Ahlan wa Sahlan

" Selamat Datang di Blog Manto Abu Ihsan,...Silahkan kunjungi juga ke www.mantoakg.alazka.org

Manto Abu Ihsan " Hadir untuk perubahan"

Manto Abu Ihsan " Hadir untuk perubahan"
H.Sumanto, M.Pd : " Siap membantu dalam kegiatan Motivation Building, Spiritual Power, Get Big Spirit and Character Building."

Monday, January 26, 2009

Sekilas Info

Informasi

Friday, January 23, 2009

MUSLIMAH

Figur Muslimah Sejati
Asma binti Abu Bakar adalah figur seorang muslimah sejati. Ia adalah putri dari seorang sahabat Rasulullah yang mulia Abu Bakar Ash Shiddiq. Kelahirannya di tengah-tengah tradisi jahiliyah yang sedang marak tidak membuatnya menjadi produk dari masyarakat tersebut. Tetapi asuhan keluarga Asma yang masih kokoh memelihara nilai-nilai fitrah, telah menyelamatkannya dari tarikan-tarikan tradisi masa itu. Ia begitu menekuni ajaran suci Illahi yang dibawa oleh Rasulullah saw dengan tanpa keraguan sedikitpun di dalam hatinya. Nilai-nilai Islam inilah yang begitu mengendap kuat dalam jiwanya, mampu membentuk kepribadian yang kuat, pandangan hidup, sikap serta cita-cita yang lurus.
Kematangan pribadinya terlihat jelas ketka ia dengan sekuat tenaga bersusah payah membantu perjalanan besar Rasulullah yang disertai ayahnya dari Mekkah menuju Madinah. Dalam peristiwa yang paling monumental itu, Asma telah memperlihatkan semangat pengorbanannya yang luar biasa. Ia turut memantau perkembangan keamanan di sekitar kota Mekkah, jatuh bangun melintasi padang pasir dan menaiki bukit terjal sambil membawa bekal makanan dan informasi berharga bagi Rasulullah dan ayahnya yang ketika itu sedang menyembunyikan diri dari kejaran kaum Quraisy di gua Tsaur. Dengan cerdiknya ia kemas dan ikat segala persiapan hijrah serapih mungkin di atas punggung unta. Untuk itu ia harus mengoyak ikat pinggangnya. Sejak itulah ia terkenal dengan julukan „Si Dua Tali Ikat Pinggang".
Hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah adalah satu peristiwa yang paling menentukan bagi perjalanan Islam. Ialah yang akan menjadi cikal bakal bagi tegaknya masyarakat Islam, yang akan menghancurkan tatanan masyarakat musyrikin. Karena itulah misi yang agung ini harus diselamatkan. Dan dalam usia yang masih sangat remaja, Asma binti Abu Bakar telah mampu untuk memahami betapa pentingnya arti hijrah Rasulullah tersebut. Untuk itu ia melakukan gerakan tutup mulut, ketika Abu Jahal secara paksa mengancamnya agar ia mau memberitahukan dimana persembunyian Rasulullah dan ayahnya. Saat Abu Jahal bertanya, „Dimana ayahmu ?", ia hanya menjawab dengan singkat, „Aku tidak tahu !". Berulang kali Abu Jahal menanyakan hal yang sama, bahkan ia mengancam akan menyiksa Asma. Namun dengan berani dan tabah Asma menjawab, „Tidak tahu !". Ketika kesabaran Abu Jahal telah habis, ia tempeleng muka Asma kuat-kuat, hingga Asma merasakan pedih yang amat sangat di telinganya. Namun pukulan dan berbagai ancaman itu bukanlah sesuatu yang berarti bagi Asma yang dapat menggeser pendiriannya. Sampai akhirnya Abu Jahal dan kawanannya bosan sendiri dengan ketegaran Asma dan pergi meninggalkannya.
Itulah sosok Asma binti Abu Bakar yang telah memainkan peranan yang menonjol di dalam panggung sejarah Islam. Ia banyak ikut terlibat dalam berbagai peristiwa penting, dari sejak kerasulan Muhammad saw hingga setelah beliau wafat. Ia ikut jatuh bangun dalam menjaga bangunan Islam dari rongrongan kaum kafir dan munafiqin pada masa kekhalifahan, hingga khalifah Islam jatuh pada bani Umayyah.
Asma telah melalui masa remajanya dengan berusaha kuat untuk menjaga dirinya dari kotoran-kotoran tradisi jahiliyah. Sebagai istri dari seorang mujahid agung, Zubair bin Awwam, ia telah memperlihatkan kesetiannya yang begitu mengagumkan. Dengan setia ia mengikuti suami, bersama-sama menyibukkan diri dengan perjuangan dan penyebaran islam. Tetapi kesibukannya itu tidaklah membuat dirinya lupa terhadap putranya sebagai amanah dari Allah. Ia begitu tekun memelihara dan mendidik putranya, Abdullah bin Zubair, dengan penuh keikhlasan dan cinta kasih. Ia menyandang tugas-tugas hidupnya dengan penuh kebanggaan, cinta dan pengorbanan hingga akhir hayatnya.
Dalam usianya yang ke 100, dimana kedua matanya sudah tidak mampu lagi melihat, ia masih mampu memberikan wejangan pada putranya yang akan pergi berjuang.
„Kalau kau yakin , kau diatas kebenaran, kemudian kau saksikan penderitaan dan kesulitan orang-orang yang menempuh jalan itu, apakah engkau akan menjadi lemah ? Demi Allah ini bukanlah sikap orang-orang yang merdeka, dan bukan sikap mukmin yang sejati. Berapa lama engkau akan tinggal di dunia ini ? Syahid adalah jauh lebih mulia ... !"
Abdullah bin Zubair yang ketika itu galau, saat pengikutnya satu-persatu mulai meninggalkannya, langsung bangkit menyongsong panggilan mulia itu tanpa sedikitpun keraguan hingga menemui syahid di jalan-Nya.
Itulah Asma, yang dalam usia yang sangat lanjut masih mampu memperlihatkan kharismanya sebagai seorang muslimah sejati.
Asma binti Abu Bakar wafat pada usia yang ke 100, tahun 73 setelah hijarah. Mudah-mudahan Allah selalu melapangkan tempatnya di hari akhir kelak. €

Figur Muslimah Sejati
Asma binti Abu Bakar adalah figur seorang muslimah sejati. Ia adalah putri dari seorang sahabat Rasulullah yang mulia Abu Bakar Ash Shiddiq. Kelahirannya di tengah-tengah tradisi jahiliyah yang sedang marak tidak membuatnya menjadi produk dari masyarakat tersebut. Tetapi asuhan keluarga Asma yang masih kokoh memelihara nilai-nilai fitrah, telah menyelamatkannya dari tarikan-tarikan tradisi masa itu. Ia begitu menekuni ajaran suci Illahi yang dibawa oleh Rasulullah saw dengan tanpa keraguan sedikitpun di dalam hatinya. Nilai-nilai Islam inilah yang begitu mengendap kuat dalam jiwanya, mampu membentuk kepribadian yang kuat, pandangan hidup, sikap serta cita-cita yang lurus.
Kematangan pribadinya terlihat jelas ketka ia dengan sekuat tenaga bersusah payah membantu perjalanan besar Rasulullah yang disertai ayahnya dari Mekkah menuju Madinah. Dalam peristiwa yang paling monumental itu, Asma telah memperlihatkan semangat pengorbanannya yang luar biasa. Ia turut memantau perkembangan keamanan di sekitar kota Mekkah, jatuh bangun melintasi padang pasir dan menaiki bukit terjal sambil membawa bekal makanan dan informasi berharga bagi Rasulullah dan ayahnya yang ketika itu sedang menyembunyikan diri dari kejaran kaum Quraisy di gua Tsaur. Dengan cerdiknya ia kemas dan ikat segala persiapan hijrah serapih mungkin di atas punggung unta. Untuk itu ia harus mengoyak ikat pinggangnya. Sejak itulah ia terkenal dengan julukan „Si Dua Tali Ikat Pinggang".
Hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah adalah satu peristiwa yang paling menentukan bagi perjalanan Islam. Ialah yang akan menjadi cikal bakal bagi tegaknya masyarakat Islam, yang akan menghancurkan tatanan masyarakat musyrikin. Karena itulah misi yang agung ini harus diselamatkan. Dan dalam usia yang masih sangat remaja, Asma binti Abu Bakar telah mampu untuk memahami betapa pentingnya arti hijrah Rasulullah tersebut. Untuk itu ia melakukan gerakan tutup mulut, ketika Abu Jahal secara paksa mengancamnya agar ia mau memberitahukan dimana persembunyian Rasulullah dan ayahnya. Saat Abu Jahal bertanya, „Dimana ayahmu ?", ia hanya menjawab dengan singkat, „Aku tidak tahu !". Berulang kali Abu Jahal menanyakan hal yang sama, bahkan ia mengancam akan menyiksa Asma. Namun dengan berani dan tabah Asma menjawab, „Tidak tahu !". Ketika kesabaran Abu Jahal telah habis, ia tempeleng muka Asma kuat-kuat, hingga Asma merasakan pedih yang amat sangat di telinganya. Namun pukulan dan berbagai ancaman itu bukanlah sesuatu yang berarti bagi Asma yang dapat menggeser pendiriannya. Sampai akhirnya Abu Jahal dan kawanannya bosan sendiri dengan ketegaran Asma dan pergi meninggalkannya.
Itulah sosok Asma binti Abu Bakar yang telah memainkan peranan yang menonjol di dalam panggung sejarah Islam. Ia banyak ikut terlibat dalam berbagai peristiwa penting, dari sejak kerasulan Muhammad saw hingga setelah beliau wafat. Ia ikut jatuh bangun dalam menjaga bangunan Islam dari rongrongan kaum kafir dan munafiqin pada masa kekhalifahan, hingga khalifah Islam jatuh pada bani Umayyah.
Asma telah melalui masa remajanya dengan berusaha kuat untuk menjaga dirinya dari kotoran-kotoran tradisi jahiliyah. Sebagai istri dari seorang mujahid agung, Zubair bin Awwam, ia telah memperlihatkan kesetiannya yang begitu mengagumkan. Dengan setia ia mengikuti suami, bersama-sama menyibukkan diri dengan perjuangan dan penyebaran islam. Tetapi kesibukannya itu tidaklah membuat dirinya lupa terhadap putranya sebagai amanah dari Allah. Ia begitu tekun memelihara dan mendidik putranya, Abdullah bin Zubair, dengan penuh keikhlasan dan cinta kasih. Ia menyandang tugas-tugas hidupnya dengan penuh kebanggaan, cinta dan pengorbanan hingga akhir hayatnya.
Dalam usianya yang ke 100, dimana kedua matanya sudah tidak mampu lagi melihat, ia masih mampu memberikan wejangan pada putranya yang akan pergi berjuang.
„Kalau kau yakin , kau diatas kebenaran, kemudian kau saksikan penderitaan dan kesulitan orang-orang yang menempuh jalan itu, apakah engkau akan menjadi lemah ? Demi Allah ini bukanlah sikap orang-orang yang merdeka, dan bukan sikap mukmin yang sejati. Berapa lama engkau akan tinggal di dunia ini ? Syahid adalah jauh lebih mulia ... !"
Abdullah bin Zubair yang ketika itu galau, saat pengikutnya satu-persatu mulai meninggalkannya, langsung bangkit menyongsong panggilan mulia itu tanpa sedikitpun keraguan hingga menemui syahid di jalan-Nya.
Itulah Asma, yang dalam usia yang sangat lanjut masih mampu memperlihatkan kharismanya sebagai seorang muslimah sejati.
Asma binti Abu Bakar wafat pada usia yang ke 100, tahun 73 setelah hijarah. Mudah-mudahan Allah selalu melapangkan tempatnya di hari akhir kelak. €
Putri Rasulullah Yang Zuhud
Seorang gadis kecil berlari-lari menuju Ka’bah, kemudian ia bergegas menuju kepada orang tua yang tengah bersujud. Dilihatnya punggung orang tua itu penuh kotoran unta. Secepat kilat ia membersihkannya. Bercampur rasa geram air mukanya menyiratkan kesedihan yang begitu dalam. Betapa tidak, kotoran unta itu membaluri hampir seluruh jubah ayahnya. Tanpa kenal takut sedikitpun gadis kecil itu menantang orang-orang yang sombong yang tengah berdiri di hadapannya. Air mukanya benar-benar menunjukkan kemarahan, tanpa perduli bahwa yang sedang dihadapinya adalah para begundal Quraisy yang tersohor kekejamannya.
Itulah Fathimah binti Muhammad saw. Masa kanak-kanaknya diwarnai oleh pergolakan sengit antara risalah suci yang dibawa ayahandanya menghadapi para penyembah berhala yang menginginkan sirnanya risalah tersebut. Setiap saat ia harus menyaksikan sikap pengingkaran masyarakatnya terhadap risalah tauhid yang diserukan ayahnya. Bukan hanya bersifat pasif, pengingkaran itu pun berupa celaan yang keji, gangguan fisik dan fitnah.
Dalam usia yang semuda itu seharusnya Fathimah tidak terlalu perduli, tetapi Allah telah memberikan kelebihan pada putri Rasulullah saw dari ibunda Khadijah ini. Ia dikaruniai sifat lemah lembut, cerdas dan berani. Kelebihan karunia itu jelas sesuatu yang tidak dimiliki anak-anak seusianya. Fathimah harus menyaksikan realita pahit yang melanda keluarganya, terutama gangguan pahit yang ditimpa oleh ayahnya. Ajaibnya, fenomena ini telah mampu dicerna oleh Fathimah kecil. Dan kondisi inilah yang telah melahirkan kedewasaan yang lebih dini dari pada anak-anak Fathimah.
Masa kanak-kanaknya adalah masa keprihatinan, dan masa kekhawatiran atas keselamatan sang pembawa risalah, Rasulullah saw. Untuk itulah Fathimah nyaris selalu memantau kemana ayahnya pergi. Fathimah pun harus turut merasakan pemboikotan terhadap keluarga bani Hasyim oleh masyarakat jahiliyah Quraisy selama 3 tahun.
Seusai masa pemboikotan tersebut, datanglah ujian baru dengan berpulangnya sang ibunda tercinta, Khadijah; ke pangkuan Allah swt. Dipandanginya orang yang sangat dikasihinya dengan air mata berderai tak tertahankan. Fathimah yang belum lagi puas dibuai oleh tangan lembut sang bunda, sedih sekali menghadapi kenyataan ini. Lembara kisah hidup Fathimah penuh dengan hal-hal yang menakjubkan.
Sejarah telah mencatat bagaimana ia telah menjadi seorang ibu rumah tangga yang selalu bekerja keras, bekerja dengan segenap kemampuannya untuk kepentingan keluarga dalam kondisi yang miskin. Pilihannya kepada Ali bin Abi Thalib tidak pernah membuatnya menyesal. Dan konsekwensi atas pilihannya itu pun ia jalani dengan penuh kesabaran, walaupun ia harus jatuh bangun menegakkan pilar-pilar rumah tangganya.
Ia sering kekurangan makan, tapi tak pernah lupa untuk membagi apa yang dimilikinya kepada orang yang lapar yang datang menghampiri pintu rumahnya. Fathimah sangat sayang kepada ayahnya, patuh pada suaminya serta setia kepada risalah yang diajarkan ayahnya.
Ketika kehidupan berangsur membaik dan makanan tersedia dengan cukup, kadang ia tetap tidak mempunyai apa-apa sepanjang hari. Hal itu disebabkan karena ia sering memberikan makanan kepada orang yang jauh lebih sengsara. Ia selalu berusaha untuk mengatakan „tidak" terhadap keinginannya sendiri, sehingga dirinya tidak menjadi budak nafsu yang akan membawa kepada kebinasaan.
Dari Ali bin Abi Thalib, Fathimah melahirkan dua orang putra dan dua orang putri, Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kaltsum. Kelak putra-putri Fathimah ini pun tercatat sebagai mujahid dan mujahidah yang tangguh hingga akhir hayatnya.
Disadur dari UMMI 8/V/1993

Wanita Yang Berhijrah Dua Kali
Rombongan muhajir ke Habasyah membawa 11 orang wanita. Ini berarti bahwa wanita muslim adalah bagian dari dakwah dan jihad di jalan Allah. Mereka tinggalkan kesenangan hidup yang hanya sebentar, berupa harta, anak dan keluarga serta negeri demi Allah. Mereka tinggalkan tanah airnya yang mahal dan berangkat menuju Habasyah, sebuah negeri yang jauh dengan penduduk yang berlainan bangsa, warna dan suka, demi membela akidah yang diimaninya.
Tatkala fajar dakwah memancar dari Mekkah, maka muhajir pertama bukanlah dua orang laki-laki, tetapi seorang laki-laki dan seorang wanita. Kedua Muhajir ini adalah Utsman bin Affan dan Ruqayyah binti Muhammad saw. Ruqqayah lahir sesudah kakaknya, Zainab. Sesudah kedua orang itu, muncullah Ummu Kaltsum yang menemani dalam hidupnya setelah Zainab menikah.
Ketika keduanya mendekati usia perkawinan, Abu Thalib meminang mereka berdua untuk kedua putra Abu Lahab. Allah menghendaki perkawinan ini tidak berlangsung lama, karena melihat sikap Abu Lahab ter

Ketegaran Mengalahkan Kebodohan
“Sejak memeluk Islam gelora semangat Tufail pemimpin suku ad-Dausy untuk berdakwah pada kaumnya makin tak terbendung. Mula-mula pada istrinya, ia lansung menyodok “ dengarkanlah..... mulai detik ini engkau bukan milikku dan aku bukan milikmu.”
“Mengapa demikian wahai suamiku?” Islam telah membedakan aku dan engkau!
” Tidak...sebab agamamu adalah agamaku!” jawab sang isteri mantap.
Seruan dakwah Tufail, disambut dingin. Kecuali oleh dua orang, Abu Hurairoh dan Abul Akr, yang menyambut.hangat Abul Akr adalah suami dari Ghaziyah binti jabir, wanita yang sontak mengimani apa yang diimani suaminya.
Dari sinilah bermula kisah ketegaran seorang Ghaziyah binti jabir. Wanita yang terkenal juga dengan dengan sebutan Ummu Syariek itu tanpa sungkan sejak itu memperlihatkan ciri-ciri keimanannya pada masyarakatnya. Muslimah itu berharap, akhlak-akhlak karimah yang diperlihatkannya, akan makin membuka kesadaran kaumnya.
Namun ternyata harapannya melesat, tetangga-tetangganya malah jadi berang dengan ulah Ummu Syariek, dan langsung mengadukan perihal keislaman wanita itu pada saudara-saudaranya. Suatu hari , tatkala suaminya sedang tak berada dirumah, saudara-saudara suaminya beramai-ramai menggedor pintu rumah Ummu Syariek. Dengan wajah beringas penuh permusuhan, mereka menanyakan wanita itu.
"Apakah engkau telah memeluk Islam?
“Benar,”jawab Ummu Syariek tegas.
“Kalau begitu, tidak ada jalan lain, kami akan menyiksamu dengan siksaan yang keras!”
Dengan gagah berani, Ummu Syariek menegaskan, ia tak gentar oleh ancaman itu. Ia katakan pada begundal-begundal suku Dausy itu, apapun yang akan diancamkan pada dirinya, ia tak akan keluar dari keimanan-nya. Para begundal itu makin berang.
Setelah ancaman dan bujuk rayu mereka gagal, mereka menyeret wanita mu’minah itu, lalu memasukkannya kesebuah rumah kosong yang kotor bersama seekor unta yang penuh koreng. Bila matahari tengah terik membakar, wanita itu diseret keluar, lalu dipentangkan ditengah-tengah padang pasir. Selama dalam siksaan itu, tak setetes air pun diberikan kepadanya. Sembari menyiksa, para begundal itu terus memteror Ummu Syariek;
“Tinggalkan agama Muhammad!”.
Andai saja Ummu Syariek tidak bersikeras, rayu para penyiksa itu, niscaya ia akan dibebaskan dari siksa yang berat. Tapi apa sikap wanita mu’minah itu? ia selalu menunjuk-nunjuk jarinya keatas langit, membuat isyarat ahad (tauhid), sebagaimana yang dilakukan sahabat Bilal r.a. Bibir wanita tegar itupun , tak putus-putusnya bertakbir, bertahmid dan bertasbih Bertubi-tubi siksaan yang mendera-nya, begitu pula diiringi nya siksaan itu dengan kesibukan berdzikir kepada Allah. Boleh jadi, para penyiksanya sampai bosan dan lelah mendera wanita perkasa itu.
Kemudian merekapun memutuskan untuk meninggalkan wanita ‘pembangkang’ ituterpentang sendirian di tengah padang pasir yang tengah terik terbakar matahari. Ketika itulah terjadi suatu mu’jizat Robbani. Ummu Syariek sibuk berdzikir sembari menahan dahaga luar biasa. Tatkala ia sekonyong-konyong merasakan sebuah timba air yang datang menghampi-rinya. Ia pun meneguk air itu sepuas-puasnya, dan setelah itu timba itu menjauh darinya. Ummu Syariek menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari dari arah mana datangnya timba itu.
Demikianlah, beberapa kali timba itu mendekat, dan Ummu Syariek merenguk sepuas-puasnya. Bahkan sekujur badannya disiramnya , hingga ia merasakan kenyang dan sejuk. Dan tatkala para begundal Dausy datang kembali,lalu mengetahui keadaan wanita itu, mereka pun terperanjat luar biasa.
“Dari mana kau peroleh air itu, hai musuh Allah?”.
“Musuh Allah...? sesungguhnya kalianlah musuh Allah, manusia-manusia yang membenci agama-Nya. Kalian tanya darimana air itu? Dari Allah. Dia memberi rizki kepada saya!”jawab Ummu Syureik gagah.
Mereka masih sangat tidak yakin atas keterangan wanita mu’minah itu. Segera gerombolan penyiksa itu menghampiri sumur yang ada di dekat situ, lantas mengamati timbanya. Ternyata timbanya masih di tempat semula tanpa berubah sama sekali. Berarti Ummu Syariek amat mustahil bisa mengambil air. Entah kenapa, menyaksikan kenyataan ini, para pegundal Dausy itu jadi tercenung. Segera saja tanpa komando, dari bibir salah seorang
Ketegaran Mengalahkan Kebodohan
“Sejak memeluk Islam gelora semangat Tufail pemimpin suku ad-Dausy untuk berdakwah pada kaumnya makin tak terbendung. Mula-mula pada istrinya, ia lansung menyodok “ dengarkanlah..... mulai detik ini engkau bukan milikku dan aku bukan milikmu.”
“Mengapa demikian wahai suamiku?” Islam telah membedakan aku dan engkau!
” Tidak...sebab agamamu adalah agamaku!” jawab sang isteri mantap.
Seruan dakwah Tufail, disambut dingin. Kecuali oleh dua orang, Abu Hurairoh dan Abul Akr, yang menyambut.hangat Abul Akr adalah suami dari Ghaziyah binti jabir, wanita yang sontak mengimani apa yang diimani suaminya.
Dari sinilah bermula kisah ketegaran seorang Ghaziyah binti jabir. Wanita yang terkenal juga dengan dengan sebutan Ummu Syariek itu tanpa sungkan sejak itu memperlihatkan ciri-ciri keimanannya pada masyarakatnya. Muslimah itu berharap, akhlak-akhlak karimah yang diperlihatkannya, akan makin membuka kesadaran kaumnya.
Namun ternyata harapannya melesat, tetangga-tetangganya malah jadi berang dengan ulah Ummu Syariek, dan langsung mengadukan perihal keislaman wanita itu pada saudara-saudaranya. Suatu hari , tatkala suaminya sedang tak berada dirumah, saudara-saudara suaminya beramai-ramai menggedor pintu rumah Ummu Syariek. Dengan wajah beringas penuh permusuhan, mereka menanyakan wanita itu.
"Apakah engkau telah memeluk Islam?
“Benar,”jawab Ummu Syariek tegas.
“Kalau begitu, tidak ada jalan lain, kami akan menyiksamu dengan siksaan yang keras!”
Dengan gagah berani, Ummu Syariek menegaskan, ia tak gentar oleh ancaman itu. Ia katakan pada begundal-begundal suku Dausy itu, apapun yang akan diancamkan pada dirinya, ia tak akan keluar dari keimanan-nya. Para begundal itu makin berang.
Setelah ancaman dan bujuk rayu mereka gagal, mereka menyeret wanita mu’minah itu, lalu memasukkannya kesebuah rumah kosong yang kotor bersama seekor unta yang penuh koreng. Bila matahari tengah terik membakar, wanita itu diseret keluar, lalu dipentangkan ditengah-tengah padang pasir. Selama dalam siksaan itu, tak setetes air pun diberikan kepadanya. Sembari menyiksa, para begundal itu terus memteror Ummu Syariek;
“Tinggalkan agama Muhammad!”.
Andai saja Ummu Syariek tidak bersikeras, rayu para penyiksa itu, niscaya ia akan dibebaskan dari siksa yang berat. Tapi apa sikap wanita mu’minah itu? ia selalu menunjuk-nunjuk jarinya keatas langit, membuat isyarat ahad (tauhid), sebagaimana yang dilakukan sahabat Bilal r.a. Bibir wanita tegar itupun , tak putus-putusnya bertakbir, bertahmid dan bertasbih Bertubi-tubi siksaan yang mendera-nya, begitu pula diiringi nya siksaan itu dengan kesibukan berdzikir kepada Allah. Boleh jadi, para penyiksanya sampai bosan dan lelah mendera wanita perkasa itu.
Kemudian merekapun memutuskan untuk meninggalkan wanita ‘pembangkang’ ituterpentang sendirian di tengah padang pasir yang tengah terik terbakar matahari. Ketika itulah terjadi suatu mu’jizat Robbani. Ummu Syariek sibuk berdzikir sembari menahan dahaga luar biasa. Tatkala ia sekonyong-konyong merasakan sebuah timba air yang datang menghampi-rinya. Ia pun meneguk air itu sepuas-puasnya, dan setelah itu timba itu menjauh darinya. Ummu Syariek menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari dari arah mana datangnya timba itu.
Demikianlah, beberapa kali timba itu mendekat, dan Ummu Syariek merenguk sepuas-puasnya. Bahkan sekujur badannya disiramnya , hingga ia merasakan kenyang dan sejuk. Dan tatkala para begundal Dausy datang kembali,lalu mengetahui keadaan wanita itu, mereka pun terperanjat luar biasa.
“Dari mana kau peroleh air itu, hai musuh Allah?”.
“Musuh Allah...? sesungguhnya kalianlah musuh Allah, manusia-manusia yang membenci agama-Nya. Kalian tanya darimana air itu? Dari Allah. Dia memberi rizki kepada saya!”jawab Ummu Syureik gagah.
Mereka masih sangat tidak yakin atas keterangan wanita mu’minah itu. Segera gerombolan penyiksa itu menghampiri sumur yang ada di dekat situ, lantas mengamati timbanya. Ternyata timbanya masih di tempat semula tanpa berubah sama sekali. Berarti Ummu Syariek amat mustahil bisa mengambil air. Entah kenapa, menyaksikan kenyataan ini, para pegundal Dausy itu jadi tercenung. Segera saja tanpa komando, dari bibir salah seorang
Islamlah Maharnya
Sinar Islam berhasil menembus relung hati Rumaisha binti Milhan, menguliti jelaga-jelaga kebodohan yang telah bertahun-tahun membungkus hidupnya. Inilah kebenaran yang hakiki. Apa lagi yang harus ditunggu ? Demikianlah wanita Anshor itu telah mantap menerima islam dengan segenap jiwa dan raganya. Ia kabarkan keislamannya pada suaminya Malik bin An-Nadhr dengan penuh suka cita. „Suamiku, tidakkah engkau ingin mengikuti jejak langkahku menuju jalan kebenaran ini ?".
Ajakan mulia wanita itu ternyata tidak disambut ceria sang suami. Bahkan Malik bin An-Nadhr marah dan menjerit di dekat telinga Rumaisha. „Apakah kau sudah campakkan agama nenek moyang kita ?" Begitu berangnya Malik mendengar istrinya masuk Islam.
Namun, istri malik yang sebih dikenal dengan panggilan Ummu Sulaim itu menjawab dengan tenang dan bijak, „Sesungguhnya aku telah menyerahkan wajahku kepada Allah, Robb semesta alam ini." Ia telah begitu yakin dengan keimanannya yang baru. Lalu kepada Anas bin Malik putranya, Ummu Sulaim menoleh. Mengajarkan anak kecil yang telah pandai bicara itu untuk mengucapkan dua kalimat syahdat.
„Katakan Asyhadu an laa ilaaha illa Allah !", kata Ummu Sulaim kepada anaknya. Dan anak itu cepat menyambut seruang sang Ummi. „Asyhadu an laa ilaaha illa Allah !"
Kemudian Ummu Sulaim mengajrkannya mengucapkan kalimat yang kedua. „Katakanlah sekali lagi Asyhadu anna Muhammad Rasulullah ... !" Dan dengan cerdas anak itu pun mengikuti ucapan sang Ummi. Dengan demikian resmilah dua anak-beranak itu masuk ke pangkuan Islam semenjak itu. Peristiwa besar itu persis berlangsung di depan suami Ummu Sulaim.
Karuan, Malik tambah menjadi-jadi kemarahannya. „Kau telah merusak kepercayaan anakku ... !". Namun dengan tangkas dan tegas Ummu Sulaim langsung menjawab, „Aku tidak merusak kepercayaannya, bahkan aku memimpinnya ke jalan yang lurus. Aku berharap kelak ia tumbuh dan besar dalam bimbingan hidayah dan iman!"
Malik An-Nadhr merasa terpojok dengan jawaban yang istri yang tegas dan mantap itu. Sejak itupun rumah tangga Ummu Sulaim sering diwarnai keributan mulut. Namun selalu saja pertengkaran itu malah makin memojokkan Malik An-Nadhr, karena Ummu Sulaim begitu mantap hujah-hujahnya. Maka Malik akhirnya pergi meninggalkan Ummu Sulaim ke Syam, sampai suaminya itu mati di sana. Hingga akhirnya kematian suaminya itu sampai ke telinga Ummu Sulaim. Wanita itu telah berjanji untuk tidak ingin menikah lagi kecuali jika diizinkan anaknya Anas bin Malik.
Kabar Ummu Sulaim yang telah menjanda itu, telah memunculkan hasrat seorang lelaki kaya bernama Abu Tholhah untuk meminangnya. Lelaki Madinah itu terkenal memiliki sifat kesatria, dermawan dan berstatus tinggi di antara kaumnya. Tapi Abu Tholhah kala itu masih musyrik.
Ketika tiba di rumah Ummu Sulaim, Abu Tholhah meminta izin masuk. Ummu Sulaim mengizinkannya. Berlangsunglah pertemuan itu yang dihadiri pula oleh Anas bin Malik, putra Ummu Sulaim. Abu Tholhah berterus terang tentang maksud kedatangannya.
„Maukah engkau menjadi istriku ?", katanya. Apa yang dinanti ? Ternyata jawaban Ummu Sulaim tak seperti yang diharapkan kesatria Madinah itu. „Sesungguhnya pria seperti anda, hai Abu Tholhah tak pantas saya tolak lamarannya. Tetapi aku tak akan kwin dengan anda, karena anda kafir ... !" „Apakah yang kuning atau yang putih ? Emas atau perak ?", kata pria itu penasaran.
Dengan suara lantang Ummu Sulaim kembali menjawab, „Kusaksikan kepada anda, hai Abu Tholhah, kusaksikan kepada Allah dan Rasul Nya, sesungguhyna jika engkau Islam, aku rela engkau menjadi suamiku tanpa emas dan perak. Cukuplah Islam itu menjadi mahar bagiku !"
Sepanjang usianya, Abu Tholhah baru melihat wanita Madinah dengan pandangan hidup „aneh", namun tegar ini. Siapa pun tahu siapa Abu Tholhah. Seorang terpandang, kaya, dermawan lagi bersifat kesatria. Ia yakin wanita Madinah mana yang tidak luluh hatinya melihat modal yang dimilikinya itu. Tapi ia kini berhadapan dengan seorang wanita yang sama sekali tidak silau dengan kemuliaan yang dimilikinya. Amboi, keyakinan apa yang kini dimiliki wanita ini ? Abu Tholhah makin penasaran. Langsung saja ia minta penjelasan tentang keyakinan „baru" Ummu Sulaim.
Maka Ummu Sulaim menjelaskan beberapa prinsip Islam, yang menyebabkan Abu Tholhah makin terterik untuk memeluk Islam. Akhirnya pria Madinah terpandang itu bertanya, „Siapakah yang harus mengislamkan aku ?" „Aku bisa", jawab Ummu Sulaim. Wanita itu segera memerintahkan Abu Tholhah mengikrarkan dua kalimat syahaat. „Katakan, tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah. Setelah itu anda pulang ke rumah, hancurkan seluruh berhala sembahanmu itu, lalu buang !"
Setelah berikrar, barulah Ummu Sulaim menepati janjinya menerima pinangan itu. Kepada anaknya Anas bin Malik, ia pun tetap memegang janjinya, untuk meminta perkenannya, apakah ia boleh menikah lagi. Anas menyetujui ibunya dilamar Abu Tholhah, maka segera berlangsung pernikahan itu.
Mendengar kabar Ummu Sulaim menikah dengan Abu Tholhah dengan mahar „Abu Tholhah masuk Islam", kaum muslimin berkata, „Belum pernah kami mendengar mahar nikah yang lebih mahal dari mahar Ummu Sulaim. Maharnya ialah Islam."
Islam telah menghunjam kokoh di dalam hati wanita itu. Ini hanya dimungkinkan lantaran Ummu Sulaim memiliki kebersihan hari, kemantapan jiwa, tanpa sedikitpun ragu akan kebenaran risalah suci itu. Seluruh pemikiran, tradisi, perasaan dan pandangan jahiliyah ia tinggalkan sama sekali. Lalu jiwa itu diisinya dengan Islam. Dari jiwa fitrah inilah muncul semangat, perasaan, selera, cita-cita serta tujuan hidup yang semuanya sekali berwawasan Islam. Hal ini dibuktikannya, ketika ia berusaha keras mengajak suami pertamanya untuk masuk Islam. Semua itu hanya makin menguatkan bukti, Ummu Sulaim sangat ingin rumah tangganya berdiri di atas kerangka nilai Islam secara total. Tak perduli apa pun yang terjadi, ia lebih mencintai Islam dari apa pun.
Hanya Anas, putranya yang masih kecil itu, berhasil ia selamatkan. Di dalam genggaman pendidikannya, putra sahabiyah mulia itupun, Anas bin Malik akhirnya menjadi salah seorang perawi hadits yang terkenal.
Dengan cerdik Ummu Sulaim berhasil menyelamatkan Abu Tholhah, seorang tokoh Yatsrib, lewat pernikahan bersyarat itu. Sejarah mencatat, kedua suami istri mulia ini aktif dan gigih dalam kancah dakwah dan jihad sampai akhir hayatnya. Keduanya adalah orang yang termasuk berbaiat di Aqobah untuk memperjuangkan Islam. Rasulullaah saw bahkan menunjuk Abu Tholhah menjadi salah seorang dari 12 naqib (kepala regu) dalam membebaskan Madinah.
Berbicara tentang sejarah dakwah Islam, orang pasti akan tidak melewati sepak terjang serta keutamaan sahabiyah mulia itu. Ummu Sulaim dikenal pula sebagai perawi hadits. Baliau telah meriwayatkan 14 hadits berasal langsung dari Rasulullaah saw. Di antaranya terdapat dalam kitab shahih Bukhari-Muslim. Wanita mulia itu pun beberapa kali ikut bersama Rasulullaah saw dalam perang-perang besar seperti Badar, Uhud dan Hunain. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat Nya atas beliau.
Diangkat dari Ummi 2/V/1993
Syahidah Di Empat Tiang
Asiyah ... ialah wanita istri Fir'aun. Namun, sungguh berbeda sifat diantara kedua manusia tersebut. Perbedaan itu bagaikan cahaya dan kegelapan, bagaikan timur dan barat. Fir'aun adalah raja yang teramat dzolim pada masanya hingga dengan lancang ia mendakwakan bahwa dirinya adalah tuhan yang harus disembah oleh seluruh rakyatnya. Namun sang istri, tak akan pernah dapat bersatu dalam dusta dan kebatilan yang terjadi pada saat itu, yang didalangi oleh Fir'aun, suaminya sendiri.
Asiyah ... sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur'an, bahwa Allah swt telah menyelamatkan bayi Musa melalui tangannya. Ketika peti yang membawa sang bayi hanyut sampai ke istana, sebagian orang menghasut Fir'aun agar bayi itu dibunuh. Tetapi atas andil Asiyah, gagallah makar para penghasut itu. Asiyah berkata pada Fir’aun, „Janganlah ia dibunuh. Mudah-mudahan ia berguna bagi kita, atau kita ambil ia sebagai putra." Lalu dibawalah bayi mungil itu ke istana dan diangkat menjadi putra Fir'aun.
Asiyah ... betapa gelisah hatinya ketika mendengar Musa telah membunuh seorang lelaki pengikut Fir'aun dan ketika Musa datang pada Fir'aun untuk memberi peringatan. Ia selalu mengkhawatirkan keadaan Musa, putra angkatnya itu, dari kekerasan Fir'aun. Ia selalu berdoa kepada Allah swt untuk kemenangan Musa ketika menghadapi para tukang sihir Fir'aun.
Asiyah ... bercucuran air matanya ketika menyaksikan bagaimana keluarga Masyithoh dilemparkan ke dalam api, karena keluarga itu beriman kepada apa yang dibawa oleh Musa. Tanpa belas kasihan, pengawal Fir'aun melemparkan satu per satu anak Masyithoh ke dalam api. Hingga tibalah giliran anak terkecil yang masih ada dalam pelukan Masyithoh. Ketika perasaan takut dan iba menguasai hati Masyithoh, tiba-tiba bayi yang masih dalam gendongan itu berkata, „Wahai ibuku, bersabarlah. Sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran".
Asiyah ... ketika Fir'aun masuk ke dalam kamarnya setelah membakar keluarga Masyithoh, Fir'aun berkata, „Kuharap kamu telah menyaksikan bagaimana yang terjadi atas perempuan yang ingkar kepada tuhannya yang agung, Fir'aun." Dengan cepat Asiyah menyela, „Celaka engkau hai Fir'aun dengan azab Allah !"
Asiyah ... tak ayal lagi, Fir'aun segera memerintahkan para pengawal untuk mengikatnya di empat tiang kebun istana, kemudian para pengawal mengambil cemeti dan menderakan ke tubuh Asiyah. Sementara Fir'aun memerintahkan untuk memperkeras siksaan itu. Tak sepatah katapun keluar dari mulut Asiyah selain munajat kepada Allah swt yang diabadikan dalam Al-Qur'an, : "Ya Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu® dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim". (QS. 66:11)
Asiyah ... ia pun pergi menuju Rabb nya sebagai wanita syahidah di empat tiang.
Diringkas dari : „Profil Dibalik Cadar" karya Jabir Asy Syal
Sabar
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah - buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang - orang yang sabar, (yaitu) orang - orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan : “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rajiuun” (QS Al-Baqarah: 155 - 156)
Sesungguhnya Allah menjadikan dunia bukan sebagai tempat pembalasan ( pahala atau siksa), bukan pula sebagai tempat memutuskan sesuatu perkara, akan tetapi Allah menjadikan dunia sebagai tempat untuk membersihkan diri, tempat ujian dan cobaan. Peralihan dari satu waktu ke waktu adalah merupakan rangkaian cobaan hidup yang sambung menyambung. Lepas dari satu cobaan, muncul lagi cobaan hidup yang lain. Adanya cobaan bagi ahli iman mengandung tujuan dan hikmah yang banyak , di antaranya ialah:
1. Untuk membersihkan barisan mukminin dari mereka yang hanya mengaku-mengaku beriman.
Dalam keadaan damai dan tentram, yang baik dan yang buruk berbaur. Dengan adanya ujian akan tampak siapa yang ikhlas setia dan yang tidak, seperti terujinya emas murni dan emas imitasi melalui pembakaran. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak akan diuji lagi ? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang - orang yang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang - orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang - orang yang dusta”(QS Al Ankabut:2 - 3).
2.Mendidik kaum beriman dan menjernihkan hati mereka. Mereka akan menjadi matang melalui ujian, seperti matangnya makanan dengan api.
3.Meningkatkan kedudukan orang-orang beriman di sisi Allah SWT.
Dengan ujian Allah meningkatkan derajat mereka, melipatgandakan pahala mereka, dan menghapus dosa - dosanya. Tiap manusia tidak luput dari dosa karena mereka bukan malaikat yang suci. Tidak ada orang yang maksum dari dosa kecuali para Nabi. Karunia rahmat Allah SWT bagi manusia sehingga mereka diuji untuk menghapus dosa - dosa mereka yang terbukti bersabar dan berjuang karena Allah semata. Sabda Rasulullaah SAW: “Tidaklah seorang muslim menderita karena kesedihan, kedudukan, kesusahan , kepayahan, penyakit dan gangguan duri yang menusuk tubuhnya kecuali dengan itu Allah mengampuni dosa - dosanya.”
Untuk mengatasi segala ujian dan cobaan ini, tatkala mendekati usia balig manusia diberi dua kekuatan oleh Allah SWT. Kekuatan pertama ialah kekuatan hidayah untuk mengetahui kebenaran-kebenaran secara tepat dan akurat, sedangkan kekuatan kedua adalah sabar. Kekuatan kedua merupakan pelengkap bagi kekuatan pertama yang akan membantu dan menopangnya dalam menghadapi perang melawan hawa nafsu dan godaan syaitan.
Dikatakan bahwa sabar adalah perilaku utama yang dengannya orang tercegah dari berbuat hal - hal yang buruk dan tidak baik. Ia merupakan suatu kekuatan jiwa yang dengannya segala perkara menjadi maslahat dan baik. Arti sabar menurut bahasa ialah ‘mencegah’ dan ‘menahan’, sedangkan lawannya ialah ‘keluh kesah’ dan ‘gelisah’. Sabar merupakan pegangan seorang mukmin dalam gerak langkahnya. Sabar yang terpuji dalam Al-Qur’an ialah karena Allah dan bukan untuk memperoleh pujian atau tanda jasa dari manusia. “Dan untuk Rabbmu hendaklah kamu bersabar” (QS Al Muddatsir: 7)
Sabar terbagi menjadi 3 bagian:
1. Sabar terhadap perintah, dengan jalan menaatinya.
Sabar dalam ketaatan berarti sabar terhadap tugas yang berat. Seorang yang taat dan patuh membutuhkan sabar dalam tiga hal. Pertama, sabar sebelum ketaatan, yaitu dengan mengikhlas-kan niat, dalam melawan bayang - bayang riya dan penyimpangan lainnya. Membulatkan tekad untuk jujur dan menepati janji ini berat bagi orang yang mengerti hakekat niat, ikhlas dan keburukan riya. Kedua, sabar pada saat bekerja, agar tidak melalaikan Allah dan tidak malas untuk menepati pelaksanaan peraturan dan hukum Allah. Selalu sabar melawan kelemahan, kekesalan dan kejenuhan. Ini juga merupakan sabar yang berat. Ketiga, setelah selesai pekerjaan dibutuhkan kesabaran dengan tidak merasa bangga dan menepuk dada karena riya dan mencari popularitas, sehingga mengakibatkan hilangnya keikhlasan.
2. Sabar terhadap larangan dan kemungkaran dengan jalan menjauhinya
3. Sabar menghadapi taqdir, dengan cara tidak berkeluh kesah.
Sabar juga terbagi dua, sabar yang diusahakan (ikhtiyari) dan sabar yang dipaksakan (idhthirari). Sabar ikhtiyari lebih utama daripada sabar idhtirari, karena sabar idhthirari bisa dimiliki oleh semua manusia dan terdapat pada orang yang tidak ada padanya sabar ikhtiari. Sabarnya Nabi Yusuf as dalam menghadapi goadaan istri al-‘Aziz lebih utama dari kesabarannya atas kejahatan dan tipu muslihat saudara-saudaranya yang melem-parkannya ke dalam sumur.
Orang tidak boleh merasa cukup dengan satu jenis kesa-baran saja, karena ia hidup di antara perintah-perintah yang harus ia kerjakan dan larangan - larangan yang mesti ia tinggalkan, sebagaimana ia juga senantiasa berada di antara ketentuan- ketentuan taqdir yang harus ia terima, dan nikmat yang wajib ia syukuri. Ia tidak pernah lepas dari keadaan - keadaan seperti itu. Maka kesabaran tersebut harus senantiasa ia miliki sampai mati. Kesabaran merupakan suatu hal yang sulit dan harus diusahakan dengan susah payah oleh manusia.Al-Qur’an mengisya-ratkan beberapa faktor yang menunjang terlaksananya dan meringankan manusia, antara lain:
1.Memahami arti kehidupan yang sebenarnya.
Kehidupan dunia bukanlah surga kebahagiaan atau tempat tinggal abadi, tetapi medan pelaksanaan tugas dan menempuh ujian dan cobaan. Al Qur’an menjelaskan bahwa kehidupan dunia penuh kesulitan dan kepayahan. Firman Allah: “Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam susah payah.” (QS Al Balad: 4) Allah SWT menciptakan kehidupan dunia ini bercampur antara kesenangan dan kesusahan, antara kenikmatan dan penderitaan, antara hal - hal yang disenangi dan yang dibenci. Tidak akan ada suka tanpa duka, atau kesehatan tubuh tanpa penyakit, atau istirahat penuh tanpa lelah, atau pertemuan tanpa perpisahan, atau keamanan tanpa ketakutan.
2.Menyadari bahwa sesungguhnya manusia adalah milik Allah.
Allah SWT telah menciptakan manusia dari tiada. Jika ditarik kembali sebagian yang dimiliki manusia maka sudah seharusnya dia tidak marah kepada pemberinya dan pemiliknya. Firman Allah: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa kemudharatan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan:” (QS An Nahl : 53)
3.Yakin akan adanya pahala yang baik di sisi Allah
Tidak ada dalam Al Qur’an janji pahala dan ganjaran yang lebih besar daripada pahala sabar. Firman Allah SWT: “Dan orang - orang yang beriman dan mengerjakan amal - amal yang sholeh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat yang tinggi dalam syurga, yang mengalir sungai - sungai di bawahnya, itulah sebaik - baik pembalasan bagi orang - orang yang beramal, (yaitu) yang sabar dan bertawakkal kepada Rabbnya.”(QS Al Ankabut: 58 - 59)
4.Beriman kepada taqdir dan sunatullah
Apa yang menimpa diri seseorang bukanlah suatu kesalahan atau kekeliruan atau terjadi secara kebetulan. Semua yang sudah ditentukan taqdir-Nya tidak mungkin salah atau meleset. Taqdir Allah merupakan suatu kepastian baik manusia itu rela menerimanya ataupun marah -marah, baik dengan sabar ataupun dengan gelisah. Orang yang berakal harus sabar dan rela agar tidak kehilangan pahala. Kalau tidak sabar dengan rela maka sabar terpaksa yang dilakukannya tidak ada nilainya baik dari segi dien ataupun dari segi moral. “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan - Nya kepadamu. Dan Allah tidak me

KEMATIAN HATI

Kematian Hati
PK-Sejahtera Online: Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.Dimana kau letakkan dirimu?Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?Sekarang kau telah jadi kader hebat.Tidak lagi malu-malu tampil.Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"

Thursday, January 22, 2009

Kebersihan Hati

Kebersihan Hati, Kunci Menggapai Surga
SIAPA yang tak ingin hidup bagai di surga ? Semua orang pasti mengharapkannya, meski tidak semua orang berhasil meraihnya. Asal tahu saja bahwa kehidupan surgawi dapat kita hadirkan di sini, ketika kita hidup di dunia ini. Caranya pun amat mudah, asal tahu, mau, dan mampu menjalaninya.
Melalui kisah dan cerita, tanpa menggurui, bedah buku "Cara Mudah Menggapai Surga" karangan Hamim Thohari yang juga anggota BP MPR dilakukan di Pusat Da'wah Islam Bandung, Minggu(10/11). Selain Hamim Thohiri, pembicara lainnya ialah Emil Threeska, Dirut CV. Nabila.
Acara itu merupakan kerja sama antara Perpustakaan Da'wah Islam Jawa Barat dan Pustaka Inti dalam upaya meningkatkan kualitas ruhani agar tercapai kekhusyuan dalam menggapai keridhaan Ilahi. Buku "Cara Mudah Menggapai Surga" mengajak pembaca untuk berkelana menjelajahi lintasan masa dan sejarah serta menyajikan berbagai peristiwa dan tokoh yang berhasil menghadirkan surga dalam hidupnya.
Setelah sekian lama dimensi spiritual terabaikan, kini banyak orang berbondong-bondong mencari keteduhan jiwa dan ketenangan hati dengan menyelami dunia tasawuf. Khazanah Islam yang lama telah terkubur itu, kini digali kembali. Buku-buku tasawuf yang rata-rata masih berupa kitab kuning saat ini mulai banyak diterjemahkan. Sebagian direkonstruksi guna mengikuti sistematika yang lebih mudah dipahami.
Merupakan fenomena baru ketika sekelompok orang asyik bertafakur mengikuti wejangan-wejangan kesufian dan melakukan prosesi-prosesi spiritual tertentu di tengah ingar bingarnya kehidupan kota besar. Gejala itu dari hari ke hari semakin sering ditemukan, baik di mesjid-mesjid tradisional maupun di mesjid yang berada di perumahan elit.
Gejala itu diterima sebagai suatu kenyataan bahwa pengembangan potensi akal saja tidak cukup untuk menciptakan kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraan batin. Rasio tidak bisa diandalkan untuk memecahkan keresahan batin, kegoncangan jiwa, dan rasa takut. Padahal tiada hari bagi manusia kecuali menghadapi masalah kebatinan itu.
Untuk keperluan itu, dunia barat mengembangkan kajian kejiwaan yang kemudian melahirkan teori "Kecerdasan Emosi". Pada kenyataannya, kecerdasan emosi saja tidak cukup untuk keperluan itu. Masih ada misteri yang harus diungkap lagi . Dari sinilah muncul "kecerdasan spritual".
Mendahului segala teori tentang kecerdasan spiritual yang berkembang di barat, para intelektual Muslim sudah sejak lama mengembangkan masalah ini. Tidak saja melalui kajian keilmuan, tapi juga segi praktisnya dalam bentuk prosesi-prosesi spiritual. Lahirlah berbagai aliran tarikat dengan ciri khasnya masing-masing yang pada dasarnya berikhtiar untuk mencerdaskan spiritual melalui latihan-latihan yang ketat dan disiplin keras.
Kecerdasan spiritual yang bersumber dari hati itulah yang menjadi kunci setiap orang untuk dapat meraih surga. Baik surga dalam arti sebenarnya yaitu kehidupan kelak di akhirat yang kekal, atau pun kehidupan surgawi di dunia ini.
"Segala sesuatu itu bersumber dari hati. Orang yang tak memiliki hati bersih tidak dapat masuk surga. Tidak dapat digapainya surga oleh orang yang memiliki hati kotor karena kekotoran hatinya itu mengakibatkan ia selalu berbuat hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT," tegas Hamim Thohari .
Selanjutnya, Emil Treeska menambahkan bahwa hati sangat menentukan tergapainya surga karena hati merupakan pusat kontrol kesadaran manusia. "Segala tingkah laku kita di dunia ini bersumber dari hati. Jika hatinya bersih, tentu orang itu akan melangkah di dunia ini dengan baik. Jadi keimanan itu bersumber dari hati yang kemudian terpancar dalam tingkah lakunya yang baik. Ia akan menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Jika telah begitu, maka surga telah digapainya baik di dunia maupun akhirat," katanya.
Harta, kekuasaan dan hubungan antarsesama merupakan potensi untuk meraih surga. "Jika orang yang memiliki semuanya itu berhati bersih, maka potensi itu akan membawanya ke surga. Tetapi jika tidak, justu itu akan membawanya ke neraka karena hanya dipakai untuk memenuhi hawa nafsunya yang berakibat timbulnya keangkaramurkaan di dunia ini," kata Hamim Thohiri