Ahlan wa Sahlan

" Selamat Datang di Blog Manto Abu Ihsan,...Silahkan kunjungi juga ke www.mantoakg.alazka.org

Manto Abu Ihsan " Hadir untuk perubahan"

Manto Abu Ihsan " Hadir untuk perubahan"
H.Sumanto, M.Pd : " Siap membantu dalam kegiatan Motivation Building, Spiritual Power, Get Big Spirit and Character Building."

Thursday, December 9, 2010

AFATUL LISAN (Menjaga Lisan)

Perkataan seseorang akan memiliki kekuatan jikalau setiap kata-katanya benar-benar terjaga dengan baik.
Pertama, setiap kata-kata dijamin kebenarannya, tidak ada dusta, tidak dilebihkan, dan tidak dikurangi. Kedua, setiap kata-kata yang dikeluarkannya benar-benar sesuai, tepat dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan. Ketiga, seseorang yang dapat menjaga lisannya yakni seseorang yang setiap patah katanya terjaga dari apapun yang melukai hati dan menjadi beban perasaan bagi orang lain. Dan, keempat, setiap patah kata harus terjaga agar setiap butir kata penuh makna dan manfaat.
Mahasuci Allah yang telah memberikan kita lisan. Sungguh beruntung bagi seseorang yang bisa menjaga lisannya dengan baik. Setiap pembicaraan harusnya dipastikan kebenarannya. Setiap untaian kata yang keluar
Seorang insan yang baik, ia senantiasa berusaha menjaga lisannya, karena setiap kata itu bagaikan pisau, yang mengiris, atau bagai palu yang menghantam. Dan kemuliaan seseorang akan hadir jikalau ia terampil menjaga lisannya sendiri. Wallahu a'lam.
Hikam:
Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (Al-Qur`an: Al-Ahzab ayat 70)
Rasulullah bersabda: "Siapa yang beriman Kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam." ( Hadist riwayat Bukhari dan Muslim )
Kualitas seseorang bisa terlihat dari kemampuan menjaga lidahnya. Sebaik-baik perkataan adalah perkataan yang sanggup mengatakan kebenaran dan ketika Rasulullah ditanya akhlaknya beliau menjawab akhlak beliau adalah Al-Quran. Rasul termasuk orang yang jarang berbicara tetapi sekali berbicara bisa dipastikan kebenarannya.
Puasa dibulan romadhan bukan hanya puasa perut tapi juga puasa lidah. Orang yang berkualitas tinggi dalam berbicara yaitu, syarat dengan hikmah, ide, gagasan solusi, ilmu dan dzikir. Jadi manfaatnya bisa dirasakan oleh dirinya dan orang yang di ajak berbicara.
Orang yang biasa-biasa saja dalam berbicara, dia sibuk menceritakan peristiwa-peristiwa. kita tidak dilarang menceritakan peristiwa-peristiwa tapi harus ada manfaatnya.
Orang yang rendahan dalam berbicara selalu mengeluh, mencela dan menghina. Orang yang dangkal dalam berbicara, orang tersebut sibuk menyebutkan tentang dirinya dan juga jasanya. Air gelas yang kosong maunya di isi terus, orang yang kosong dari harga diri maunya di hargai.
Menceritakan keburukan orang lain atau juga disebut ghibah merupakan dosa besar dan tidak diampuni, sebelum di halalkan atau di maafkan oleh orang yang dibicarakan. Dan bila orang yang dibicarakan sudah meninggal maka kita harus taubat dan tidak mengulanginya lagi dan do`akan kebaikan buat orang tersebut dan juga bicarakan tentang kebaikannya.
Kita tidak bisa memaksakan orang lain sesuai dengan keinginan kita, tapi kita bisa memaksakan diri kita untuk melakukan yang terbaik dan menyikapi sikap orang lain. Kita jangan menghina, merendahkan dan meremehkan orang yang suka berbicara tidak baik kepada kita.
Mudah-mudahan pada bulan ramadhan ini kita memiliki ketrampilan yang lebih tinggi lagi untuk menjaga lisan kita, makin banyak bicara, makin banyak peluang untuk tegelincir lidah kita dan akan menjadi dosa, juga kehormatan kita akan runtuh. (imm)
SALAH SATU golongan hamba Allah yang dirindukan oleh surga ialah: "Wa haafizhullisaan - Orang yang dapat menjaga lidahnya dari perkataan yang mendatangkan dosa." Sehingga Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang beriman, berkatalah yang baik atau diam." Imam Syafei berkata: "Diam aku anggap sebagai perniagaan. Meskipun tidak ada untung, paling tidak aku tak merugi." Dalam hadis lain, Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya sebagian besar dari kesalahan anak Adam itu terletak pada lisannya."

Ibadah ritual, bahkan menjadi tidak punya nilai gara-gara tidak bisa menjaga lisannya. Di zaman Nabi SAW ada seorang wanita yang ibadahnya sangat dikagumi oleh wanita-wanita lainnya. Ia banyak berpuasa sunat dan melakukan ibadah di malam hari. Tapi sayangnya, dalam pergaulan ia kurang disenangi lantaran setiap berbicara selalu menyakiti hati lawan bicaranya. Ketika hal itu dilaporkan kepada Rasulullah SAW, beliau berkata: "Wanita itu calon penghuni neraka."

Dalam lisan atau mulut seseorang manusia tersimpan bahaya mengintai. Imam Ghazali mensinyalir paling tidak ada lima bahaya lidah, yaitu dusta, ghibah, berbantah-bantahan, memuji dan bergurau.

Dusta atau bohong sangat dilarang oleh agama. Bahkan termasuk dosa besar. Rasulullah SAW menuturkan: "Aku akan menerangkan kepada kalian mengenai dosa besar, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua." Beliau waktu itu sedang bersandar lalu duduk seraya berkata, "Dan ingat, kebohongan." Karena itu Imam Al-Ghazali mengingatkan: "Di antara dosa yang biasa dilakukan oleh lisan adalah berdusta. Peliharalah lisanmu dari berdusta, baik dusta yang sengaja maupun sekadar bercanda. Janganlah membiasakan berbohong walaupun dengan niat bercanda! Sebab, hal itu bisa meringankan lisanmu untuk berbohong yang sebenarnya."

Bahaya lisan lainnya ialah ghibah. Yaitu membicarakan orang lain yang kalau ia mendengar, pasti ia tidak senang. Meskipun yang dibicarakan itu fakta. Sedangkan kalau yang dibicarakan itu bohong, maka namanya fitnah. Al Quran mengumpamakan ghibah itu seakan-akan memakan daging saudaranya. "Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian akan jijik kepadanya." (Al Hujuraat 12 ).

Berbantah-bantahan, juga merupakan sikap tercela. Apalagi dengan cara mencela atau mengungkap aib lawan bicaranya. Rasulullah SAWmengingatkan: "Barangsiapa yang meninggalkan berbantah-bantahan, sedangkan ia berhak untuk membantah maka akan dibuatkan baginya sebuah rumah di surga yang paling tinggi. Barangsiapa yang meninggalkan berbantah-bantahan, sedangkan ia berhak untuk membantah maka ia dibuatkan baginya sebuah rumah di sebuah tempat di surga."

Memuji, walaupun kedengarannya baik tapi kita harus waspada. Imam Ghazali menerangkan bahwa pujian bisa menimbulkan kesombongan bagi pihak yang dipuji itu. Bagi orang yang memuji berlebihan sehingga sampai berbohong, Rasulullah SAW bersabda: "Hendaklah engkau taburkan debu ke muka orang-orang yang memuji." Namun pujian dengan maksud mendidik, sangat dianjurkan. Antara lain Rasulullah SAW memberi arahan: "Jika seseorang di antara kalian terpaksa harus memuji saudaranya hendaklah mengucapkan, "Saya anggap si Anu demikian dan saya tidak menyucikan seorang pun di atas Allah." Karena itu dibiasakan bagi orang yang menerima pujian untuk mengucapkan: "Alhamdulillah."

Dalam pergaulan pasti kita sering bergurau. Bahkan Rasulullah SAW sendiri, senang bergurau. Tapi jelas gurauan Rasulullah sangat berbeda dengan gurauan kita. Agar gurauan kita tidak menimbulkan bahaya, maka Utusan Allah itu bersabda: "Sungguh orang yang mengucapkan perkataan supaya orang-orang yang mendengarkannya tertawa, kehormatannya akan pergi dari bintang kejora." Karena itu Imam Ghazali mengingatkan: "Bergurau yang berlebihan dapat menyebabkan matinya hati, menimbulkan perasaan dendam bila ada yang tersinggung dan menjatuhkan kehormatan serta kewibawaan."

Karena itu para sufi menggunakan lisan mereka sesuai dengan amanat pencptaannya. Lisan diciptakan untuk memperbanyak zikrullah, membaca kitab-Nya, membimbing mahluk untuk menuju-Nya, menampakkan apa yang ada dalam hati berupa keperluan dunia dan agama. Ujar seorang sufi, jika seseorang menggunakan lisan untuk hal-hal yang tidak semestinya, ia telah kufur terhadap nikmat Allah. Lisan adalah anggota badan yang paling banyak bekerja (berkata ). Kebanyakan orang lebih mudah untuk berkata daripada untuk bekerja. Karena itu, tidak ada sesuatu yang paling berbahaya dalam menjatuhkan manusia ke dalam api neraka, kecuali lisan. Wallhualam.
Menjaga lisan

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata; kadangkala manusia diberi kekuatan untuk memelihara dan menjaga dirinya dari makanan yang haram, berbuat dzalim, berzina, mencuri, minum khamr, memandang yang haram dan yang lainnya. Tapi tidak untuk lisan. Hingga anda sering melihat seseorang yang mampu melaksanakan ajaran agama, zuhud dan rajin ibadah, akan tetapi sering mengucapkn kata-kata yang mengundaang kemurkan Allah Swt.
Diantara gerak lidah yang berbahaya bagi jatuhnya seseorang ke dalam jurang kehinaan, telah kita kupas pada edisi lalu; berkaitan dengan ghibah dan bahayanya. Seperti yang dituturkan Hasan al-Bashri saat mendengar seseorang yang melakukan ghibah terhadapnya, saat itu lantas beliau mengirim sekantung kurma kepadanya seraya berkata, “Telah sampai kepadaku bahwa engkau telah menghadiahkan kebaikanmu kepadaku, aku ingin membalas kebaikanmu padaku, celalah aku, aku tidak mampu membalasmu dengan sempurna”.
Memang pada hakikatnya seseorang yang melakukan ghibah berarti bersedekah pahala terhadap orang yang digunjingnya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Ibrahim bin Adham, “Wahai para pendusta, engkau bakhil dalam urusan duniamu terhadap kawan-kawanmu, tetapi engkau begitu dermawan dalam urusan akhiratmu terhadap musuh-musuhmu, padahal engkau tidak tercela dengan kebakhilanmu dan tidak terpuji dengan kedermawananmu”.
Kali ini melanjutkan bahaya seputar lidah, yang merupakan kelanjutan dari ghibah

Adu domba/namimah
“Dan janganlah kamu ikuti orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah”. (QS al-Qalam: 10-11)
Dalam Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir di sebutkan, seorang pendusta itu karena kerendahan dan kelemahannya, akan melindungi dirinya dengan sumpah-sumpah palsu yang dinisbahkan dengan nama-nama Allah dan mempergunakannya disetiap waktu bukan pada tempatnya. Al-Hasan mengatakan, “Setiap orang yang suka bersumpah adalah orang yang tinggi hati, hina, dn lemah”.
Dari Ibnu Abbas r.a bahwasanya suatu kali Rasulullah melewati dua kuburan, lalu bersabda, “Penghuni kubur ini mendapatkan siksa bukan lantaran dosa besar? Benar dosa itu besar! Yang seorang dahulu suka kian kemari mengadu domba, sedangkan yang seorang lagi tidak hati-hati dalam buang air kecil”. (HR Bukhari dan Muslim)

Muta’nas, mencela dan menghinakan orang Islam
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari yang mengolok-olok”. (QS al-Hujurat: 11)
Memang kehormatan dan nama baik kaum muslimin menjadi tanggung jawab bersama, tidaklah boleh baginya untuk meencela, dan mencaci melainkan mengingatkannya dengan amar ma’ruf dan nahi munkar, jika hal itu menyimpang dari ajaran agama. Rasulullah Saw bersabda, “Mencaci seorang muslim itu fasik dan membunuhnya suatu kekufuran”. (HR Jamaah)
Masuk dalam kategori berbincang dalam kebatilan, dan yang sejenisnya, adalah berjidal/berdebat/bantah-bantahan yang tidak berfaedah. Rasulullah bersabda, “Paling dibencinya seseorang disisi Allah adalah yang paling keras dalam berbantah-bantahan”. (HR Bukhari)
Yang dimaksud adalah berbantah-bantahan dalam kebatilan yang tanpa berdasarkan ilmu. Sedang berdasarkan ilmu yang lurus dalam mempertahankan kebenaran tidak termasuk larangan di atas.

Berdusta dan memberi kesaksian palsu.
“Dan jauhilah perkataan dusta”. (QS al-Hajj: 30) Dan sabda Rasulullah dalam hadits Abu Bakhrah, Rasulullah bersabda, “Ingatlah-ingatlah juga termasuk dosa besar persaksian palsu”. (HR Bukhari dan Muslim)

Bernyanyi
“Dan diantara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan”. (QS Luqman: 6)
Para ahli tafsir menafsirkan maksud ayat yang berbunyi (lahwal hadits/Perkataan yang tidak berguna) adalah nyanyian. Dan dalam hadits Rasulullah bersabda, “Lagu-lagu itu menumbuhkan nifak/kemunafikan didalam hati.”(HR al-Baihaqi dan Abu Dawud)
Itulah beberapa ciri atau gejala sakitnya lisan dan barang siapa memperhatikan cirri-ciri ini pasti dia akan mengetahui bahwa siapa saja yang tidak mengikat lisannya dengan tali Islam pasti tidak selamat, dan ketika itu pasti aia akan mengetahui rahasia, sabda Rasulullah, “Barang siapa yang diam selamat”. (HR Tirmudzi dan Ahmad)
Karena penyakit ini menyeret seseorang ke jurang neraka Jahannam, sebagaimana dalam hadits, “Dan sesungguhnya seorang hamba yang berkata dengan satu kalimat yang membuat murka Allah yang tanpa ia sadari Allah menjebloskannya ke dalam neraka Jahannam dengan kata itu”. (HR Bukhari)
Saudaraku seiman betapa kita mendambakan kedamaian, keamanan, keselamatan dan tidak ada cara untuk menuju kepadanya kecuali kita menjaga lidah kita dari perkataan perkataan yang tidak berguna dan kita sebarkan syiar Islam yang apabila kita tetapkan dalam kehidupan kita maka kita akan mendapati kenyamanan dalam hidup.

Tanda Kebaikan Islam Seseorang
Kategori : Tazkiyatun Nufus
Diakses : 4484
________________________________________
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah telah bersabda: "Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya."(H.R Tirmidzi dan periwayat lainnya).

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan dalam kitabnya "Al-Arba'in" bahwa derajat hadits ini hasan. Syaikh Salim Al-Hilali (Murid Syaikh Al-Albani rahimahullah) dalam kitabnya Shahih Al-Adzkar wa dhi'fuhu bahwa derajatnya shahih lighorihi (shahih karena adanya riwayat yang lainnya). Jadi hadits ini bisa dijadikan dasar untuk beramal.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan "Hadits ini merupakan pondasi yang sangat agung diantara pondasi adab." Beliau mengatakan dalam "Jami'ul 'Ulum wal Hikam" 'Sesungguhnya barangsiapa yang baik Islamnya pasti ia meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting/bermanfaat baginya." Ukuran penting atau bergunanya itu tentu ditimbang dari syari'at, bukan menurut rasio atau akal, atau hawa nafsu.

Termasuk meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting ialah meninggalkan yang makruh, samar-samar, bahkan berlebih-lebihan dalam masalah mubah.

Imam Ibnu Rajab mengatakan pula "Kebanyakan pendapat tentang meninggalkan apa-apa yang tidak berguna ialah menjaga lisan dari apa-apa yang tidak berguna, seperti umpatan, dll"
Allah berfirman" Tidaklah seseorang mengucapkan sesuatu ucapan kecuali ada malaikat yang mengawasi dan mencatat"(Qaaf: 18).

Umar bin Abdul Aziz berkata "Barangsiapa yang membandingkan antara ucapan dan perbuatannya, maka ia tidak akan berbicara kecuali hanya dalam hal yang penting saja."

Imam An-Nawawi berkata "Ketahuilah, setiap mukallaf (orang yang dewasa dan terbebani hukum syari'at) diharuskan untuk menjaga lisannya kecuali untuk hal-hal yang mengandung maslahat/kebaikan. Apabila sama maslahatnya, jika ia berkata ataupun diam, sunnah untuk menahannya, karena kata-kata yang mubah dapat menjerumuskan seeorang dalam hal-hal yang haram atau makruh, dan ini sering terjadi. Padahal mencari keselamatan itu tak ada bandingannya."

Imam Ibnu Qoyyim berkata "Menjaga lisan ialah dimaksudkan agar seseorang jangan sampai mengatakan hal yang sia-sia. Apabila hendak berkata, maka hendaknya dipikirkan apakah ada manfaat bagi dien/ agamanya. Apakah akan terdapat manfaat dari apa yang diucapkannya itu? Jika bermanfaat, maka katakan lagi, adakah kata-kata yang lain yang lebih bermanfaat atau tidak?(Dari kitab Ad-Daa'u wad Dawaa').
Kata beliau juga "Adalah sangat mengherankan orang bisa menghindari dari hal-hal yang haram, berzina, mabuk-mabukan, mencuri, memandang hal yang diharamkan, dan lainnya, tetapi sulit menjaga gerakan lisannya. Sampai-sampai ada orang yang dipandang ahli ibadah, zuhud, tetapi ia berbicara dengan ucapan yang tanpa ia sangka telah mendatangkan murka Allah." Ancaman itu sebagaimana dalam hadits Nabi "Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kata-kata, ia tidak memikirkan (baik/buruk) didalamnya maka ia tergelincir disebabkan kata-katanya itu ke dalam neraka sejauh timur dan barat" (HR.Bukhari Muslim)

Seorang 'Alim negeri Saudi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin rahimahullah dalam kitabnya Syarah Riyadhus Shalihin menasehatkan beberapa hal.
Seorang Muslim yang ingin baik Islamnya maka hendaklah ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat. Contohnya, jika engkau bingung, apakah mengerjakan sesuatu atau tidak jadi, maka lihatlah apakah ia mengandung manfaat dalam agamamu dan dunia, atau tidak penting. Jika penting, maka lakukanlah, jika tidak maka tinggalkanlah karena mencari keselamatan harus diutamakan.

Demikian pula jangan pula mencampuri urusan orang lain jika kamu tidak ada kepentingan terhadapnya. Janganlah seperti kebanyakan orang hari ini, dimana rasa ingin tahu terhadap masalah yang sedang dibicarakan oleh dua orang mendorongnya untuk mendatangi keduanya itu dan mencampurinya.

Termasuk contoh yang kurang baik lagi, jika engkau bertemu dengan seseorang engkau menanyakan "Dari mana?" atau "Mau ke mana?". Sepintas itu hanya pertanyaan 'kepedulian' saja padahal jika orang yang ditanya itu baru saja pulang/ sedang akan ke masjid, atau pengajian, dan ia tidak suka orang mengetahuinya karena takut riya' maka pertanyaan itu justru memojokkannya dan susah untuk dijawabnya padahal ia tidak mau berbohong. Jadi, jika engkau hendak berkata atau beramal, maka pikirkanlah apakah yang engkau lakukan itu bermanfaat bagi urusan agamamu (akhiratmu) atau duniamu. Jika tidak maka tinggalkanlah. Demikianlah manusia berakal, dia senantiasa memperhatikan amal kebaikannya sebagai bekal menghadapi kematian yang pasti datang, baik dari segi keikhlasannya, dan juga dari segi sesuai/ tidaknya dengan yang dicontohkan Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa sallam. Sabda beliau "Barangsiapa yang beramal yang tidak berdasarkan perintah dari kami maka ia (amal itu) tertolak" (Muslim). Alhamdulillahi robbil'alamin. {Ahmad As-Salafi}.

No comments: