Ahlan wa Sahlan

" Selamat Datang di Blog Manto Abu Ihsan,...Silahkan kunjungi juga ke www.mantoakg.alazka.org

Manto Abu Ihsan " Hadir untuk perubahan"

Manto Abu Ihsan " Hadir untuk perubahan"
H.Sumanto, M.Pd : " Siap membantu dalam kegiatan Motivation Building, Spiritual Power, Get Big Spirit and Character Building."

Sunday, August 29, 2010

1. Luas daerah yang dibatasi oleh kurva y = x2 dan garis x + y = 6 adalah …satuan luas.

Latihan Soal Integral


Friday, August 27, 2010

KISAH TELADAN

Kedermawanan Si Faqir, Faidah dari Siroh Sahabat Ulbah bin Zaid


Tersebutlah kisah salah seorang sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, dia adalah Ulbah bin Zaid. Dia bukanlah termasuk sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam yang terkenal sebagaimana Abu Bakar dan Umar. Pada kisah hidupnya kita akan melihat potret kedermawanan si faqir. Bagaimana seorang faqir bisa disebut dermawan ? bukankah biasanya kata dermawan disematkan kepada orang yang cukup hartanya lalu dia bersedekah dan berinfaq dengan hartanya itu ? Simak kisah berikut ini...
Sekitar bulan Sya’ban di tahun 9 H, ketika itu musim paceklik sedang melanda kota Madinah dan sekitarnya, perekonomian kaum muslimin juga sedang sulit-sulitnya, musim panas sedang berada di puncaknya, angin di musim itu juga membawa hawa panas, debu-debu beterbangan mengotori atap-atap dan halaman rumah penduduk kota Madinah. Kulit serasa diiris, mata perih seperti perihnya luka yang diteteskan dengan air cuka. Di musim panas sepert itu biasanya penduduk kota Madinah lebih suka menetap di rumah, atau tinggal di kebun-kebun mereka sambil memetik kurma muda yang memang sedang ranum-ranumnya, karena pohon kurma berbuahnya justru pada musim panas.
Akan tetapi kondisi politik Islam pada saat itu keadaannya sangat luar biasa, sebagai dampak kemenangan demi kemenangan yang diraih oleh pasukan Islam terutama setelah Fathul Makkah dan perang Hunain. Disamping juga setelah itu Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengirimkan surat kepada seluruh raja di dunia ini untuk masuk Islam atau harus membayar pajak, atau diperangi. Hal ini semakin menambah panas keadaan. Karena pada saat itu tersebar berita bahwa bangsa Romawi yang merupakan bangsa dan kerajaan terkuat dan tebesar pada masa itu, sedang melakukan persiapan besar-besaran akibat ketidakpuasan mereka akan hasil Perang Mu’tah yang mana pasukan Islam yang jumlahnya hanya 3000 pasukan berhasil menahan gempuran 200.000 pasukan gabungan Romawi dan beberapa kabilah yang musyrik. Dimana Khalid bin Walid sebagai panglima perang kaum muslimin melakukan trik jitu, yaitu menukar pasukan yang di belakang menjadi di depan, yang kiri menjadi ke kanan dan sebaliknya sehingga pasukan Romawi menjadi gentar. Mereka mengira ada tambahan pasukan kaum muslimin. Dalam benak mereka, pasukan sejumlah 3000 orang tadi saja mampu menahan gempuran mereka, apalagi ditambah 2x lipatnya tentu Romawi akan kalah. Karena trik jitu ini pasukan muslimin bisa mundur secara perlahan tanpa dikejar oleh pasukan Romawi karena pasukan Romawi mengira ini adalah siasat untuk menjebak mereka. Akhirnya kaum muslimin kembali ke Madinah dengan selamat dan hanya jatuh korban sebanyak 12 orang.
Kasak-kusuk pun merebak di kalangan kaum muslimin akan adanya pembalasan pasukan Romawi yang akan menyerang daerah yang telah dikuasai kaum muslimin dan bahkan menuju kota Madinah. Disinilah letak kisah seorang sahabat Ulbah bin Zaid, dia diselipkan oleh catatan sejarah didalam peperangan Tabuk yang nantinya perang ini merupakan peperangan terbesar antara kaum muslimin dengan kaisar Romawi. Tidak biasanya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengumumkan secara langsung akan kemana tujuan peperangannya, biasanya kalau berperang ke arah timur maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya kepada sahabatnya tentang arah barat dan seterusnya. Akan tetapi keberangkatan perang kali ini sangat jelas tujuannya yaitu Tabuk, suatu daerah yang nun sangat jauh bagi bangsa Arab untuk ditempuh ketika itu.
Coba lihat apa yang dilakukan oleh orang-orang munafiq pada saat itu, mereka merasa bimbang, gelisah, dan gundah karena membayangkan perjalanan yang sangat jauh. Diantara mereka saling mengatakan seharusnya keberangkatan tidak pada musim panas ini, maka Alloh Ta’ala turunkan ayat yang berkaitan dengan mereka :
وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ

“…dan berkatalah orang-orang munafiq: ‘janganlah pergi berperang di musim panas ini’. Katakanlah (ya Muhammad) api neraka jahannam lebih panas, jika saja mereka mau mengerti ” (QS. At Taubah 81)
Suatu kali Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam ingin menguji salah seorang dari mereka yaitu Jaad bin Qois, beliau berkata “wahai Jaad, bagaimana menurutmu jika kita pergi berperang melawan Bani Ashfar (orang romawi)..?”
Dia pun menjawab,” izinkanlah aku untuk tidak berangkat perang dan jangan jatuhkan aku ke dalam fitnah (ujian). Demi Alloh ya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, kaumku sangat tahu bahwa aku adalah orang yang paling mudah tergoda dengan wanita diantara mereka. Dan aku takut kalau nanti aku melihat wanita romawi aku tidak tahan.., aku tidak bisa menahan nafsuku..”
Beliau pun berpaling dan berkata, “engkau aku izinkan untuk tidak berperang wahai Jaad..”

Padahal Jaad bin Qois hanya beralasan agar dia tidak berangkat perang, lalu beralasan takut tergoda oleh wanita-wanita putih Romawi, padahal tujuan sebenarnya adalah supaya dirinya tidak berangkat perang pada musim panas tersebut. Maka Alloh Ta’ala turunkan ayat
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ

“ Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah." Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir ”(QS. At Taubah : 49)

Berbeda keadaannya dengan kaum muslimin, begitu mendengar seruan jihad di jalan Alloh Ta’ala mereka berbondong-bondong memenuhi kota Madinah dari seluruh penjuru negeri. Bagaimana tidak mereka berbondong-bondong berjihad di jalan Alloh sedangkan gerbang surga yang luasnya seluas langit dan bumi akan dibukakan untuk mereka. Alloh berfirman :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. ”(QS. Ali Imron : 133-134)
Bagaimana mereka tidak berhasrat untuk berangkat jihad, sementara mereka tahu bahwasanya jalan tercepat masuk surga adalah dengan jihad, lalu badan mereka tertusuk, tercabik, memuncratkan darah, lalu mereka gugur sebagai syahid, lantas para malaikat berebut menaikkan ruhnya ke langit..?!
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (10) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallamNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. ” (QS. Ash Shaaf : 10-11)

Terngiang-ngiang di telinga mereka ayat-ayat yang berhubungan dengan jihad, ayat-ayat jihad, bukan ayat-ayat cinta,

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh… ” (QS. At Taubah : 111)
Ayat-ayat ini benar-benar hadir di dalam hati mereka, kenapa hadir di hati mereka ? bukankah ayat yang sama juga kita dengar sebagaimana mereka mendengarnya dahulu, akan tetapi berbeda efeknya..? yang membedakan antara kita dan mereka adalah telah ada dan hadir kehidupan akhirat didalam kehidupan duniawi mereka, sedangkan kita...kabut tebal tentang terlalu cinta kepada dunia menyelemuti hati kita. Memang kaki mereka masih menyentuh tanah, badan mereka pun masih bersentuhan dengan alam nyata dunia, akan tetapi ruh mereka sudah bersiap-siap menjejaki surga, alam pikiran mereka telah terasa sujud di bawah ‘Arsy Alloh Ta’ala..Allohu Akbar..!!
Berbondong-bondong mereka ke kota Madinah, tahu mereka bahwa Nabi mereka meminta bantuan ummatnya. Maka beliau mengajak para dermawan untuk menginfakkan hartanya demi keberangkatan pasukan prihatin ini (Jaisyul Usroh). Kenapa disebut pasukan prihatin ? bagaimana tidak, keadaan mereka sangat miskin, di saat musim paceklik, satu onta harus bergantian untuk delapan belas orang pasukan perang, makanan mereka adalah dedaunan agar sekalian dapat airnya, bahkan terkadang harus memotong seekor unta agar dapat air dan makanan sekaligus.
Bahkan orang-orang yang tidak mampu, tidak memiliki apa-apa dan miskin juga datang kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, berharap dirinya diikutsertakan dalam peperangan Tabuk, meminta kepada beliau bekal peperangan agar dia bisa ikut perang, termasuk juga Ulbah. Alloh berfirman :

وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ

“dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan ” (QS. At Taubah : 92)

Coba lihat diri kita...hidup memiliki segalanya, hidup di rumah dengan AC atau kipas angin, punya kendaraan bagus, makanan tercukupi bahkan turah-turah, tidak ada yang dikeluhkan, ketenangan ada, tidak dalam keadaan perang berkecamuk seperti di Irak, tidak kepanasan sebagaimana panas yang dirasakan oleh orang-orang yang mengungsi di Palestina.., tetapi mengapa bersamaan dengan itu kenapa kita juga masih memilukan hidup.?

Maka pada saat itu tersebutlah Ulbah bin Zaid Al Haritsi, seorang yang sangat faqir, tidak memiliki apa-apa diatas dunia ini, seorang dari golongan Anshor dari kabilah Aus, tatkala dia menyaksikan kesibukan kaum muslimin dalam persiapan jihad ke Tabuk, melihat seluruh kaum muslimin dari berbagai pelosok negeri tinggal dan menetap di tanah kelahirannya Madinah, datang berbodong-bondong kemudian memancang kemah, sambil membawa apa yang mereka miliki dari senjata dan kendaraan, memancang kemahnya menunggu hari keberangkatan. Dia juga melihat transaksi di pasar-pasar Madinah banyak transaksi yang terjadi dialog berhubungan dengan persiapan perang, dari mulai kuda, unta, panah, pedang, tameng besi dsb. Dia menyaksikan itu semua dengan kesedihan yang sangat mendalam. Semua orang telah membeli perlengkapan perangnya, sedangkan dirinya... apa yang dia mau persiapkan..? kalau hendak membeli, mau beli pakai apa? Uang satu dirham pun ia tidak punya. Apalagi pagi itu dia mendengar Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengatakan : man jahhaza jaisyul usroh falahul jannah

من جهز جيش العسرة غفر الله له فله الجنة
Maka semakin terbenamlah serasa dirinya ke dalam bumi, hancur luluh serasa hatinya, sedih hatinya, semua orang mendapatkan surga kecuali dirinya. Semakin panas dingin badannya mendengar sabda Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam demi melihat kefaqiran dirinya, ditambah lagi Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mensyaratkan siapa yang mau ikut berperang harus membawa alat dan kendaraan perang sendiri. Dilihat juga oleh Ulbah bin Zaid ketika dia duduk di masjid Nabawi, dia melihat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dikelilingi para sahabat, tiba-tiba datang Abu Bakar sambil membawa semua harta yang dia punya sejumlah 4000 dirham.

Ketika ditanya oleh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, “ Ya Abu Bakar, apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?”
Abu Bakar menjawab, “aku tinggalkan untuk mereka Alloh dan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam-Nya”.
Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun bersabda,” Tidak ada harta yang paling bermanfaat bagiku sebagaimana bermanfaatnya harta Abu Bakar”.

Umar pun datang dengan membawa setengah hartanya. Utsman bin Affan membawa seribu dinar dalam pakaiannya, bahkan kafilah dagangnya yang hendak berangkat ke Syam sejumlah dua ratus ekor unta lengkap dengan barang-barangnya dia keluarkan sedekahnya, ditambah lagi dengan seratus ekor unta, lalu ditambahnya lagi seribu dinar uang kontan. Maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun bersabda
اللهم ارض عن عثمان فإنى عنه راض
“Ya Alloh, (aku mohon padaMu) ridhoilah Utsman, sesungguhnya aku telah ridho padanya ”

Tak lama setelah itu sampailah perniagaannya yang baru datang dari Syam sejumlah 1000 ekor unta beserta isinya. Tiba-tiba datanglah tengkulak-tengkulak hendak membeli perniagaan tersebut. Salah seorang dari mereka berkata:
“Ya Utsman,kami beli 2x lipat..!!”
“Tidak..tidak..!! karena ada yang berani membeli lebih tinggi dari penawaran kalian” jawab Utsman
“Kami beli 3x lipat dari harga yang kamu dapatkan” kata si tengkulak
“Tidak..belum cukup kalau cuma 3x lipat..!!” jawab Utsman
Akhirnya tawar menawar “kami beli 10x lipat Ya Utsman..!!”
Utsman pun berkata, “tuan-tuan sekalian, ada diantara tuan-tuan yang hendak membelinya 700x lipat..??!!”
Apa kata mereka,”gila engkau Utsman..!! siapa pula yang sampai menawar hingga 700x lipat ?!”
Utsman pun menjawab,”akan tetapi Alloh telah menawarnya lebih dari 700x lipat.!!”
Allohu Akbar saudaraku…Utsman pun membacakan ayat

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.” (QS. Al Baqoroh : 261)

“Saksikanlah wahai para tengkulak…semua barang perniagaan yang ada ini, seluruhnya aku infaqkan di jalan Alloh Ta’ala” seru Utsman.

Subhanalloh..Allohu Akbar..dari generasi mana mereka ini muncul, dari makhluk mana mereka ini saudaraku..dari planet mana mereka datang..?? apakah mereka diciptakan dari daging yang penuh dengan nafsu dunia dan ketamakan, yang penuh dengan kebakhilan dan ketakutan akan miskin karena berinfaq dan bersedekah..?! bukan saudaraku…tapi mereka adalah para sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam.

Tidak lama kemudian datang pula Abdurahman bin Auf sang dermawan, membawa 200 uqiyah perak, datang pula ‘Abbas bin Abdul Mutholib paman Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, Tholhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Ubadah, Muhammad bin Maslamah, yang mereka semua berinfaq di depan mata Ulbah bin Zaid. Dia juga melihat kedatangan orang-orang yang kurang berada membawa infaq semampunya, dimulai oleh ‘Ashim bin Adiy mebawa 70 wasaq kurma, ada yang membawa dua mud bahkan satu mud kurma, tidak satu pun kaum muslimin yang tidak memberi kecuali kaum munafiqin. Alloh pun menyindir mereka

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. ” (QS. At Taubah 79)

Apa yang dirasakan oleh Ulbah selain kesedihan yang sangat. Apa yang bisa diperbuat sementara ia tidak punya apa-apa, sementara orang berbondong berinfaq. Melihat hal itu pulanglah Ulbah membawa semua kesedihannya. Di zaman sekarang ribuan jutaan orang membawa kesedihan dunia, Ulbah pulang membawa kesedihan karena teringat akhirat. Adakah di zaman sekarang ini sosok seperti Ulbah..?? Memikirkan kemana nanti hendak dia di tempatkan di akhirat, apakah di surga ataukah neraka, kalau ternyata di surga di tempat yang mana, di tingkatan ke berapa dan bersama-sama siapa ??

Ketika senja telah beralu dan malam pun tiba, Ulbah berusaha memejamkan matanya, tapi bagaimana mau dipejamkan matanya sementara hati masih berdebar-debar, pikiran masih galau, apa yang bisa dilakukannya selain membolak-balikkan badannya di atas tikar yang lusuh hingga tengah malam. Akhirnya dia bangkit, timbul sebuah ide, sebuah pemikiran dalam dirinya, yang kiranya apabila dia melaksanakan idenya ini mudah-mudahan dapat mengurangi kegundahan hatinya. Lantas Ulbah berwudhu dan melaksanakan sholat malam, apalagi yang bisa dilakukan oleh orang yang sengsara dan bersedih hati selain bermunajat kepada Alloh Yang Maha Pemurah..?? bagi orang yang mendapatkan kesusahan kecuali dia mengadukan kepada Sang Khaliq…(do’a Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam Ya’qub, sebagaimana surat Yusuf : 86)
إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
Di dalam sholatnya dia pun menangis, adakah anda pernah melihat seorang yang gundah mengadukan semua keluhan dan kegundahannya dengan menangis kepada Rabb Yang Memiliki isi langit dan bumi..? dia sebutkan kefaqirannya, dia sebutkan kelemahannya, dia sebutkan ketidakberdayaannya, dia minta kepada Alloh jangan sampai kefaqirannya dan ketidakmampuannya berinfaq pada persiapan perang Tabuk ini menggeser kedudukannya dibanding sahabat-sahabatnya kelak di surga, jikalau aku Engkau buat susah di dunia, janganlah pula Engkau jauhkan aku dari surgamu. Diantara doanya adalah:

“Ya Alloh, engkau perintahkan kami untuk berjihad, engkau perintahkan kami untuk berangkat ke Tabuk, sedangkan engkau tidak memberikan aku sesuatu apapun untuk bekal berangkat berperang bersama Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam-Mu, maka malam ini saksikanlah ya Alloh...sesungguhnya aku telah bersedekah kepada setiap muslim dari perlakuan zhalim mereka terhadap diriku, maka inilah kehormatanku aku infaqkan di jalan-Mu, jika ada seorang muslim menghinakan dan merendahkan diriku, maka aku infaqkan itu semua di jalanMu Ya Alloh..tidak ada yang dapat aku infaqkan sebagaimana orang lain telah berinfaq, kalau sekiranya aku punya sebagaimana mereka punya akan aku infaqkan untukMu, maka yang aku punya hanya kehormatan sebagai seorang muslim, kalau engkau bisa menerimanya, maka saksikanlah kehormatan ini aku sedekahkan untukMu malam ini…”

Alangkah jernihnya doa tersebut…keluar dari hati seseorang yang tidak punya apapun di dunia ini melainkan kehormatan, alangkah teduhnya ucapan di malam hari yang gelap, terangkat doanya ke langit ke tujuh, menggetarkan Arsy Alloh Ta’ala, semua sedekah tidak sehebat sedekahnya. Esok shubuh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memimpin sholat berjama’ah, hadir pula Ulbah bin Zaid. Telah ia lupakan air mata yang tumpah bercucuran di tikar lusuhnya tadi malam, ia lupakan karena telah dibasuh oleh air wudhu yang baru. Akan tetapi Aloh tidak pernah lupa, Alloh tidak pernah menyia-nyiakan doa hamba-Nya. Kejadian di tempat yang sepi tersebut dikabarkan oleh Alloh kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melalui Malaikat Jibril. Selesai sholat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun berdiri kemudian Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya
من يتصدق بصدقة مقبولة في هذه الليلة ؟
Ternyata tidak ada yang berdiri, karena merasa tidak bersedekah tadi malam, atau merasa yakin betul sedekahnya diterima oleh Alloh Ta’ala. Ulbah bin Zaid pun tidak merasa bahwa dirinya telah bersedekah.
Akan tetapi Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mendekati Ulbah dan berkata, “sungguh ya Ulbah, sedekahmu malam tadi telah diterima oleh Allah Ta’ala sebagai sedekah yang maqbul..!!”

Bagaikan aliran listrik yang langsung mengalir ke jantung Ulbah bin Zaid, laksana halilintar dahsyat menghantam dirinya, karena dia sama sekali tidak mengira, cahaya kebahagiaan langsung memancar dari dirinya.

“Benarkah ya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam..benarkah sedekahku yang tadi malam yang tidak ada apa-apanya itu diterima Alloh...??” tanyanya penasaran seolah-olah tidak percaya.

Maka Nabi pun menyerahkan 6 ekor unta kepada Ulbah bin Ziad dan tujuh orang temannya untuk berangkat ke medan jihad, peperangan Tabuk…peperangan yang atas izin Alloh dimenangkan oleh kaum muslimin, ditandai dengan menyerahnya negara-negara boneka Romawi, dan semakin berkurangnya daerah kekuasaan kerajaan Romawi.



Do'a Orang Teraniaya....


Suatu pagi seorang laki-laki pergi berburu untuk mendapatkan rezeki yang halal. Namun hingga sore, ia belum mendapat satu pun binatang buruan. Lalu ia berdoa dengan tulus:"Ya Allah, anak-anakku menunggu kelaparan di rumah, berilah aku seekor binatang buruan". setelah doanya ia panjatkan, Allah memberikannya rezeki, jala yang dibawa pemburu itu mengenai seekor ikan yang sangat besar. Ia pun bersyukur kepada Allah. kemudian, beranjaklah ia pulang dengan hati riang.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan kelompok orang dengan seorang raja yang hendak berburu. Raja heran dan takjub luar biasa begitu melihat ikan besar yang dibawa pemburu itu. Lalu, ia menyuruh pengawal untuk merampas ikan itu dari sang pemburu.

Tanpa susah payah, raja itupun mendapatkan ikan itu. dengan gembira, ia langsung pulang. Ketika sampai di istana, ia mengeluarkan dan membolak-balik ikan itu sambil tertawa ria. tiba-tiba ikan itu mengigit jarinya. akibatnya, badan sang raja panas dingin, sehingga malam itu sang raja tidak bisa tidur.

dengan rasa cemas, raja itupun memerintahkan agar seluruh dokter dihadirkan untuk mengobati sakitnya. semua dokter menyarankan agar jarinya itu dipotong untuk menghindari tersebarnya racun ke anggota badan lain. Raja pun menyetujui nasihat mereka. Namun setelah jarinya dipotong, ia tetap tidak dapat istirahat karena ternyata racun itu telah menyebar ke bagian tubuh lainnya,

Para dokter pun menyarankan agar pergelangan tangan raja dipotong dan raja pun menyetujuinya. Namun setelah pergelangan tangannya dipotong, tetap saja raja tidak dapat memejamkan matanya, bahkan rasa sakitnya makin bertambah. ia berteriak dan meringis dengan keras karena racun itu telah merasuk dan menyebar ke anggota tubuh lainnya.

Seluruh dokter akhirnya menyarankan agar tangan hingga siku raja dipotong. raja pun menyetujuinya. Setelah tangan hingga sikunya dipotong, sakit jasmaninya kini telah hilang, tetapi diri dan jiwanya tetap belum tenang. Semua dokter akhirnya menyarankan agar raja dibawa ke seorang dokter jiwa (ahli hikmah).

Dibawalah sang raja menemui seorang dokter jiwa. dan diceritakan seluruh kejadian seputar ikan yang ia rampas dari pemburu itu. Mendengar hal itu, ahli hikmah berkata, "Jiwa Tuan tetap tidak akan tenang selamanya sampai pemburu itu memaafkan dosa dan kesalahan yang telah Tuan perbuat."

Kemudian raja itupun mencari pemburu itu.setelah didapatkan, raja menceritakan kejadian yang dialaminya. dan ia memohon agar si pemburu itu memaafkan semua kesalahannya. Si pemburu pun memaafkannya sambil berjabat tangan.

Sang raja penasaran ingin mengetahui apa yang dikatakan si pemburu ketika raja merampas ikannya. "Wahai pemburu apa yang kau katakan ketika aku merampas ikanmu itu?" tanya sang raja.

"Aku hanya mengatakan 'ya Allah sesungguhnya dia telah menampakkan kekuatannya kepadaku, perlihatkanlah kekuatan-Mu kepadanya!" jawab pemburu itu. Sungguh, doa orang teraniaya sangat mustajab, maka berhati-hatilah dalam bertindak. Wallahu 'alam bi shawab.


Khalid Al-Miski


Khalid Al-Miski adalah seorang pemuda yang tampan, rajin beribadah, wara', ikhlas, rajin bekerja, dan amanah. Dia seorang pedagang keliling kampung yang membawa barang dagangannya di atas kepala.

Salah seorang wanita cantik tertarik pada Khalid Al-Miski yang tampan. Suatu hari, wanita ini memanggil Khalid dengan maksud akan membeli barang dagangannya. Ia telah merancang tipu-dayanya, lalu Khalid diminta agar masuk ke dalam rumahnya dengan alasan ia akan membeli dagangannya. Ternyata ia segera mengunci pintu-pintu rumahnya, kemudian berkata, "Kamu akan celaka, jika tidak mau melayani aku! Sebab aku akan memper¬malukanmu di depan umum sehingga mereka menuduhmu ingin memperkosaku."

Khalid berusaha mengalihkan pembicaraan, tetapi tanpa membuahkan hasil. Lalu Khalid memperingatkannya dengan janji dan ancaman Allah. Akan tetapi, setan telah menguasai wanita cantik tersebut dan membutakan mata hatinya.
Ketika Khalid yakin bahwasanya ia tidak bisa menye¬lamatkan diri dari ancaman wanita tersebut, maka ia tampakkan dirinya menyetujui permintaannya dan meminta izin untuk ber¬benah diri di kamar mandi. Wanita itu bahagia dan setuju. Khalid masuk ke kamar mandi dan berpikir bagaimana caranya agar dapat terhindar dari godaan ini. Kemudian, Allah memberi petunjuk, sekalipun nanti tubuhnya akan kotor. Tidak masalah, asalkan ia dapat menghindarkan diri dari maksiat yang pasti mendatangkan murka Allah. Kemudian, Khalid melumuri wajah dan tubuhnya dengan tinja, dengan demikian tercium bau tidak enak, kelihatan jelek, dan menjijikkan.

Khalid keluar dari kamar mandi, begitu wanita tersebut melihat Khalid kotor dan menjijikkan, ia menghardik dan me¬nyuruhnya keluar serta mengusir dari rumahnya. Pemuda tersebut lari dan meninggalkan rumah wanita untuk menyelamatkan diri dan agamanya.

Allah Ta'ala mengganti bau busuk dan menjijikkan itu dengan bau yang harum bagaikan minyak miski. Orang-orang pun dari kejauhan sudah mengetahui kedatangannya, sebelum mereka melihat Khalid, yaitu dengan mencium baunya yang harum. Sejak saat itu orang-orang memanggilnya dengan Khalid Al-¬Miski.

Inilah seorang Mukmin yang sebenarnya, yang meyakini bahwa Allah senantiasa mengawasi gerak-geriknya setiap saat sehingga sekalipun di hadapannya seorang wanita yang cantik dan gemulai, namun ia merasa takut kepada Allah. Tidak takut kepada manusia atau undang-undang karena semuanya tidak dapat melihat dan mengawasinya sepanjang waktu. Hanya Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihatlah yang senantiasa memantau gerakannya. Khalid takut dengan bahaya yang ditim¬bulkan oleh maksiat, maka ia mencari alasan dengan melumuri kotoran pada tubuhnya, dan justru ini menunjukkan kebersihan batinnya dan ketulusan imannya. Kemudian, Allah mengganti¬nya dengan bau harum semerbak di dunia dan baginya di akhirat pahala yang besar dan berlimpah.

Sekarang ini, di zaman kita hidup, berapa banyak manusia melumuri wajah dan tubuhnya dengan parfum dan wangi¬-wangian. Akan tetapi, bau busuk perbuatan mereka menjadikan mereka tercemar dan terbongkar keburukannya, walaupun mereka berusaha menutupi aibnya. Disebabkan mereka hanya takut kepada manusia, bukan kepada Allah. Balasan seseorang itu sesuai dengan jenis amalnya.


Ummu Ibrahim al Bashariyyah


Dikisahkan di Bashrah terdapat wanita-wanita ahli ibadah, di antaranya adalah Ummu Ibrahim al-Hasyimiyah. Ketika musuh Islam menyusup ke kantong-kantong perbatasan wilayah Islam, maka orang-orang tergerak untuk berjihad di jalan Allah.

'Abdul Wahid bin Zaid al Bashri berdiri di tengah orang-orang sambil berkhutbah untuk menganjurkan mereka berjihad. Sedangkan saat itu Ummu Ibrahim turut menghadiri majelis ini. 'Abdul Wahid terus berkhutbah, sampailah pembicaraannya menerangkan tentang bidadari. Bidadari merupakan imbalan bagi sebagian penghuni surga, akibat amalannya diterima oleh Allah, amalan tersebut antara lain adalah jihad.

'Abdul Wahid menyebutkan pernyataaan-pernyataan tentang bidadari, kemudian dia bersenandung menyifati bidadari ini.
Gadis yang berjalan tenang dan berwibawa
Orang yang menyifatkan memperoleh apa yang diungkapkannya

Dia diciptakan dari segala sesuatu yang baik nan harum
Segala sifat jahat telah dienyahkan

Allah menghiasinya dengan wajah
yang berhimpun padanya sifat-sifat kecantikan yang luar biasa

Matanya bercelak demikian menggoda
Pipinya mencipratkan aroma kesturi

Lemah gemulai berjalan di atas jalannya
Seindah-indah yang dimiliki dan kegembiraan yang berbinar-binar

Apakah kau melihat peminangnya mendengarkannya
Ketika mengelilingkan piala dan bejana

Di taman yang elok yang kita dengar suaranya
Setiap kali angin menerpa tangan itu, bau harumnya menyebar

Dia memanggilnya dengan cinta yang jujur
Hatinya terisi dengannya hingga melimpah

Wahai kekasih aku tidak menginginkan selainnya
Dengan cincin tunangan sebagai pembukanya

Janganlah kau seperti orang yang bersungguh-sungguh ke puncak hajatnya
Kemudian setelah itu ia meninggalkannya

Tidak, orang yang lalai tidak akan bisa meminang wanita sepertiku
Yang meminang wanita sepertiku hanyalah orang yang merengek-rengek

Maka sebagian orang bergerak pada sebagian yang lainnya, dan majelis itupun menjadi ramai dan gaduh. Kemudian Ummu Ibrahim yang mengikuti khutbah 'Abdul Wahid ini menyeruak dari tengah orang-orang seraya berkata kepada 'Abdul Wahid,
"Wahai Abu 'Ubaid, bukankah engkau tahu anakku Ibrahim. Para pemuka Bashrah meminangnya untuk puteri-puteri mereka, tetapi aku memukul anakku ini di hadapan mereka. Demi Allah, gadis (bidadari) ini mencengangkanku dan aku meridhainya menjadi pengantin untuk puteraku. Ulangi lagi apa yang engkau sebutkan tentang kecantikannya.”

Mendengar hal itu ‘Abdul Wahid kembali menyifatkan bidadari, kemudian bersenandung:
Wajahnya mengeluarkan cahaya yang kembali mengeluarkan cahaya
Sendau guraunya seharum parfum dari parfum murni

Jika menginjakkan sandalnya di atas pasir yang sangat gersang
niscaya seluruh penjuru menjadi hijau, dengan tanpa hujan

Tali yang mengikat pinggangnya
Seperti ranting pohon Raihan yang berdaun hijau

Seandainya meludahkan air liurnya dilautan
Niscaya umat manusia merasakan segarnya meminum air lautan
Orang-orangpun menjadi semakin ramai, lalu Ummu Ibrahim maju seraya berkata kepada ‘Abdul Wahid,
“Wahai Abu Ubaid, demi Allah, gadis ini mencengangkanku dan aku meridhainya sebagai pengantin bagi puteraku. Apakah engkau sudi menikahkan puteraku dengan gadis tersebut saat ini juga?, Ambilllah maharnya dariku sebanyak 10.000 dinar, serta bawalah putraku keluar bersamamu menuju peperangan itu. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan syahadah (mati syahid) kepadanya, sehingga dia akan memberi syafa’at untukku dan untuk ayahnya pada hari Kiamat.”

‘Abdul Wahidpun menjawab, “Jika engkau melakukannya, niscaya engkau dan anakmu akan mendapatkan keberuntungan yang besar.”

Kemudian Ummu Ibrahim memanggil puteranya, “Wahai Ibrahim!”

Ibrahimpun bergegas maju dari tengah orang-orang seraya mengatakan, “Aku penuhi panggilanmu, wahai ibu.”

Ummu Ibrahim berkata, “Wahai puteraku! Apakah engkau ridha dengan gadis (bidadari) ini sebagai isteri, dengan syarat engkau mengorbankan dirimu di jalan Allah dan tidak kembali dalam dosa-dosa?”

Pemuda ini menjawab, “Ya, demi Allah wahai ibu, aku sangat ridha.”

Ummu Ibrahim berkata, “Ya Allah, aku menjadikan-Mu sebagai saksi bahwa aku telah menikahkan anakku ini dengan gadis ini dengan pengorbanannya di jalan-Mu dan tidak kembali dalam dosa. Maka, terimalah dariku, wahai sebaik-baik Penyayang.”

Kemudian ibu ini pergi, lalu datang kembali dengan membawa 10.000 dinar seraya mengatakan, “Wahai Abu ‘Ubaid, ini adalah mahar gadis itu. Bersiaplah dengan mahar ini. “

Abu Ubaidpun menyiapkan para pejuang di jalan Allah.

Sang ibu kemudian pergi membelikan kuda yang baik untuk puteranya dan menyiapkan senjata untuknya.

Kemudian berangkatlah rombongan ‘Abdul Wahid yang didalamnya terdapat Ibrahim, ke medan perang. Bersamaan dengannya dibacakanlah QS. At-Taubah:111 yang artinya,
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka ...”

Ketika sang ibu hendak berpisah dengan puteranya, maka ia menyerahkan kain kafan dan wangi-wangian kepadanya seraya mengatakan kepadanya, “Wahai anakku, jika engkau hendak bertemu dengan musuh, maka pakailah kain kafan ini dan gunakanlah wangi-wangian ini. Janganlah Allah melihatmu dalam keadaan lemah di jalan-Nya.” Kemudian ia memeluk puteranya dan mencium keningnya seraya mengatakan, “wahai anakku, Allah tidak mengumpulkan antara aku denganmu kecuali di hadapan-Nya pada hari Kiamat.”

Selanjutnya marilah kita baca penuturan ‘Abdul Wahid
‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami sampai diperbatasan musuh, kemudian terompet pun ditiup, dan mulailah terjadi perang. Saat itu Ibrahim berperang di barisan terdepan. Ia membunuh musuh dalam jumlah yang besar, sampai musuh mengepungnya, kemudian membunuhnya.”

‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami hendak kembali ke Bashrah, aku berkata kepada Sahabat-Sahabatku,

‘Jangan kalian menceritakan kepada Ummu Ibrahim tentang berita yang menimpa puteranya sampai aku mengabarkan kepadanya dengan sebaik-baik hiburan. Sehingga ia tidak bersedih dan pahalanya tidak hilang.’

Ketika kami sampai di Bashrah, orang-orangpun keluar untuk menyambut kami, dan Ummu Ibrahim pun berada diantara mereka.”

‘Abdul Wahid berkata: “Ketika dia memandangku, ia bertanya, ‘Wahai Abu Ubaid, apakah hadiah dariku diterima sehingga aku diberi ucapan selamat, atau ditolak sehingga aku diberi belasungkawa?’

Akupun menjawab, ‘Hadiahmu telah diterima. Sesungguhnya Ibrahim hidup bersama orang-orang yang hidupdalam keadaan diberi rizki (insyaa Allah)’.

Maka ibu inipun tersungkur dalam keadaan bersujud kepada Allah karena bersyukur, dan mengatakan, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku dan menerima ibadah dariku.’ Kemudian ia pergi.

Keesokan harinya, Ummu Ibrahim datang ke masjid yang didalamnya terdapat ‘Abdul Wahid lalu dia berseru, ‘Assalaamu’alaikum wahai Abu ‘Ubaid, ada kabar gembira untukmu’. Selanjutnya dia berkata,
‘Tadi malam aku bermimpi melihat puteraku, Ibrahim, di sebuah taman yang indah. Di atasnya terdapat kubah hijau, sedangkan dia berada di atas ranjang yang terbuat dari mutiara, dan kepalanya memakai mahkota. Ibrahim berkata,
"Wahai ibu, bergembiralah. Sebab maharnya telah diterima dan aku bersanding dengan pengantin wanita.’”

Demikianlah salah satu kisah ibu-ibu umat Islam terdahulu. Yang dia menyebabkan bangsa Arab dan umat Islam dahulu, menjadi bangsa yang kuat. Umat Islam dahulu menjadi umat yang mempunyai kewibawaan yang besar diantara umat-umat yang lain. Salah satunya adalah upaya dari ibu-ibu dengan menyiapkan anak-anaknya sebagai prajurit pembela Islam.

Marilah para ibu, maupun calon ibu untuk mencontoh segala yang dilakukan oleh ibu-ibu umat Islam ini jaman terdahulu, yang selalu membantu suami dan anaknya dalam rangka mentaati Allah Subhanahu wa ta’ala.



Cerita Abu Qudamah


Setibanya di pos perbatasan kami menurunkan semua muatan dan bermalam di sana. Keesokan harinya setelah menunaikan shalat fajar, kita bergerak ke medan pertempuran untuk menghadapi musuh.

Sang komandan bangkit untuk mengatur barisan. Ia membaca permulaan Surat al-Anfaal. Ia mengingatkan kami akan besarnya pahala jihad fi sabilillah dan mati syahid, sambil terus mengobarkan semangat jihad kaum muslimin.

Abu Qudamah menceritakan, "Tatkala kuperhatikan orang-orang di sekitarku, kudapati masing-masing dari mereka mengumpulkan sanak kerabatnya di sekitarnya. Adapun si bocah, ia tidak punya ayah yang memanggilnya, atau paman yang mengajaknya, dan tidak pula saudara yang mendampinginya.

Akupun terus mengikuti dan memperhatikan gerak-geriknya, lalu terlihatlah olehku bahwa ia berada di barisan terdepan. Maka segeralah kukejar dia, kusibak barisan demi barisan hingga sampai kepadanya, kemudian aku berkata, "Wahai anakku, punyakah engkau pengalaman berperang..?"

"Tidak.. tidak pernah. Ini justru pertempuranku yang pertama kali melawan orang kafir," jawab si bocah.

"Wahai anakku, sesungguhnya perkara ini tidak segampang yang engkau bayangkan, ini adalah peperangan. Sebuah pertumpahan darah di tengah gemerincingnya pedang, ringkikan kuda, dan hujan panah.

Wahai anakku, sebaiknya engkau ambil posisi di belakang saja. Jika kita menang engkaupun ikut menang, namun jika kita kalah engkau tidak menjadi korban pertama," pintaku kepadanya.

Lalu dengan tatapan penuh keheranan ia berkata," Paman, engkau berkata seperti itu kepadaku..!?"
"Ya, aku mengatakan seperti itu kepadamu," jawabku.

"Paman.. apa engkau menginginkanku jadi penghuni neraka..?" tanyanya.
"A'uudzubillaah!! Sungguh, bukan begitu.. kita semua tidak berada di medan jihad seperti ini kecuali karena lari dari neraka dan memburu surga," jawabku.

Lalu kata si bocah, "Sesungguhnya Allah berfirman,

"Hai orang-orang beriman, apabila kamu bertemu orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka(mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembvalinya itu."(QS. Al-Anfaal: 15-16)


"Adakah Paman menginginkan aku berpaling membelakangi mereka sehingga tempat kembaliku adalah neraka?" tanya si bocah.

Akupun heran dengan kegigihannya dan sikapnya yang memegang teguh ayat tersebut. Kemudian aku berusaha menjelaskan, "Wahai anakku, ayat itu maksudnya bukan seperti yang engkau katakan." Namun tetap saja ia bersikeras tidak mau pindah ke belakang. Akupun menarik tangannya secara paksa, membawa ke akhir barisan. Namun ia justru menarik lengannya kembali seakan ingin melepaskan diri dari genggamanku. Lalu perangpun dimulai dan aku terhalang oleh pasukan berkuda darinya.

Dalam kancah pertempuran itu terdengarlah derap kaki kuda, diiringi gemerincing pedang dan hujan panah, lalu mulailah kepala-kepala berjatuhan satu-persatu. Bau anyir darah tercium di mana-mana. Tangan dan kaki bergelimpangan. Dan tubuh-tubuh tidak bernyawa tergeletak bersimbah darah.

Demi Allah, perang itu telah menyibukkan tiap orang akan dirinya sendiri dan melalaikan orang lain. Sabetan dan kilatan pedang di atas kepala yang tidak henti-hentinya, menjadikan suhu memuncak, seakan-akan ada tungku tanur yang menyala di atas kami.

Perangpun makin memuncak, kedua pasukan bertempur habis-habisan sampai matahari tergelincir dan masuk waktu zhuhur. Ketika itulah Allah berkenan menganugerahkan kemenangan bagi kaum muslimin, dan pasukan Salib lari tunggang-langgang.

Setelah mereka terpukul mundur, aku berkumpul bersama beberapa orang sahabatku untuk menunaikan shalat zhuhur. Selepas shalat, mulailah masing-masing dari kita mencari sanak keluarganya di antara para korban.

Sedangkan si bocah.. maka tidak seorangpun yang mencarinya atau menanyakan kabarnya. Maka kukatakan dalam hati, "Aku harus mencarinya dan menyelidiki keadaannya, barangkali ia terbunuh, terluka atau jatuh dalam tawanan musuh?"

Akupun mulai mencarinya di tengah para korban, aku menoleh ke kanan dan kiri kalau-kalau ia terlihat olehku. Di saat itulah aku mendengar ada suara lirih di belakangku yang mengatakan, "Saudara-saudara.. tolong panggilkan pamanku Abu Qudamah kemari.. panggilkan Abu Qudamah kemari."

Aku menoleh kearah suara tadi, ternyata tubuh itu ialah tubuh si bocah dan ternyata puluhan tombak telah menusuk tubuhnya. Ia babak belur terinjak pasukan berkuda. Dari mulutnya keluar darah segar. Dagingnya tercabik-cabik dan tulangnya remuk total.

Ia tergeletak seorang diri di tengah padang pasir. Maka aku segera bersimpuh di hadapannya dan berteriak sekuat tenagaku, "Akulah Abu Qudamah..!! Aku ada di sampingmu..!!"

"Segala puji bagi Allah yang masih menghidupkanku hingga aku dapat berwasiat kepadamu.. maka dengarlah baik-baik wasiatku ini.." kata si bocah.

Abu Qudamah mengatakan, sungguh demi Allah, tidak kuasa menahan tangisku. Aku teringat akan segala kebaikannya, sekaligus sedih akan ibunya yang tinggal di Raqqah. Tahun lalu ia dikejutkan dengan kematian suami dan saudara-saudaranya, lalu sekarang dikejutkan dengan kematian anaknya.

Aku menyingsingkan sebagian kainku lalu mengusap darah yang menutupi wajah polos itu. Ketika ia merasakan sentuhanku ia berkata, "Paman.. usaplah darahku dengan pakaianku, dan jangan engkau usap dengan pakaianmu."

Demi Allah, aku tidak kuasa menahan tangisku dan tidak tahu harus berkata apa. Sesaat kemudian, bocah itu berkata dengan suara lirih, "Paman.. berjanjilah bahwa sepeninggalku nanti engkau akan kembali ke Raqqah, dan memberi kabar gembira bagi ibuku bahwa Allah telah menerima hadiahnya, dan bahwa anaknya telah gugur di jalan Allah dalam keadaan maju dan pantang mundur. Sampaikan pula kepadanya jikalau Allah menakdirkanku sebagai syuhada, akan kusampaikan salamnya untuk ayah dan paman-pamanku di jannah.

Paman.. aku khawatir kalau nanti ibu tidak mempercayai ucapanmu. Maka ambillah pakaianku yang berlumuran darah ini, karena bila ibu melihatnya ia akan yakin bahwa aku telah terbunuh, dan insyaaAllah kami bertemu kembali di jannah.

Paman.. setibanya engkau di rumahku, akan engkau temui seorang gadis kecil berumur sembilan tahun. Ia adalah saudariku.. tidak pernah aku masuk rumah kecuali ia sambut dengan keceriaan, dan tidak pernah aku pergi kecuali diiringi isak tangis dan kesedihannya. Ia sedemikian kaget ketika mendengar kematian ayah tahun lalu, dan sekarang ia akan kaget mendengar kematianku.

Ketika melihatku mengenakan pakaian safar ia berkata dengan berat hati, "kak.. jangan engkau tinggalkan kami lama-lama.. segeralah pulang.. !!"

Paman.. jika engkau bertemu dengannya maka hiburlah hatinya dengan kata-kata yang manis. Katakan kepadanya bahwa kakakmu mengatakan, "Allah-lah yang akan menggantikanku mengurusmu."

Abu Qudamah melanjutkan, "Kemudian bocah itu berusaha menguatkan dirinya, namun nafasnya mulai sesak dan bicaranya tidak jelas. Ia berusaha kedua kalinya untuk menguatkan dirinya dan berkata,

"Paman.. demi Allah, mimpi itu benar.. mimpi itu sekarang menjadi kenyataan. Demi Allah, saat ini aku benar-benar sedang melihat al-Mardhiyyah dan mencium bau wanginya."

Lalu bocah itu mulai sekarat, dahinya berkeringat, nafasnya tersengal-sengal dan kemudian wafat di pangkuanku."

Abu Qudamah berkata, "Maka kulepaskan pakaiannya yang berlumuran darah, lalu kuletakkan dalam sebuah kantong, kemudian kukebumikan dia. Usai mengebumikannya, keinginan terbesarku ialah segera kembali ke Raqqah dan menyampaikan pesannya kepada ibunya.

Maka akupun kembali ke Raqqah. Aku tidak tahu siapa nama ibunya dan dimana rumah mereka.

Tatkala aku menyusuri jalan-jalan di Raqqah, terlihat olehku sebuah rumah. Di depan rumah itu ada gadis kecil berumur Sembilan tahun yang berdiri menunggu kedatangan seseorang. Ia melihat-lihat setiap orang yang berlalu di depannya. Tiap kali melihat orang yang baru datang dari bepergian ia bertanya, "Paman.. Anda datang dari mana?"

"Aku datang dari jihad," kata lelaki itu.
"Kalau begitu kakakku ada bersamamu..?" tanyanya.
"Aku tidak kenal, siapa kakakmu..?" kata lelaki itu sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang kedua, dan tanyanya,
"Akhi, Anda datang dari mana?"
"Aku datang dari jihad," jawabnya.
"Kakakku ada bersamamu?" tanya gadis itu.
"Aku tidak kenal, siapa kakakmu..?" kata lelaki itu sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang ketiga, keempat, dan demikian seterusnya. Lalu setelah putus asa menanyakan saudaranya, gadis itu menangis sambil tertunduk dan berkata, "Mengapa mereka semua kembali tetapi kakakku tidak kunjung kembali?"

Melihat ia seperti itu, akupun datang menghampirinya. Ketika ia melihat bekas-bekas safar padaku dan kantong yang kubawa, ia bertanya,
"Paman.. Anda datang dari mana?"
"Aku datang dari jihad," jawabku.
"Kalau begitu kakakku ada bersamamu?" tanyanya.

"Dimanakah ibumu?" tanyaku.
"Ibu ada di dalam rumah," jawabnya.
"Sampaikan kepadanya agar ia keluar menemuiku," perintahku kepadanya.

Ketika perempuan tua itu keluar, ia menemuiku dengan wajah tertutup gaunnya. Ketika aku mendengar suaranya dan ia mendengar suaraku, ia bertanya,
"Hai Abu Qudamah, engkau datang hendak berbela sungkawa atau memberi kabar gembira?"

Maka tanyaku, "Semoga Allah merahmatimu. Jelaskanlah kepadaku apa yang engkau maksud dengan bela sungkawa dan kabar gembira itu?"

"Jika engkau hendak mengatakan bahwa anakku telah gugur di jalan Allah, dalam keadaan maju dan pantang mundur berarti engkau datang membawa kabar gembira untukku, karena Allah telah menerima hadiahku yang telah kusiapkan untuk-Nya sejak tujuh belas tahun silam.

Namun jika engkau hendak mengatakan bahwa anakku kembali dengan selamat dan membawa ghanimah, berarti engkau datang untuk berbela sungkawa kepadaku, karena Allah belum berkenan menerima hadiah yang kupersembahkan untuk-Nya," jelas si perempuan tua.

Maka kataku, "Kalau begitu aku datang membawa kabar gembira untukmu. Sesungguhnya anakmu telah terbunuh fi sabilillah dalam keadaan maju dan pantang mundur. Ia bahkan masih menyisakan sedikit kebaikan, dan Allah berkenan untuk mengambil sebagian darahnya hingga ia ridha."

'Tidak!, kurasa engkau tidak berkata jujur," kata si ibu sambil melirik kepada kantong yang kubawa, sedang puterinya menatapku dengan seksama.

Maka kukeluarkanlah isi kantong tersebut, kutunjukkan kepadanya pakaian puteranya yang berlumuran darah. Nampak serpihan wajah anaknya berjatuhan dari kain itu, diikuti tetesan darah yang bercampur beberapa helai rambutnya.

"Bukankah ini adalah pakaiannya.. dan ini surbannya.. lalu ini gamisnya yang engkau kenakan kepada anakmu sewaktu berangkat berjihad..?" kataku.
"Allaahu Akbar..!!" teriak si ibu kegirangan.

Adapun gadis kecil tadi, ia justru berteriak histeris lalu jatuh terkulai tidak sadarkan diri. Tidak lama kemudian ia mulai merintih, "Aakh..! aakh..!"

Sang ibu merasa cemas, ia bergegas masuk kedalam mengambil air untuk puterinya, sedang aku duduk di samping kepalanya, mengguyurkan air kepadanya.

Demi Allah, ia tidak sedang merintih.. ia tidak sedang memanggil-manggil kakaknya. Akan tetapi ia sedang sekarat!! Nafasnya semakin berat.. dadanya kembang kempis.. Lalu perlahan rintihannya terhenti. Ya, gadis itu telah tiada.

Setelah puterinya tiada, ia mendekapnya lalu membawanya ke dalam rumah dan menutup pintu di hadapanku. Namun sayup-sayup terdengar suara dari dalam, "Ya Allah, aku telah merelakan kepergian suamiku, saudaraku, dan anakku di jalan-Mu. Ya Allah, kuharap Engkau meridhaiku dan mengumpulkanku bersama mereka di jannah-Mu."

Abu Qudamah berkata, "Maka kuketuk pintu rumahnya dengan harapan ia akan membukakan. Aku ingin memberinya sejumlah uang, atau menceritakan kepada orang-orang tentang kesabarannya sehingga kisahnya menjadi teladan. Akan tetapi sungguh, ia tidak membukakanku ataupun menjawab seruanku.

"Sungguh demi Allah, tidak pernah kualami kejadian yang lebih menakjubkan dari ini," kata Abu Qudamah mengakhiri kisahnya

Lihatlah, bagaimana si ibu mengorbankan segala yang ia miliki demi menggapai kebahagiaan ukhrawi. Ia perintahkan anaknya untuk berjihad fi sabilillah demi keridhaan Ilahi. Maka bagaimanakah nasib para pemalas seperti kita. Apa yang telah kita korbankan demi keridhaan-Nya?"


Kejujuran Mubarok


Dikisahkan dari Mubarok -ayahanda dari Abdulloh Ibnu al-Mubarok- bahwasanya ia pernah bekerja di sebuah kebun milik seorang majikan. Ia tinggal di sana beberapa lama. Kemudian suatu ketika majikannya -yaitu pemilik kebun tadi yang juga salah seorang saudagar dari Hamdzan- datang kepadanya clan mengatakan, "Hai Mubarok, aku ingin satu buah delima yang manis."

Mubarok pun bergegas menuju salah satu pohon dan mengambilkan delima darinya. Majikan tadi lantas memecahnya, ternyata ia mendapati rasanya masih asam. Ia pun marah kepada Mubarok sambil mengatakan, "Aku minta yang manis malah kau beri yang masih asam! Cepat ambilkan yang manis!"

Ia pun beranjak dan memetiknya dari pohon yang lain. Setelah dipecah oleh sang majikan; sama, ia mendapati rasanya masih asam. Kontan, majikannya semakin naik pitam. Ia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, majikannya mencicipinya lagi. Ternyata, masih juga yang asam rasanya. Setelah itu, majikannya bertanya, "Kamu ini apa tidak tahu; mana yang manis mana yang asam?"

Mubarok menjawab. "Tidak."
"Bagaimana bisa seperti itu?"

"Sebab aku tidak pernah makan buah dari kebun ini sampai aku benar-benar mengetahui (kehalalan)nya."


"Kenapa engkau tidak mau memakannya?" tanya majikannya lagi.
"Karena anda belum mengijinkan aku untuk makan dari kebun ini." Jawab Mubarok. Pemilik kebun tadi menjadi terheran-heran dengan jawabannya itu ..

Tatkala ia tahu akan kejujuran budaknya ini, Mubarok menjadi besar dalam pandangan matanya, dan bertambah pula nilai orang ini di sisi dia. Kebetulan majikan tadi mempunyai seorang anak perempuan yang banyak dilamar oleh orang. Ia mengatakan, “Wahai Mubarok, menurutmu siapa yang pantas memperistri putriku ini?"


"Dulu orang-orang jahiliyah menikahkan putri-¬putri mereka lantaran keturunan. Orang Yahudi menikahkan karena harta, sementara orang Nashrani menikahkan karena keelokan paras. Dan umat ini menikahkan karena agama." Jawab Mubarok.


Sang majikan kembali dibuat takjub dengan pemikirannya ini. Akhirnya majikan tadi pergi dan memberitahu isterinya, katanya, "Menurutku, tidak ada yang lebih pantas untuk putri kita ini selain Mubarok."

Mubarok pun kemudian menikahinya dan mertuanya memberinya harta yang cukup melimpah. Di kemudian hari, isteri Mubarok ini melahirkan Abdullah bin al-Mubarok; seorang alim, pakar hadits, zuhud sekaligus mujahid. Yang merupakan hasil pernikahan terbaik dari pasangan orang tua kala itu. Sampai-sampai Al-Fudhoil bin 'Iyadh Rohimahullah mengatakan -seraya bersumpah dalam perkataannya-, "Demi pemilik Ka'bah, kedua mataku belum pernah melihat orang yang semisal dengan Ibnu al-Mubarok.

Hari ini, kecurangan dan penipuan sudah semakin banyak terjadi dalam kehidupan sebagian orang. Sangat jarang kita temukan orang jujur lagi dipercaya dalam menunaikan amanah serta yang jauh dari sifat curang dan penipu.

Kalau akibat dari sebuah, perbuatan maksiat itu sudah maklum dan pasti di akhirat kelak, maka tempat kembalinya ketika di dunia lebih dekat lagi.



Taubatnya Malik bin Dinar -Rohimahullah-


Kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zhalim kepada manusia, memakan hak manusia, memakan riba, dan memukuli manusia. Kulakukan segala kezhaliman, tidak ada satu maksiat melainkan aku telah melakukannya. Sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku.

Malik bin Dinar Rohimahullah menuturkan: Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki anak. Maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang puteri yang kuberi nama Fathimah.

Aku sangat mencintai Fathimah. Setiap kali dia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan semakin sedikit maksiat di dalam hatiku.
Pernah suatu ketika Fathimah melihatku memegang segelas khamr, maka diapun mendekat kepadaku dan menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajuku. Saat itu umurnya belum genap dua tahun. Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta'ala -lah yang membuatnya melakukan hal tersebut.


Setiap kali dia bertambah besar, semakin bertambah pula keimanan di dalam hatiku. Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala selangkah, maka setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah meninggal dunia.

Maka akupun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Setanpun mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan berkata kepadaku: “Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya.” Maka aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamr sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku lihat diriku telah terlempar di alam mimpi.

Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat.
Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumipun telah bergoncang. Manusia berkumpul pada hari kiamat. Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil: Fulan ibn Fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar. Aku melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan.
Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: “Mari menghadap al-Jabbar!”

Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Kemudian aku melihat seekor ulat besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka mulutnya. Akupun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Akupun berkata: “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Dia menjawab: “Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah ini mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari kearah yang ditunjukkannya, sementara ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba aku mendapati api ada dihadapanku. Akupun berkata: “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?” Akupun kembali berlari dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata: “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.” Maka dia menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata: “Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari menuju gunung tersebut sementara ular akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil, dan aku mendengar semua anak tersebut berteriak: “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”

Selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah putriku. Akupun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut. Maka diapun memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular dengan tangan kirinya sementara aku seperti mayit karena sangat ketakutan. Lalu dia duduk di pangkuanku sebagaimana dulu di dunia.

Dia berkata kepadaku:
“Wahai ayah, “belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid:16)


Maka kukatakan: “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu.”
Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”

Dia Rohimahullah berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dia Rohimahullah berkata:
Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid: 16)
.....

Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar Rohimahullah yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi tabi'in, dan termasuk ulama Basrah. Dia dikenal selalu menangis sepanjang malam dan berkata: “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Dzat Yang Mengetahui penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni sorga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.”

Malik bin Dinar Rohimahullah bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru: “Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari. Dia berfirman kepadamu: “Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil.”

Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.

Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas. (Misanul I'tidal, III/426)


Kisah Syuraih al-Qadhi Tentang Isterinya




Diriwayatkan bahwa Syuraih al-Qadhi bertemu dengan asy¬-Sya'bi pada suatu hari, lalu asy-Sya'bi bertanya kepadanya tentang keadaannya di rumahnya. Ia menjawab:
"Selama 20 tahun aku tidak melihat sesuatu yang membuatku marah terhadap isteriku."
Asy-¬Sya'bi bertanya, "Bagaimana itu terjadi?" Syuraih menjawab, "Sejak malam pertama aku bersua dengan isteriku, aku melihat padanya kecantikan yang menggoda dan kecantikan yang langka.

Aku ber¬kata pada diriku: ‘Aku akan bersuci dan shalat dua rakaat sebagai tanda syukur kepada Allah. Ketika aku salam, aku mendapati isteri¬ku ada di belakangku ikut menunaikan shalat dengan shalatku dan salam dengan salamku.

Maka ketika rumahku telah sepi dari para Sahabat dan rekan-rekan, aku berdiri menuju kepadanya. Aku ulurkan tanganku keubun-ubunnya, maka dia berkata, 'Perlahan, wahai Abu Umayyah, seperti keadaan¬mu semula.'

Kemudian isteriku berkata,
"Segala puji bagi Allah. Aku memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. Semoga shalawat dan salam atas Muhammad dan keluarganya. Sesung¬guhnya aku adalah wanita asing yang tidak mengetahui akhlakmu, maka jelaskanlah kepadaku apa yang engkau sukai sehingga aku akan melakukannya dan apa yang tidak engkau sukai sehingga aku meninggalkannya."

Dia lalu mengatakan, 'Bisa jadi dahulu ada perempuan yang ingin menikah denganmu dan begitu juga aku, ada laki-laki yang ingin menikah denganku. Namun Allah telah menggariskan pertemuan ini. Engkau telah berkuasa penuh terhadap diriku, maka lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Apabila ada kebaikan dalam pernikahan ini maka pertahankanlah hubungan ini dengan cara yang baik dan bila ada keburukan sehingga harus berpisah maka ceraikanlah dengan cara yang baik pula. Aku ucapkan sampai di sini saja, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untukmu.'

Syuraih berkata,
"Demi Allah wahai asy-Sya'bi, ia membuat¬ku terpaksa berkhutbah di tempat tersebut.
Aku kata¬kan, 'Segala puji bagi Allah. Aku memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. Semoga shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya.

Sesungguhnya engkau mengatakan suatu pembicaraan yang bila engkau teguh di atasnya, maka itu menjadi keberuntunganmu, dan jika engkau meninggalkannya, maka itu menjadi hujjah (keburukan) atasmu. Aku menyukai demikian dan demikian, dan tidak menyukai demikian dan demikian. Bila ada kebaikan mari kita laksanakan, bila ada keburukan mari kita singkirkan.’

Ia bertanya, 'Bagaimana pandanganmu dalam mengunjungi keluargaku?' Aku menjawab, 'Aku tidak ingin membuat bosan mertuaku.'

Ia bertanya, 'Siapa yang engkau sukai dari para tetangga¬mu untuk masuk ke rumahmu sehingga aku akan mengizinkannya, dan siapa yang tidak engkau sukai sehingga aku tidak mengizin¬kannya masuk?' Aku mengatakan, 'Bani fulan adalah kaum yang shalih, dan Bani fulan adalah kaum yang buruk.'"

Syuraih berkata, "Wahai Sya’bi pada malam itu kami menikmati malam pertama, hati berbunga-bunga penuh dengan bahagia dan senang. Aku hidup bersamanya selama setahun dan aku tidak melihat melainkan sesuatu yang aku sukai. Hingga di penghujung tahun ketika aku pulang dari majelis Qadha' (peradilan), tiba-tiba ada seorang wanita tua di dalam rumahku. Aku bertanya, 'Siapa dia?' Isteriku menjawab, 'Dia adalah ipar perempuanmu.' Aku senang bertemu dengannya.

Ketika saya duduk berhadapan dengan iparku, dia mengucapkan salam dan akupun menjawabnya. Saya bertanya, ‘Siapa anda?’ Ia menjawab, ‘Saya ipar perempuanmu.’ Saya berkata, ‘Semoga Allah mengakrabkanmu dengan kami?’

Lalu bertanya kepadaku, 'Bagaimana pendapat¬mu tentang isterimu?' Aku menjawab, 'Dia adalah sebaik-baik isteri.' Ia berkata,
'Wahai Abu Umayyah, sungguh tidak ada kondisi yang paling buruk bagi wanita kecuali dalam dua keadaan, ketika melahirkan anak atau ketika mendapatkan perhatian yang lebih dari suaminya. Sehingga bila kamu meragukan isterimu maka hendaklah kamu ambil cambuk. Demi Allah, tidak ada perkara yang paling buruk bagi seorang laki-laki kecuali masuknya wanita yang manja ke dalam rumahnya. Oleh karena itu, hukumlah dengan hukuman yang engkau suka, dan didiklah dengan didikan yang engkau suka.'


Saya berkata, ‘Tenanglah wahai ibu, sungguh aku telah mendidik dan mengajari beberapa adab dengan baik dan aku melatihnya untuk hidup secara baik.’

Ia lalu berkata, ‘Apakah senang bila para kerabat isterimu berkunjung kerumahmu?’ Saya menjawab, ‘Silahkan berkunjung kapan saja.’

Syuraih berkata, ‘Kerabat isteriku datang setiap penghujung tahun dan memberi nasehat seperti itu. Aku tinggal ber¬sama isteriku selama 20 tahun, dan aku tidak pernah menghukumnya mengenai sesuatu pun, kecuali sekali, dan aku merasa telah menzhaliminya.”

Demikianlah sebuah kisah yang terdapat di Ahkaamun Nisaa', lbnul Jauzi (hal. 134-135) dan Ahkaamul Qur-an, lbnul 'Arabi (I/417).

Wednesday, August 11, 2010

Marhaban Yaa Ramadhan 1431 H

Mungkin hari-hari yang lewat telah menyisakan sebersit kenangan yang tak terlupa, ada salah, ada khilaf, ada dosa yang mengikuti perjalanan hari – hari itu.
agar tak ada sesal, tak ada dendam, tak ada penyesalan ….
mari kita sama-sama sucikan hati,diri,dan jiwa kita.
Marhaban Yaa Ramadhan

Berharap padi dalam lesung, yang ada cuma rumpun jerami,
harapan hati bertatap langsung, cuma terlayang sms ini.
Sebelum cahaya padam, Sebelum hidup berakhir,
Sebelum pintu tobat tertutup, Sebelum Ramadhan datang,
saya mohon maaf lahir dan bathin

SEIRING TERBENAM MENTARI DI AKHIR SYA’BAN,
TIBALAH KINI BULAN RAMADHAN,
PESAN INI SEBAGAI GANTI JABAT TANGAN UNTUK
MOHONKAN MAAF DAN KEKHILAFAN.
MARHABAN YA RAMADHAN.

Manusia tak pernah Luput dari salah dan hilap
karena manusai bukan mahkluk yang sempurna
di bulan yang suci ini mari kita bermaafan
agar tak ada dendam dan rasa dengki
marhaban ya ramadhan
mohon maaf lahir batin

Matahari berdzikir,
angin bertasbih dan pepohonan memuji keagungan-Mu.
Semua menyambut datangnya malam Seribu Bulan.
Selamat datang Ramadhan, Selamat beribadah puasa.
Mohon Maaf Lahir dan Bathin.

Untuk Orang Tua / Ayah dan Ibu
Ayah dan Ibu sudah menukar seluruh jiwa
semata untuk kebahagian aku
Dan sampai saat ini belum tentu aku bisa
mengganti dengan kebahagian untuk Ayah dan Ibu berdua.
Selamat Beribadah Puasa, Ayah, Ibu
Mohon maaf lahir dan bathin.

Adzan-adzan lari berseruan dari langit-langit rumah Tuhan
Tuntun jari-jari dosaku ke arah-Mu
Kutundukkan congkak kepalaku
Tak layak ku disisi-Mu
Gelimang noda dan dosa balut tubuhku dari semua rasa yang telah mati
Matahari berdzikir, angin bertasbih dan pepohonan memuji keagungan-Mu.
Semua menyambut datangnya Seribu Bulan.
Selamat datang Ramadhan, Selamat beribadah puasa.
Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Untuk Sahabat dekat
marhaban ya ramadhan….

termenung ku sejenak
mengingat akan keselahanku yang lampau
andai kalian smua ada disini sobat
maafku trucap dari hati yang paling dalam..
maafin ya… smua kesalahanku
Perkataan yg indah adlh “ALLAH”
Lagu yg merdu adlh “ADZAN”
Media yg terbaik adlh “AL QUR’AN”
Senam yg sehat adlh “SHALAT”
Diet yg sempurna adlh “PUASA”
Kebersihan yg menyegarkan adlh “WUDHU”
Perjalanan yg indah adlh “HAJI”
Khayalan yg baik adlh ingat akan “DOSA&TAUBAT”
Hidup ini hanya sebentarlagi
bentar marah,bentar ketawa
betar berduit,bentar boke
bentar senang,bentar susah
ooo ye…bentar lagi bulan puasa
met ramadhan…mohon maaf lahir bathin

Ya Allah……
Perkayalah Saudaraku ini dengan keilmuan
Hiasi hatinya dengan kesabaran
Muliakan wajahnya dengan ketaqwaan
Perindalah fisiknya dengan kesehatan
Serta terimalah amal ibadahnya dengan kelipat gandaan
Karena hanya Engkau Dzat penguasa sekalian alam
Marhaban Ya Ramadhan…
Mohon maaf lahir dan bathin…

Bila hati saling terpaut rasa cinta terjalin indah
Bila salah & Khilaf telah terjadi maka Mohon Maaf
Lahir & Batin atas kesalahan,
“Marhaban Ya Ramadhan”
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Semoga kita selalu diberkahi dibulan yang penuh mahrifah
Jika semua HARTA adalah RACUN maka ZAKAT-lah penawarnya,
Jika seluruh UMUR adalah DOSA maka TAQWA&TOBAT lah obatnya,
Jika seluruh BULAN adalah NODA maka RAMADHAN lah pemutihnya,
MOHON MAAF LAHIR&BATHIN,SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA.
Bila ada langkah membekas lara
bila ada kata merang kai dusta
bila ada tingkah menoreh luka
pada kesempatan ini saya mohonkan maaf lahir dan bathin.
Selamat Melaksanakan Ibadah Puasa pada bulan Ramadhan
Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi.
Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa.
Hidup ini terasa indah jika ada maaf.
Taqabalallahu Minna Waminkum…

Let’s join us for ‘RAMADHAN SALE
Diskon penghapus dosa besar2an s/d 100% utk semua jns dosa
Tin9ktkn ibadah wajib, sunnah, perbnyk istigfa dan shadaqah
Lebih heboh lg, ikuti DOOR PRIZE lailatul qadar
Slamat berpuasa maaf lahir batin

7 Indikator Kebahagiaan Dunia

1. Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.
2. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.
3. al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.
4. albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.
5. al malul halal, atau harta yang halal.
6. Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.
7. Umrun Mubarok, yaitu umur yang baroqah.


1. QOLBUN SYAKIRUN
"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menhinggakanya". (ibrahim 14:34).
"Hai Muadz, demi Allah sesungguhnya aku amat menyayangimu". Beliau melanjutkan sabdanya, "Wahai Muadz, aku berpesan, janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap sehabis shalat berdo'a : Allahumma a'innii `alaa dzikrika wa syukrika wa husni `ibaadatika (Ya Allah,tolonglah aku agar senantiasa ingat kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan baik dalam beribadat kepada-Mu)".
Para ulama mengemukakan tiga cara bersyukur kepada Allah:
Pertama, bersyukur dengan hati nurani. Kata hati alias nurani selalu benar dan jujur.
Kedua, bersyukur dengan ucapan. Lidahlah yang biasa melafalkan kata-kata. Ungkapan yang paling baik untuk menyatakan syukur kita kepada Allah adalah hamdalah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa mengucapkan subhana Allah, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa membaca la ilaha illa Allah, maka baginya 20 kebaikan. Dan, barangsiapa membaca alhamdu li Allah, maka baginya 30 kebaikan.”
Ketiga, bersyukur dengan perbuatan, yang biasanya dilakukan anggota tubuh. Tubuh yang diberikan Allah kepada manusia sebaiknya dipergunakan untuk hal-hal yang positif.

2. AZWAJU SHOLEKHAH
SEBUAH HADIS RASULULLAH YANG BERBUNYI :
APABILA SEORANG WANITA MENUNAIKAN KEWAJIBANNYA, TERHADAP TUHANNYA,MENTAATI SUAMINYA DAN MENGGERAKKAN, PERALATAN RUMAHNYA MAKA SEOLAH - OLAH IA MEMBACA TASBIH
KEPADA ALLAH TERUS MENERUS. APABILA IA MENYEDIAKAN DAN MEMBERI MAKANAN KEPADA ANAK - ANAKNYA NESCAYA ALLAH MENGGUGURKAN SEGALA DOSANYA ( SELAIN DARI DOSA BESAR ) .

ADAB KEPRIBADIAN WANITA
1. Selalu berada di rumah.
2. Mengutamakan tugas - tugas di rumah dari yang lain.
3. Selalu mendampingi suami dan menggembirakannaya di kala suami melihatnya.
4. memelihara kehormatan diri ketika suami tiada dirumah.
5. Meminta ijin kepada ibu bapa/ suami ketika ingin keluar.
6. Tumpukan hati untuk menjaga nama baiknya,mengurus rumah tangga,menumpukan
sembahyang,puasa dan selalu memikirkan agamanya.
7. Selalu merenung kan perbuatan,prilaku dan ibadah dirinya.
8. Tidak menuntut pemberian yang banyak dari pada suami.
9. Menundukkan pandangan dari yang haram dan jelek

3.AL AULADUN ABROR
SEPULUH KIAT MENDIDIK ANAK - ANAK
1. Menguatkan dan menyuburkan tubuh anak - anak dengan makananyang halal.
2. Menyuburkan tubuh mereka dengan riadhah.
3. Menghindarkan mereka dari segala bahaya.
4. Menanam keimanan yang tepat dan menyuburkan jiwa dengannya.
5. Memberi pelajaran mengenai ilmu - ilmu agama, ilmu pengetahuan,Serta cara
Berperilaku /budi pekerti luhur.
6. Mengajar mereka cara berhadapan dengan semua lapisan masyarakat.
7. Didik mereka supaya menghormati gurunya.
8. Tanamkan rasa cinta terhadap peribadi Rasulullah SAW dan ahli keluarga serta
para sahabat.
9. Ajari mereka akan AL - QURAN dan tanamkan rasa cinta kepadanya.
10. Tanamkan cita - cita untuk hidup dan mati dalam berbakti kepada ALLAH
Perhatikan seksama firman-firman Allah Ta’ala berikut.
Allah Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97).