kalian tahu bahwa ini adalah hari kasih-sayang di mana orang-orang sedang merayakan dan saling memberikan ucapan selamat. Ini adalah perayaan untuk mengungkapkan rasa cinta, romantika dan segala ketulusan, ini adalah Hari Valentine...".Tetapi Sari, salah seorang temannya bertanya kepada Desy dengan penuh keheranan, "Apakah arti Valentine?" Desy menjawab, "Artinya adalah cinta dalam bahasa latin ..!" Sari tertawa mendengar jawaban tersebut, "Apakah kamu merayakan sesuatu yang tidak kamu mengerti artinya ? Tahukah kamu bahwa Valentine adalah seorang pendeta Nashrani yang hidup pada abad ke 3 M ?" kata Sari bernada prihatin terhadap keadaan sebagian putri muslimah yangmudah mengikuti apa saja yang sampai kepada mereka tanpa berpikir panjang.SEJARAH HARI VALENTINESari melanjutkan: "Ensiklopedia Katolik menyebutkan tiga versi tentang Valentine, tetapi versi terkenal adalah kisah Pendeta St.Valentine yang hidup di akhir abad ke 3 M di zaman Raja Romawi Claudius II. Pada tanggal 14 Februari 270 M Claudius II menghukum mati St.Valentine yang telah menentang beberapa perintahnya." "Claudius II melihat St.Valentine mengajak manusia kepada agama nashrani lalu dia memerintahkan untuk menangkapnya. Dalam versi kedua, Claudius II memandang para bujangan lebih tabah dalamberperang daripada mereka yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang. Maka dia mengeluarkan perintah yang melarang pernikahan. Tetapi St.Valentine menentang perintah ini dan terus mengadakan pernikahan di gereja dengan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya diketahui lalu dipenjarakan.Dalam penjara dia berkenalan dengan putri seorang penjaga penjara yangterserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan jatuh cintakepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan"Dari yang tulus cintanya, Valentine." Hal itu terjadi setelah anaktersebut memeluk agama nashrani bersama 46 kerabatnya."Lanjut Sari: "Versi ketiga menyebutkan ketika agama nashrani tersebar di Eropa, di salah satu desa terdapat sebuah tradisi Romawi yang menarik perhatian para pendeta. Dalam tradisi itu para pemuda desa selalu berkumpul setiap pertengahan bulan Februari. Mereka menulis nama-nama gadis desa dan meletakkannya di dalam sebuah kotak, lalu setiap pemuda mengambil salah satu nama dari kotak tersebut, dan gadis yang namanya keluar akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun. Ia juga mengirimkan sebuah kartu yang bertuliskan "dengan nama tuhan Ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini."Sambung Sari: "Akibat sulitnya menghilangkan tradisi Romawi ini, parapendeta memutuskan mengganti kalimat "dengan nama tuhan Ibu" dengan kalimat"dengan nama Pendeta Valentine" sehingga dapat mengikat para pemudatersebut dengan agama Nashrani.""Versi lain mengatakan St.Valentine ditanya tentang Atharid, tuhanperdagangan, kefasihan, makar dan pencurian, dan Jupiter, tuhan orangRomawi yang terbesar. Maka dia menjawab tuhan-tuhan tersebut buatan manusia dan bahwasanya tuhan yang sesungguhnya adalah Isa Al Masih," papar Sari, "Maha Tinggi Allah dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang dzalim tersebut." "Bahkan saat ini beredar kartu-kartu perayaan keagamaan ini dengan gambar anak kecil dengan dua sayap terbang mengitari gambar hati sambil mengarahkan anak panah ke arah hati yang sebenarnya merupakan lambang tuhan cinta bagi orang-orang Romawi!!!" Demikian Sari mengakhiri nasihatnya.HUKUM MERAYAKAN HARI VALENTINESaat ini banyak ABG muslimah yang terkena penyakit ikut-ikutan dan mengekor pada budaya Barat atau nashrani akibat pengaruh TV dan media massa lainnya. Termasuk pula dalam hal ini perayaan Hari Valentine, yang pada dasarnya adalah mengenang kembali pendeta St.Valentine.Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi'ar dan kebiasaan. Padahal Rasululloh telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam : "Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut." (HR. At-Tirmidzi).Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir, adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar.Ibnul Qayyim rahimulloh berkata :"Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, "Selamat hari raya!" dan semisalnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyembah salib. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamatkepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid'ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah."Abu Waqid radhiyallah 'anhu meriwayatkan :Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam saat keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimanamereka mempunyai Dzaatu Anwaath." Maka Rasulullah bersabda, "Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, 'Buatkan untuk kami tuhansebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.' Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).Adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala' dan bara' (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu'min dan membenci orang-orang kafir, memusuhi dan menyelisihi mereka. Serta mengetahui bahwa sikap seperti ini di dalamnya terdapat kemaslahatan yang tidak terhingga, sebaliknya gaya hidup yang menyerupai orang kafir justru mengandung kerusakan yang lebih banyak.Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang, lagi pula, menyerupai kaum kafir dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya :"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (Al-Maidah:51)"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya." (Al-Mujadilah: 22)"Dan janganlah belas kasihan kepada kedua pezina tersebut mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat." (An-Nur: 2)Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah : ikut mempopulerkanritual-ritual mereka sehingga terhapuslah As-Sunnah. Tidak ada suatu bid'ahpun yang dihidupkan kecuali saat itu ada suatu sunnah yang ditinggalkan. Dampakburuk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka'at shalatnya membaca, "Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) merekayang sesat." (Al-Fatihah : 6-7)Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela.Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya. Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi perayaan ini adalah dari ritual agama lain !Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta kristiani dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka. Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itusemua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Diantaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami .dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.Semoga Allah senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas Langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan :"Kecintaan-Ku adalah bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling mengunjungi karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku." (Al-Hadits).FATWA ULAMAPertanyaan :Pada akhir-akhir ini ini telah tersebar dan membudaya perayaan hariValentine -terutama di kalangan pelajar putri, padahal ia merupakan salah satu dari sekian macam hari raya kaum Nasrani. Biasanya pakaian yang dikenakan berwarna merah lengkap dengan sepatu, dan mereka saling tukar mawar merah. Bagaimana hukum merayakan hari Valentine ini, dan apa pula saran dan anjuran anda kepada kaum muslimin. Semoga Allah selalu memelihara dan melindungi anda.Jawab :Assalamu 'alaikum warohmatullohi wabarokaatuh. Merayakan hari valentine itu tidak boleh, karena :Pertama :Ia merupakan hari raya BID'AH yang tidak ada dasar hukumnya di dalamsyari'at Islam.Kedua :Ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) - semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan danikut-ikutan.Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.